14. Malam Yang Menyakitkan

92 21 1
                                    

Karena hatiku ini memiliki banyak rasa sakit, aku bahkan belum pernah mengungkapkannya. Sudahkah kamu memahaminya pada saat itu?

I Wish, SEVENTEEN.


"Jadi sekarang, aku nggak berguna lagi buat kamu..." lirihnya pelan disamping telinga Zuyuna, memeluknya dengan erat sembari mengelus punggunya dengan lembut. Perempuan itu melepaskan pelukannya, menunduk, tak berani menatap wajah Joshua. Hingga akhirnya laki-laki itu berbalik, pergi berjalan tanpa menggenggam tangannya, meninggalkannya dibawah langit yang kini sudah gelap seorang diri, tanpa ucapan perpisahan, tanpa kalimat yang memastikan apakah mereka akan bertemu lagi diesok hari atau lusa, seterusnya, atau... tak tahu.

Zuyuna meruntuhkan tubuhnya, berjongkok dan menutup wajahnya dengan kedua lengan, kemudian menangis dengan kencang. Tak peduli ada orang-orang yang melihatnya, ia hanya ingin menangis, menumpahkan keresahannya, berharap seorang Joshua akan kembali dan memeluknya, tetapi semenit berlalu, ia masih terus menangis sendiri.

Hingga akhirnya seorang laki-laki datang, mengulurkan tangannya dan menyuruhnya bangun dengan suara beratnya, membuat Zuyuna mengangkat wajahnya dan melihat Arjun yang berdiri didepannya dengan raut wajah yang terlihat serius. Zuyuna mengenggam tangan Arjun, dibantu berdiri dan kemudian melepaskan uluran tangannya. Dengan wajahnya yang kini menunduk, tangisannya yang tak mau berhenti, Arjun segera memeluknya, mengusap punggunya dengan pelan dan bibirnya yang terangkat menjadi sebuah senyuman.

"Mulai sekarang, lo bisa jadiin gue rumah untuk pulang. Supaya lo nggak sedih terus dan nggak kesepian lagi. Biarin gue jadi rumah lo." Tepat disamping telinganya, Arjun mengatakannya dengan lembut, mencoba menenangkan Zuyuna dan terus mengusap punggungnya. Dengan pelan juga, Zuyuna melingkarkan kedua tangannya ditubuh Arjun, memeluknya erat dan menangis dipundaknya. Dia tidak lagi menangis sendirian dikamar karena merindukan seorang Joshua. Sekarang Zuyuna sudah mempunyai sandaran untuk benar-benar menumpahkan kesedihannya, dan bukan karena merindukan Joshua, tetapi karena menangisi kebodohannya sendiri.

***

"Jadi.. Mama lo itu mau nikahin elo sama Joshua? Dan orang tua Joshua setuju tapi bokap lo nggak tahu soal ini?" tanya Arjun setelah mendengar semua penjelasan Zuyuna yang detail.

Zuyuna mengangguk, kemudian menjilat eskrim-nya dan menengok kearah Arjun, melihat wajahnya yang masih terlihat bingung dan seakan tidak percaya. Zuyuna tersenyum tipis, lalu kembali melihat eskrim-nya yang kini mencair sedikit. "Nggak percaya, ya?" tanya Zuyuna yang degan erat memegang cone eskrim.

Arjun menggeleng dengan cepat, lalu melipat kedua tangan didepan dadanya. "Jadi ini alesan lo nggak mau deket sama banyak cowok? Karena Joshua?" Zuyuna mengangguk dengan cepat, sementara Arjun mengangguk-angguk mengerti.

"Tapi akhirnya lo milih gue."

Zuyuna menoleh, mengernyit. Tak paham ketika melihat wajah Arjun yang terlihat sombong. Arjun memajukan tubuhnya, menatap Zuyuna dengan lekat dan bibirnya terangkat sedikit. "Jadi diem-diem lo suka gue?" goda Arjun lalu tertawa dan memundurkan wajahnya setelah melihat wajah Zuyuna yang terlihat memerah karena menahan malu.

"Bercanda.." sambungnya lagi.

"Tapi aku ngerasa nggak enak sama Joshua," lirih Zuyuna pelan, lalu mengangkat wajahnya dan melihat pemandangan yang kini menjadi indah karena lampu warung-warung sudah dinyalakan.

"Aku sakit waktu tahu kalo Joshua mau bawa aku ke Bandung karena nggak mau liat aku berpaling. Harusnya aku senang, kan? Karena yang dari dulu aku suka dan aku punya cuma dia," sambungnya lalu menunjukan senyumannya yang tipis, kemudian menunduk dan mengambil napas panjang, memainkan cone eskrim yang telah kosong. "Tapi setelah aku pikir-pikir, kenapa aku malah kesal, ya? Aku mikir kalo selama ini Joshua egois, selalu mentingin dirinya sendiri tanpa liat situasi orang lain."

Home (Tzuyu TWICE - Jun SEVENTEEN) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang