Chapter 6 - Cool Boy

220 75 296
                                    

Setelah mendapat pesan dari nomor yang tidak dikenal, Larissa merasa risi. Apalagi orang itu mengaku menjadi pacarnya. Maka dari itu, dia memutuskan untuk mengabaikan pesan tersebut dan bercerita pada sahabatnya yang dijuluki sebagai social butterfly.

"Jadi, itu Kak Anson?"

Ale yang mendengar cerita prahara perebutan kalungnya kemarin menebak jika orang yang mengirimi Larissa pesan adalah Anson. Ale sendiri kenal banyak anak di sekolah ini. Mirip pegawai sensus British. Kalian tanya nama OB di sekolah pasti Ale juga tahu. Dia anak yang mudah berbaur, tak memandang siapa dan usia.

Sifat Ale yang seperti itu membuat Larissa suka berteman dengan Ale. Dia tak anggap Larissa sebagai gadis culun dan introvert. Tidak juga membeda-bedakan kewarganegaraan. Saking friendly-nya, dia punya teman yang mengaku gay. Gila! Pikir Larissa, circlenya Ale luas banget.

"Ya, kayanya, aku biarin aja," ucapnya sambil makan rendang.

Di kantin BIHS tersedia berbagai menu makanan Indonesia sampai negara lain yang tiap harinya digilir. Tentu dengan pemilihan gizi yang seimbang. Ada juga aturan yang mewajibkan siswa-siswinya membawa bekal setiap hari Jumat.

"Ehh, ada pacar. Kenapa chat gue ga dibales sih?"

Larissa kaget mendengar suara itu. Ternyata ada anak-anak dream dan satu gadis cantik di dekat mejanya.

"Lo punya cewek lagi?" tanya si gadis yang bukan lain adalah Alyssa.

"Iya!"

"Bukan!" Anson dan Larissa menjawab bersamaan.

"Iya. Dia kemarin nembak gue. Jadi kita pacaran mulai kemarin."

"Ituu ..." Larissa tak berani menjawab dan meluruskan saat melihat anak-anak dream terutama kakak kelas yang dingin itu menatapnya. Dia jadi ciut.

"Ayo!" kata si cool boy sambil melangkah. Ya, Larissa memutuskan memanggilnya cool boy karena tak mengetahui namanya. Mendengar suara itu, anak dream ikut pergi menyisakan Anson yang memilih duduk di samping Larissa.

"Kenapa lo gak ikut pergi?" tanya Ale.

"Kan gue pengen makan sama pacar sendiri."

"Stop main-mainnya. Larissa bukan cewek yang bisa lo mainin."

Anson tersenyum penuh arti. "Siapa yang main-main, Quena?"

Mendengar Anson memanggil Ale dengan nama Quena, Larissa jadi curiga.

"Gue tau tabiat lo," tandas Ale dengan suara dan wajah datar.

"Hmmm ... apa lo masih belum bisa lupain gue? Lo cemburu gue sama Larissa?" kata Anson dengan sedikit mencondongkan tubuhnya ke Ale.

"Stupid. Lo pikir gue butuh orang kaya lo di hidup gue? Sekali enyah ... enyahlah."

Atmosfir di meja ini berubah tegang. Larissa bingung sendiri. Tak biasanya Ale bersikap seperti ini pada orang. Melihat situasi sekarang, pasti mereka pernah ada apa-apanya. Dia harus melakukan sesuatu.

"Kak Anson." Suara lembut Larissa mengakhiri aksi tatap-tatapan tajam keduanya.

"Ya?" Anson menengok ke arah Larissa dan tersenyum. Melunturkan wajah kakunya tadi.

"Maaf ya, semalam ga aku bales. Aku bingung dan ga tau dari siapa. Aku 'kan ga punya pacar." Menatap Anson dengan ekspresi layaknya anjing kecil yang lucu. Membuat Anson lagi-lagi tersenyum.

"Iya, gapapa," balasnya sambil mengelus sisi kepala Larissa. Entah kenapa dia ingin melakukan ini. "Sebenernya, ada yang pengen kenal sama lo tapi gengsi."

Paris Changed My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang