Ego dan Garis Semesta

118 21 187
                                    

• harap teliti, bisa jadi yang aku italic itu sebuah clue
















Happy Reading♡


.

.

.

.

.


Senada di hari yang sama, kala mentari menggantung antara pukul dua dan tiga, seorang pemuda menilik gusar pada pemuda lain yang kini melangkah menghapirinya. Tangannya tak berhenti bergerak bersama dengan sebuah alat pel yang turut melekat di sana.

Dua belas sekon yang lalu, kedua kawannya telah melenggang selepas mengerjakan bagian masing-masing lebih dulu. Sedang ia tetap memilih berada di situ sebab sebuah alibi yang mana kedua kawannya pemilik marga Lee itu tak perlu tahu.

Huh, membersihkan lapangan indoor sekolah cukup melelahkan agaknya, terbukti dari bulir keringat yang mengucur dari dahi pucatnya

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Huh, membersihkan lapangan indoor sekolah cukup melelahkan agaknya, terbukti dari bulir keringat yang mengucur dari dahi pucatnya. Alat pel yang semula berada di tangan, kini sudah ia lepaskan hingga terantuk pada lantai tatkala pemuda tadi telah berdiri di singgungnya dengan sempurna.

Ubah tangannya menjejal pada saku celana kain dengan seragamnya yang terlihat sedikit kurang rapi, sengaja di keluarkan, dengan dasi yang tak dipakai. Disimpan dalam saku bawahannya, pula tanpa jas almamater karena jas itu tentunya masih digunakan oleh Kim Nina.

"Ada apa?" Tanya pemuda pemilik surai gelita.

"kenapa kau memukul Haechan?"

"Bukan urusanmu!"

Sebelah alis pemuda Na terangkat, memerhati beberapa titik pada wajah pemuda di hadapannya lekat, "Kau belum mengobati lukamu?"

"Bukan urusanmu!" Ketus si lawan bicara usai sebelumnya menguar decakan dari lidahnya. Tangan kurusnya tergerak menyentuh luka sobek di bibir bawahnya, sedikit perih tapi darahnya sudah mengering, pikirnya, ya sudah tak apa.

"Kenapa? Kau ingin Kim Nina yang mengobatimu??"

Huang Renjun mendengus lalu lanjut mendekih samar, "Tentu saja—" ia menghela untuk memberi jeda, "Tapi kau berhasil merebutnya, benar, kan?"

Bagai tersulut selera humornya, pemuda Na terpingkal dalam tawanya. Iramanya menerus edar ke tiap-tiap penjuru ruangan tanpa perlu pengeras suara, menggema hingga terdengar gaduh di rungu pemuda yang menyemat tanda sebagai rivalnya.

"Kau pikir aku sudah menang?" Begitu kata Na Jaemin selepas meredam gelaknya.

Sementara pemuda Huang membentuk gestur sepasang alisnya mengerut dan saling bertautan. Tertahan dalam kegiatan mencerna semua rangkai ujaran. Terkanya pemuda Na sedang bergurau perkara ia yang bertanya demikian. Bukankah sudah jelas, Kim Nina telah berpindah rasa kepadanya?

Semesta √Место, где живут истории. Откройте их для себя