Chapter 2 - The Day We Met

399 86 460
                                    

Januari 2018

Hari Senin identik dengan kesibukan orang-orang yang berbondong-bondong membuka paginya dengan keluhan. Pagi ini gerbang masuk British Internasional High School ramai dihiasi jajaran mobil mewah keluaran terbaru dan bisa ditebak jika jumlah tiap mereknya paling hanya beberapa biji di dunia.

Itu bukan pameran mobil, sudah menjadi pemandangan umum di kawasan British High School karena memang dikenal sebagai sekolah anak-anak orang kaya dan pejabat. Berdiri sejak tahun 1997, sekolah ini menjadi salah satu sekolah internasional jenjang SMA terbaik di Indonesia. Memiliki enam gedung utama bergaya Eropa dengan struktur bangunan serba besar dan tampilan eksterior modern bak istana. Megah dan mewah membuat siapa saja merasa seperti berada di negeri dongeng.

Tak hanya eksterior yang menarik, interior sekolah juga tak kalah mengagumkan. Dinding didominasi oleh kaca yang membuat cahaya alami dari luar mempercantik bagian dalam gedung. Di sekeliling sekolah dihiasi tanaman hijau dan kolam air mancur yang menyejukan. Semakin nyaman dengan adanya gazebo yang sering dijadikan tempat bersantai dan berkumpul para siswa.

Kini giliran mobil Mercedes Benz Exelero berhenti di depan gerbang sekolah. Di dalamnya sudah rusuh oleh suara perdebatan antara saudara kembar.

"Ayo, buruan kita udah hampir telat," kata gadis yang dikepang dua dengan seragam, rompi, dan jas sekolah yang rapi. Khas dandanan anak cupu yang kutu buku.

"Elah santai aja kali, Sa. Masih ada 10 menit sebelum upacara. Disiplin amat hidup lo!" balas Clarissa adiknya.

Berbeda dengan sang kakak, dia lebih peduli dengan penampilannya. Rambutnya digerai tampak halus, matanya jernih penuh percaya diri, dan wajahnya dipoles make up tipis. Bibirnya pink cherry menjadikan dia terlihat makin menawan.

"Ini 'kan salah kamu! Kenapa harus kesiangan segala. Mr. Yuta, kita berangkat dulu, ya. Makasih." Larissa berpamitan pada Mr. Yuta asisten pribadi mereka dengan membuka pintu mobil tak sabar.

"Iya, Nona. Saya pamit." Mr. Yuta melajukan mobil menjauhi gerbang sekolah.

Larissa masih berjalan tergesa-gesa dengan menggandeng Clarissa yang santai, tidak merasa cemas akan terlambat. Langkahnya bahkan terseret karena terus ditarik. Sampai di koridor utama, siswa lain sudah berjalan menuju lapangan untuk upacara. Suara Mr. Edwin selaku kepala peneguh disiplin siswa dari pengeras suara terdengar, yang mana memerintahkan semua siswa untuk menyiapkan diri.

"Aduh! Ayo, Cla. Taruh sini aja tasnya." Larissa segera mencari topi upacara, lalu langsung memakainya dan meletakan tasnya. Di sampingnya ada Clarissa yang panik karena tidak menemukan topinya.

"Kenapa? Jangan bilang ga bawa topi?" tanyanya sambil melihat wajah adiknya.

"Ah, udahlah dihukum pasti," balasnya pasrah.

"Kok, bisa sih, kamu teledor banget. Udah tau hari Senin upacara!"

"Gue ganti tas."

Sekali lagi terdengar suara Mr. Edwin yang membuat perdebatan keduanya berhenti. Mereka kompak terlonjak dari tempatnya.

"Ayo! Selow aja 'kan gue yang dihukum." Menarik Larissa dengan langkah panjang untuk mengejar waktu.

"Ini pakai." Larissa memakaikan topinya di kepala Clarissa. Dia tahu jika adiknya ini mudah sakit, apalagi tadi belum sarapan karena mengejar waktu. Sebenarnya dia juga belum makan apapun, tapi sudah minum susu. Anggap saja sudah sarapan, jadi kalau dihukum dia lebih kuat daripada adiknya.

Kini Larissa sudah berlari ke barisan anak-anak yang melanggar aturan karena atributnya tidak lengkap dan terlambat.

"Eeeehh, Sa! Larissaaaa!" teriaknya yang menjadikannya pusat perhatian. Enggan lebih lama diperhatikan, mau tidak mau dia menuju barisan kelasnya.

Paris Changed My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang