19. Saat Kita Dewasa, Ingatlah Masa Kecil Dulu

98 23 0
                                    

ps. maap judulnya kepanjangan, bingung mau kasih judul apa sih. btw aku saranin pake lagu last goodbye nya floody atau us, again nya seventeen hehe. yang gapunya lagu itu cari aja lagu sedih deh :D







VOTE DULU KUY :))))






"Mumpung gue habis beli kamera baru, ada yang mau jadi bahan penelitian gue?" tanya Naufal semangat sembari mengeluarkan kamera polaroid-nya yang baru saja dibeli dua hari lalu. Arjun mengangkat tangannya lebih dulu sambil memegang tusuk sate, kemudian dilanjut oleh Jina dan serentak yang lain pun ikut mengangkat tangannya.

"Lah, kalo semua siapa yang mau fotoin anjir????" keluh Imam tersadar saat ia melihat teman-temannya sudah mengangkat tangan sepertinya, bahkan Joshua pemilik rumah pun mengangkat tangannya sambil tertawa kecil.

"Gue aja." Arjun bangun dari duduknya, berjalan kearah Naufal mengambil kamera-nya. Namun Brian melarang, mengajukan dirinya untuk menjadi fotografer dadakan, walaupun sebenarnya ia tak puna kemampuan memotret dengan baik.

"Udah deh, gue aja. Sini. Gue udah biasa main kamera ginian kok." Joshua langsung mengambil kamera ditangan Brian, mendorong tubuh Arjun pelan untuk segera difoto. Namun mereka malah diam, merasa tidak enak karena ini adalah acara Joshua.

Laki-laki itu tersenyum sembari menghela nafas, lalu menunduk dan mengelus kamera berwarna putih tersebut dan kembali mengangkat wajahnya. "Kenapa pada diem? Ayo cepet gue foto," kata Joshua dengan nada bercanda, alhasil membuat mereka reflek membuat formasi dengan Zuyuna ditengah dihimpit oleh Jina dan Imam. Arjun yang dibelakang Zuyuna, kemudian dikanan ada Brian dan dikiri ada Naufal. Dan dengan hitungan ketiga, mereka menciptakan senyum diwajah masing-masing. Detik itu, terciptalah sebuah foto yang memperlihatkan senyum enam orang anak remaja, menutupi kekhawatirannya dengan tersenyum dan dibalik senyuman itu pun terdapat perasaan takut ditinggalkan.

Foto yang ia lihat dengan tersenyum, berharap bahwa sebenarnya ia menginginkan dirinya ada disana, bersama enam remaja yang mungkin akan lebih mewarnai hidupnya. Namun Joshua sadar, orang yang tidak puas dengan hasil saat ini adalah orang yang akan menjadi serakah. Joshua menatap teman barunya, menyuruhnya untuk mengambil foto lagi. Bahkan Naufal langsung mengambil kameranya lagi, mendorong Joshua untuk segera masuk keformasi, duduk disebelah Zuyuna dan Imam pindah kebelakang disamping Naufal. Naufal membalikkan kameranya, kemudian duduk didepan Joshua, namun agak diberi jarak. Ia mengangkat tangannya tinggi, menyuruh mereka untuk segera berpose. Lalu dalam hitungan ketiga, sebuah foto terlahir lagi, dengan satu orang laki-laki yang menyembunyikan senyumannya karena takut untuk meninggalkan sesuatu yang ia punya disini.

***

Jina sudah menghabiskan potongan kue terakhir miliknya, lalu bersender dibahu Zuyuna yang kini gadis itu pun sudah tak kuat untuk makan makanan yang mereka bikin. Brian sibuk bermain game bersama Naufal dan Arjun, sementara Imam sudah terbaring diatas ayunan tali. Ia mencari-cari Joshua, melihatnya tengah sibuk memberi makan kucingnya dikandang. Zuyuna bangun dari duduknya, meninggalkan Jina yang tengah memainkan ponselnya.

"Besok berangkat jam berapa?" tanya Zuyuna tiba-tiba begitu ia berjongkok disamping Joshua. Laki-laki itu menoleh, "Jam lima," jawabnya lalu kembali melihat kearah kucingnya, sibuk mengelus bulunya yang lembut dan tebal.

"Makasih.." lirihnya pelan, namun terdengar jelas ditelinga Zuyuna, sontak membuat senyumnya terukir tipis diwajahnya.

"Jadi besok, ya..." Zuyuna menghela nafas.

