BAGIAN SEPULUH | OJOL, RS, DAN DARAH

65 34 13
                                    

"Untuk dihargai oleh orang kita harus punya banyak uang dan tampan yang tidak terkalahkan. Barulah kita akan di hargainya.

Tetapi, untuk terlihat tinggi di mata-Nya kita hanya harus punya kerendahan hati dan kecantik kan di dalam diri."

12 Juli 2o2o

H A P P Y R E A D I N G

————————————————————

Hari semakin sore Nesya sedari tadi masih duduk diatas motor abang ojol tersebut. Sedari tadi mereka berdua belum berhenti di sebuah perhentian manapun.

Nesya sudah mengirim kan pesan teks kepada Fares untuk segera menemui dan menjemputnya.

"Mbak ini gerimis, mau neduh dulu atau lanjut jalan Mbak?" tanya ojol tersebut.

Tidak ada sahutan yang diterima oleh Ajisaka Mahamar—si Driver online.

Aji memilih untuk berteduh di pingggir jalan yang terdapat sebuah pondok yang sudah banyak diisi oleh pengguna jalan lainnya untuk berteduh dari rintik hujan.

Saat Aji, men-standarkan motornya dan turun ia melihat wajah penumpangnya yang basah karena air. Entah air mata atau air hujan.

"Mbak," panggil Aji " Mbak nangis?" tanya Ajisaka.

Nesya mengusap kedua pipinya yang berair tersebut.

"Emangnya hutang Mbak sama rentenir itu beneran banyak? Emang berapa Mbak? Kali aja saya bisa bantu." timpal Aji.

"Jangan panggil gue Mbak, nama gue Nesya. Kita sepertinya seumuran." ucapnya masih menahan tangis dan pilek yang tiba-tiba melandanya sedari ia menangis tadi.

"Saya Ajisaka Mahamar, panggil aja Aji." beritahunya.

Nesya mengangguk. Dan, membaca sebuah pesan yang masuk di ponselnya. Si pengirim pesan memberi tahu tentang keberadaannya.

Setelah, Nesya membalas pesan tersebut ia beralih kepada si driver online tersebut yang baru saja diketahui namanya Aji.

"Ngomong-ngomong gue nangis bukan gara-gara utang ya! Terus yang dirumah gue tadi bukan rentenir tapi dia memang ngeselin orangnya kayak rentenir." kata Nesya.

"Jadi, laki-laki itu siapa mbak eh, Nes?"

Bukannya menjawab Nesya malah melanjutkan tangisannya tadi yang sempat terhenti dan parahnya lagi tangisannya sekarang dapat di dengar oleh semua orang yang berteduh di sekitar.

Aji terkejut. Bukan masalah pusingnya melihat Nesya menangis, ia takut pikiran orang-orang disekitarnya ini. Bisa-bisa dia di amuk massa kalau orang berpikirnya negatif.

"Mbak, aduh. Nes jangan gini orang ngeliatin kita. Nangis boleh tapi volumenya kecilin dikit, gak lucu kalo saya di gebukin hujan-hujan gini."

Nesya mendengarkan ucapan Aji, ia melihat orang dikelilingnya. Memang benar, tatapan mereka melihat Aji seperti ingin membaku hantam.

Nesya benar-benar mengecilkan mode suaranya dan mengubah juga metode tangisannya menjadi sesegukkan.

"Sorry," cicit perempuan yang berstatus pelanggannya tersebut.

"Kalau saran saya sih, jangan di buat bodoh sama laki-laki. Kalau dia nyakitin tinggalin aja. Kamu juga gak jelek pasti bisa dapet lebih dari dia lagi." saran Ajisaka.

Nesya mengeluarkan satu lembar uang berwarna biru dari dalam dompetnya dan memberi Aji.

"Mbak, saya ngasih saran gak butuh imbalan saya ikhlas lahir batin." Aji terpelongo, baru saja dia memberikan nasihat yang seperti ia pernah tonton di FTV di televisinya dan sekarang ia di beri uang lima puluh ribu. Kalau begini, Aji rasanya ingin berhenti menjadi ojek online dan beralih pekerjaan menjadi penceramah untuk orang baru saja putus cinta. Seperti klien pertamanya ini, Mbak Nesya.

MADE FOR EACH OTHER [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang