||04||

5.3K 1.1K 250
                                    

"Darah?!?"

Sungchul terlonjak kaget. Tangannya bergetar hebat menunjuk sosok serba hitam di hadapannya. Sedikit demi sedikit melangkah mundur menjauh.

Dug!

Sayang seribu sayang. Punggung Sungchul membentur dinding. Ia mulai ketakutan. Sungchul terjebak, tak ada celah ia melarikan diri. Buruknya lagi sosok itu kian mendekat.

"Berhenti di sana! Jangan deketin gue!! BERHENTI!!" perintah Sungchul histeris. Matanya memerah perih. Cairan bening meluap di pelupuk.

Seolah menurut, sosok tersebut berdiri diam. Satu meter saja jarak di antara keduanya. Tangannya terangkat, mengulur ke arah Sungchul.

Sungchul memejam rapat. Ia tak berani. Rasa takut mengendalikan dirinya. Bibirnya bergetar mengalunkan doa. Apapun yang terjadi, Sungchul sudah pasrah akan takdirnya.

Plak!

Plak!

Plak!

"Lo kenapa, hah?!? Kerasukan Jin Amrik?!? Sini bilang, nanti gue sewain dukun. Biar bersih jiwa raga lo."

Hah? Langsung Sungchul membuka mata. Mengedip-ngedip kebingungan.

Jimin, pria pemakai kaos berlengan panjang dengan celana longgar, dipadukan topi berbordir lambang batman, semua yang dikenakannya berwarna hitam. Jimin meringis, terus menampar anggota tubuhnya sendiri. Banyak nyamuk yang hinggap. Jimin emosi.

"Bang Jimin! Jidat lo berdarah!!" pekik Sungchul heboh.

Jimin usap jidat lebarnya. Saat dilihat, secuil noda merah membekas di telapak tangan.

"Bego! Ini darah nyamuk!" semprot Jimin pas di mukanya Sungchul.

"Itu darah lo, Bang! Nyamuknya tadi nyedot dari jidat lo!" sentak Sungchul berpendirian teguh.

"Emang ini darah gue! Tapi, kan, udah di hak milik sama si nyamuk! Otomatis darah ini udah jadi miliknya si nyamuk! Gue udah nggak ada urusan lagi sama itu darah!" balas Jimin membentak.

"Tetep aja itu darah lo sendiri, Bang Jimin! Bego! Disekolahin nggak, sih?!?" cerca Sungchul masih tak terima.

Jimin melotot bengis. "Kenapa jadi ngehina gue lo?!? Ayo sini maju, kita baku hantam sampai titik darah penghabisan!" tantang Jimin menggulung lengan bajunya. Ancang-ancang memasang kuda-kuda.

"Ayo! Dikira gue takut apa?!?"

Dengan beraninya, seakan ia petarung handal, Sungchul berpose ala-ala petinju internasional. Kedua tangan mengepal kuat, bersiap menjotos kalau-kalau serangan datang.

Tap! Tap! Tap!

Tak jadi. Dua anak itu cepat-cepat bersembunyi mendengar bunyi langkah kaki seseorang tiba. Dikira aman, mereka berlindung di bawah pohon beringin. Letaknya juga agak jauh, jadi masih ada keberuntungan mereka tak ketahuan.

"Gara-gara debat soal darah, kita sampai lupa kalau lagi main petak umpet sama Jaeho," bisik Jimin mengamati cermat eksistensi Jaeho di kejauhan depan sana. Sibuk celingak-celinguk mencari sesuatu. Sudah pasti tengah mencoba menemukan dirinya dan Sungchul.

"Elu, sih, Bang, dibilangin ngeyel banget. Udah gue kasih tahu kalau itu darah lo bukan darahnya si nyamuk." Sungchul memulai debat lagi.

"Sungchul diem, ya? Kalau nggak mau diem Abang jotos nih pake batu," ancam Jimin lembut seraya memegang batu ukuran kepalan tangan.

Mulut dikunci, Sungchul lebih milih diam. Jimin kalau marah mengerikan, lagian juga waktunya nggak pas. Mereka berdua harus menjaga agar tetap tak terpergok Jaeho. Kalau enggak permainan ini akan dimenangkan Jaeho, dan duit bulanan mesti dikorbankan jadi taruhan.

KOST LAND ||KAMAR 13||Where stories live. Discover now