"Akhirnya kebebasan seorang Joshua datang..." sambungnya sembari menatap langit hitam diatasnya dan tersenyum. Joshua ikut tersenyum.

"Bukan karena besok aku bebas, aku bisa bebasin kamu, ya?" goda Joshua kemudian mencubit hidung Zuyuna pelan, membuat gadis itu tersenyum malu lalu melihat kearah kucingnya.

"Masa depan kita masih panjang dan aku yakin, suatu hari nanti aku bakal bikin jalan yang nyaman buat kamu. Karna dijalan dunia ini, semua orang bisa tersesat, kan?" Joshua menipiskan senyumannya, terlihat Zuyuna yang kini menoleh kearahnya dengan matanya yang berbinar.

Gadis itu menunjukkan tangan kanannya, melipat empat tangannya dan memperlihatkan jari kelingking, kemudian tersenyum. "Bahkan kalo waktu kita melambat, kita bisa ketemu lagi, kan?"

Joshua tersenyum, lalu mengangguk dan mengaitkan jari kelingking dijarinya Zuyuna. Janji yang dibuat malam itu, seakan terasa seperti ragu. Ragu apakah mereka akan mampu untuk bertemu, karena mereka pun juga takut dengan waktu dimasa depan. Janji yang terlihat seperti omong kosong, namun dibalik itu semua ada harapan yang sangat besar bahwa mereka masih ingin bersama. Bersama menciptakan sejarah bagi mereka berdua dan akan terus terkenang.

Iya, karena mereka hanyalah sosok remaja yang baru saja keluar dari kata tersesat dijalan yang asing ini.

***

Zuyuna bangun dari tidurnya karena mendengar kicauan burung yang berisik. Ia membuka mata, melihat langit yang masih gelap. Baru tersadar bahwa mereka menginap dan tidur dirooftop, alasannya karena biar menantang. Ia mengambil ponsel, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul lima. Dengan cepat, gadis itu membangunkan teman-temannya, mengatakan bahwa Joshua sepertinya akan pergi.

Mereka dengan cepat memasuki rumah, turun dari tangga dan mendengar suara motor dihalaman depan yang sepertinya akan siap berangkat. Zuyuna melihat orang tua Joshua yang baru saja memasuki rumah, seakan menahan tangis. Dengan cepat mereka semua keluar dari rumah, memanggil Joshua yang motornya hampir saja hilang dibalik tikungan. Namun akhirnya motor itu berhenti, Zuyuna langsung berlari kencang, meninggalkan teman-temannya yang sepertinya masih mengantuk.

Gadis itu berhenti didepan motor Joshua, membuat Joshua membuka kaca helm-nya, terlihat sudut matanya yang terangkat, seakan ia tengah tersenyum dari balik helm tersebut. Kali ini, Zuyuna benar-benar tak bisa membohongi dirinya sendiri. Ia menangis, meneteskan air matanya, namun sudut bibirnya terangkat, menciptakan sebuah senyuman dibawah tangisnya. Sungguh, menurut Joshua, ekspresi itu adalah ekspresi terindah yang pernah Zuyuna tunjukkan.

Ia menyingkir dari depan motor, berdiri disebelah Joshua, memegang bahunya dan memeluk Joshua dari samping sembari mengeluskan punggungnya. Dingin. Walaupun Joshua memakai jaket. Tubuh itu terasa dingin baginya.

"Jangan lupa pulang, Kak..." lirih Zuyuna yang menjadi ucapan terakhir darinya untuk Joshua dipagi buta itu. Kalimat terakhir sebelum akhirnya Joshua benar-benar menghilang dibalik tikungan dan tak tahu kapan ia benar-benar akan kembali. Namun janjinya semalam, membuat Zuyuna masih berharap, bahwa suatu hari nanti mereka akan kembali bersama. Joshua akan kembali menemukan jalan pulangnya dan Zuyuna akan mengantarkannya kembali kedalam rumah. Pasti. Walaupun mereka tak tahu kapan hari itu akan terjadi.

--- To Be Continued ---







waw, ga kerasa Home bentar lagi tamat hehehe.... buat kalian yang baca cerita ini, terima kasih banyak banyak huhu T^T aku kaget banget saat tau udah lebih dari 500 orang yang baca hiks... kedepannya, dukung terus Arjun dan Zuyuna sampe 1000 ya!!!!!

Home (Tzuyu TWICE - Jun SEVENTEEN) ✔Where stories live. Discover now