Part 1

11.8K 637 111
                                    

Terlihat seorang gadis cantik berdiri di tengah-tengah kerumunan orang di bandara Soekarno-Hatta. Gadis dengan rambut rambut panjang sepunggung itu celingak-celinguk mencari seseorang. Di tangan kanannya ia menenteng sebuah koper berwarna biru.

"Ana!"

Gadis bernama Ariana Lova Abigail atau biasa disapa Ana itu menoleh ketika mendengar namanya terpanggil. Matanya berbinar ketika melihat wanita paruh baya berdiri tak jauh di depannya. Di samping wanita itu berdiri seorang remaja laki-laki berjaket hitam dengan wajah masam.

"Bunda!"

Ana berlari kecil menghampiri wanita yang ia panggil Bunda itu dan langsung menubruknya dengan pelukan hangat.

"Ana kangen Bunda," ucap Ana tulus.

Wanita cantik yang sedang dipeluk oleh Ana itu bernama Eris. Ia mengelus sayang rambut halus milik Ana dan membalas ungkapan tulus dari putrinya itu. "Bunda juga kangen sama Ana."

Betapa sayangnya Eris pada gadis mungil dipelukannya ini. Walaupun bukan darah dagingnya, tapi Ana sudah dia anggap sebagai putri kandungnya sendiri.

"Kamu makin cantik, sayang." Puji Eris. Wanita paruh baya itu merangkum pipi Ana yang sekarang sudah berubah bersemu merah itu. Putrinya ini memang cantik, sangat cantik.

"Ekhmm...," Deheman dari seseorang membuat Ana menoleh. Matanya berbinar namun tersirat kerinduan.

"Kangen sama Bunda aja nih, gue gak?" sindiran halus diberikan oleh cowok berjaket denim itu.

"Ana juga kangen sama Bang Opal," Ana segera menghampiri cowok itu dan memberinya pelukan beruang.

Laki-laki itu mendengus pelan mendengar panggilan yang diberikan oleh Ana. Panggilan itu sudah lama tidak didengarnya secara langsung dan ia merindukannya.

"Nama gue Naufal, bukan Opal," protes Naufal namun tak urung membalas pelukan gadis cantik itu. Gadis yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri. Gadis yang dulu sangat suka memgamuk untuk dibelikan cokelat. Gadis yang sangat dirindukannya.

Ana menggelengkan kepalanya dalam pelukannya "No no no! Aku lebih suka manggil Bang Opal," ucap Ana dengan tawa ringan.

Karena kesal, Naufal mengencangkan pelukannya pada Ana membuat gadis itu meronta karena sesak.

"Aku sesak napas, bang." Ana memukul-mukul punggung Naufal dengan kepalan tangannya yang kecil.

"Bunda..," adu Ana kepada Eris.

Eris tertawa kecil melihat tingkah keduanya "Udah, bang. Kasian adiknya sesak napas," tegur Eris pada putranya dengan memukul lembut lengannya.

Naufal perlahan melepaskan pelukannya tapi kini giliran tangannya yang beraksi. Ia menyapit hidung Ana mengunakan kedua jarinya "Dasar tukang ngadu!"

"Sakit loh, Bang," Ana mengusap-usap hidungnya yang terasa sedikit perih. Sementara Naufal tertawa puas melihat hidung Ana yang memerah. Cowok itu memang suka membuat Ana kesal, itu ada bentuk kasih sayangnya.

"Udah-udah ayo kita pulang, kamu pasti capek kan, sayang?" tanya Eris pada Ana, mengelus rambutnya sayang.

"Iya capek banget, Bunda," ucap Ana dengan wajah memelas "Laper juga, hehe..." sambungnya sambil mengelus pelan perut ratanya.

AlderaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang