14. Hold Hands

1.1K 147 17
                                    

Fajar menyingsing. Sang mentari mulai memancarkan kehangatan pada bumi. Dersik menyapa. Menoreh hangat pada dua insan di kediaman Ubuyashiki.

[Name] sudah menduga ia akan mendapat tugas berupa misi di tempat yang cukup jauh─desa pengrajin gerabah yang disebut sebagai Desa Mashiko. Itu sebabnya ia membawa tas selempang coklat yang terbuat dari kulit─berisi semua keperluannya.

Bibir ranum itu terperangah pelan begitu mendengar penuturan Ubuyashiki Kagaya. Kau akan berpasangan dengan Sanemi dalam misi kali ini, kalimat itu terputar berulang dalam benaknya bagai kotak musik tua yang hanya memiliki satu lagu.

Ia sempat melontarkan penolakan─secara halus, tentunya. Dengan alasan, "biasanya 'kan Shinazugawa dipasangkan dengan Kanae-san. Kenapa kali ini aku yang berpasangan dengannya?"

Kabut kekhawatiran menyelimuti perasaan Si Rambut Putih, menggantikan secercah senang yang barusaja dirasa. Bagaimana jika Oyakata-sama memilih untuk kembali memasangkannya dengan Kanae?

Ah, ayolah. Ia tak ingin menyakiti Si Manik Fuschia itu terus-menerus dengan melontarkan berbagai penolakan. Namun di sisi lain, ia juga tak bisa menerima gadis itu.

Pemimpin klan Ubuyashiki itu melontarkan senyuman hangat yang mampu meneduhkan hati siapapun yang melihatnya. "Aku sudah mempertimbangkannya dengan berbagai perhitungan. Kurasa kalian berdua akan jadi tim yang lebih hebat."

Napas dihela, [full name] pasrah. Toh, jika pemimpin klan Ubuyashiki yang sudah mengambil keputusan, ia bisa apa?

Mereka lalu pamit untuk berangkat menuju lokasi misi─dengan [name] yang berjalan duluan di depan. Lengkung senyum ditarik, ia merasa begitu senang dan bersemangat untuk misi kali ini.

Sekarang, semua hanya bergantung pada usahanya mendekati gadis itu dan merobohkan dinding─yang entah sejak kapan dibangun gadis itu─dan entah untuk alasan apa.

Setelah itu, mereka mungkin akan kembali dekat seperti dulu. Yah, jika mereka tidak sedekat dulu juga tidak apa-apa. Yang penting, Sanemi harus menghancurkan dinding itu dahulu.

Sanemi mempercepat langkahnya, menyusul gadis itu di sebelahnya. "Terimakasih telah memakai hadiah-ku, [name]," pemuda itu kembali tersenyum samar saat melihat Kanzashi yang terselip di helai [haircolor] gadis itu.

Ya, hadiah yang diberikan pemuda dengan banyak bekas luka itu adalah sebuah kanzashi atau tusuk konde. Ornamen mawar putih yang terbuat dari kristal tampak memantulkan semburat cahaya pelangi. Juga kristal hijau yang berperan sebagai daun yang bertengger 'pun tak kalah indah.

Bongkah sendu itu menyorot sedikit lirikan pada Sanemi. "Oh, bukan apa-apa. Akan tidak sopan jika kau mengabaikan hadiah pemberian seseorang," nada itu masih dingin. Tapi, tidak se-dingin sewaktu ia berusaha menahan gadis itu lebih lama di rumahnya.

Ini adalah sebuah kemajuan, pikir pemuda itu. Ya, ini hanya masalah waktu. Ah, omong-omong soal waktu, Desa Mashiko dapat ditempuh dengan waktu dua jam berjalan kaki─tanpa istirahat.

Dersik hangat berhembus, hangat itu juga tertoreh pada hati Sanemi. Sudah lama sekali sejak mereka berjalan ber-iringan seperti ini.

Dulu, [name] akan berbelanja di pasar pagi-pagi sekali─dan mereka biasa akan bertemu di salah satu gerai yang menjual sayuran. Mereka akan saling menyapa dan berlanjut pada obrolan ringan.

Ah, berjalan berdua dengan [name] membuat mental-nya kembali melakukan perjalanan waktu. Pikirannya kembali memutar memori itu.

Di fajar yang hangat, mereka bertemu diantara ramainya pasar. Gadis itu terlihat membawa tas belanja-nya yang dipenuhi sayur-sayuran dengan cara dipeluk─karena berat.

Nostalgia (Sanemi x Reader)Where stories live. Discover now