Semakin Pelik

82 20 147
                                    












Happy Reading♡

.

.

.

.

.

Putaran waktu melambung pesat pada enam puluh lima jam setelahnya, sayangnya masih ada sekat yang tak bisa atau bahkan tak ingin untuk menerima. Pelik sekali memang jika dipindai dengan logika, hanya manusia berhati besar yang mudah ikhlas dengan alur semesta.

Harap untuk tidak bertanya perihal bagaimana keadaan keduanya, sebab terlalu kalut hingga lupa bahwa telah berjarak dengan tombol otomatis yang turut terjeda.

"Presdir Huang bilang apa?" Pemuda bersurai kemerahan meluncur tanya lepas tertangkapnya wujud seorang gadis yang baru saja keluar dari ruangan di hadapannya.

Kendati menjawab, si gadis memilih bungkam bersama nalanya yang ubah menjadi gelap. Netranya menatap lurus pada paras tampan yang memaku dengan kelopak mengerjap.

"Kau tidak membuat masalah, kan?" Tanya pemuda itu lagi.

Gadis Kim menggeleng singkat, enggan berbagi pikiran pada si sahabat. Cukup beruntung ia masih memiliki pemuda Na yang tak jua beranjak, meski tahu bahwa cirtanya di sekolah telah rusak. Berteman dengan anak pembunuh.

Ya. Selain waktu, fakta satu itu pula melesat cepat melalui mulut ke mulut. Ribuan pasang telinga telah menangkap dengan gumpalan emosi yang ikut tersulut. Menyerang gadis Kim secara verbal dan fisik dengan bersungut-sungut. Bahkan grup chat kelas telah ubah jadi area menuding hujat sahut-menyahut.

"Nin, ceritakan padaku semuanya, ya? Apa pun itu, akan aku dengarkan, okay?" Pinta Na Jaemin yang segera dibalas segaris senyum tipis Kim Nina yang sengaja ia paksa.

Tentu saja Na Jaemin khawatir, sebab ini adalah hari kedua ia baru kembali memijak bangunan sekolah, namun sudah dibuat ketar ketir. Tak mengerti insiden apa yang terjadi saat ia tak hadir, juga kenapa pasang netra setiap siswa menatap gadis Kim sengit dengan buai seruan menyindir.

Berniat melerai jarak lebih dulu namun langkah gadis mungil itu berhasil dibuat tersendat, oleh sosok pemuda yang kini kian meniliknya lekat-lekat.

Pemuda yang harus dihindarinya, sebab rasa bersalah yang semakin membumbung dalam benaknya.

Walau segala rasa menolak, sekuatnya batin memijak agar tak sampai kembali luluh lantak. Biar dikata munafik karena nyatanya ia tetap ingin mendekat, sekalipun pemuda bersurai pekat jelas memahami bahwa hubungan mereka kini sudah bersekat.

Sederhananya, mereka masih saling ingin namun tak tahu harus kemana hubungan itu tergiring? Sikap apa yang harus mereka ambil di atas luka si pemuda pula hubungan mereka yang baru saja terjalin?

"Ayo, Na!" Titah Kim Nina seraya mengamit jemari pemuda Na lantas menariknya menjauh. Meninggalkan pemuda yang adalah bahagianya dengan hulunya tertunduk seolah rapuh.

.

.

.

.

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Semesta √Where stories live. Discover now