Randomly

106 27 245
                                    

Hi semuanya. Sebelumnya aku disclaimer dulu ya, chapter ini agak panjang dan mungkin membosankan. Ga ada yang bikin kaget atau deg²an. Kalo menurutku ini flat banget banget guys, dan aku juga mau minta maaf banget ke kalian kalo ga ada feel, at least aku udah usaha untuk tetap update.

Jujur aja, akhir² ini moodku swing banget. Pusing juga harus gimana, mau ga nulis tapi aku gamau bikin kalian nunggu lama. Jadi aku harap kalian juga ga berekspetasi terlalu tinggi dan tetep baca cerita ini gimana pun alurnya.

Ok deh, segitu aja dulu. Happy Reading ya~

















.

.

.

.

.

.



Terik surya meninggi bak tepat di atas kepala, sengit menusuk kulit manusia yang nekat menerjangnya. Tapi jika dilihat dari pijak gadis bernama Kim Nina, sepertinya baik siswi maupun siswa tampak menghindari sinarnya. Terbukti dari mereka yang memilih berjalan memutar menyusur koridor, ketimbang harus memotong langkah mengarungi panas lapangan outdoor.

Gadis itu mengerjap sedikit memundurkan awak kala dirasa bias baskara menembus kaca di hadapannya. Saat ini ia tengah berdiri di lorong penghubung antara gedung B dan gedung A, sekadar menunggu pemuda yang beberapa saat lalu menawarkan diri untuk pulang bersama.

Pemuda itu bilang akan lekas menyusul selepas mengunjungi ruang kerja sang papa, berniat menjelaskan perkara lalu yang menimpa pemuda Park hingga ia harus dilarikan ke rumah sakit tersohor dengan penanganan terbaiknya di pusat kota. Tapi kenapa lama sekali, ya?

"Kak Nina?"

Gadis pemilik asma menengok hulunya, merekahkan labium lembut pada gadis berkacamata bulat yang menyapa. Perlahan tubuh mungil itu melangkah mendekat sembari selangkanya yang melambai singkat.

"Kenapa belum pulang?" Gadis Lee bertanya.

Sepintas melirik pada ransel merah di punggung si gadis lantas mengulum bibir, Kim Nina tampak berpikir. "Menunggu Renjun," ia menyengir.

Dia— Lee Mira— mengangguk paham. Namun, bukan berarti kecamuk di dadanya jadi redam. Jika memoarnya berputar cepat ia sungguh ingin menerus kesal pada si pemuda Huang. Mengingat karenanya sang kakak kini harus di dera hukuman.

Ah, tapi itu kan salah Mark sendiri.

Omong-omong soal hukuman. Ketiga pemuda itu, —Lee Mark, Na Jaemin, dan Lee Jeno— menerima sanksi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Berupa surat peringatan, panggilan wali murid, skors selama satu pekan, pekerjaan relawan membersihkan lapangan basket indoor selama tiga hari -setelah masuk sekolah- berurutan, dan diberi tambahan dua hari untuk Mark yang ditetapkan sebagai otak dari perundungan.

Tidak perlu khawatir sebab agaknya mereka sudah terlihat jera, simpulan Renjun memang benar adanya. Coba kalau ketiganya benar-benar di drop out saat itu juga, sudah pasti akan ada peperangan benci antara ia dan Lee Mira, atau bahkan juga Kim Nina. Yang satu membela Lee bersaudara, yang satu membela pemuda Na.

Ingat tidak, saat gadis Kim itu menginterupsi pemuda Huang agar tak melulu memijak pada kuasa. Huang Renjun langsung dibuat runtuh egonya.

"Lee Mira!" Jauh di balik tubuh Kim Nina terdengar suara bergema. Membuat kedua gadis yang semula berkutat dengan nala kini berpindah atensinya.

Semesta √Место, где живут истории. Откройте их для себя