||08||

3.6K 896 130
                                    

+62-786-0986-xxxx
Bisa ke gudang? Tolong, kaki gue kejepit. Nggak bisa gerak sama sekali. Tolong, di sini gelap .... Sakit juga.
-HJ




Cemas, tak bisa berpikir jernih. Dikamarnya Jaebeom mondar-mandir gusar. Menit lalu pesan itu didapatnya. Jaebeom bingung sekaligus takut. Apa yang harus dilakukannya? Keluar atau tetap tinggal.

"Gimana, nih? Bantuin nggak, ya? Hish, kenapa gue ngerasa nggak enak gini, sih?! HJ siapa, cobak?!"

Mata Jaebeom melirik jam dinding. 12.15 malam. Kekhawatirannya kian meningkat. Ia terduduk cemas memainkan ponsel, masih menampilkan pesan itu.

"Udah jam dua belas lebih, apa enggak apa-apa kalau gue keluar? Dimarahin enggak, ya?" Jaebeom bimbang. Di satu sisi ia ingin bergerak, di sisi lain sedikit ragu, mengingat satu hal.

"Pertama, harus izin ke pemilik kamar kalau ingin masuk. Jangan lupa ngucapin salam terus ketok pintu. Kedua, nggak boleh berkeliaran malem-malem di atas jam 12 ....."

"Gue bingung!" gerutu Jaebeom mengacak rambut.



+62-786-0986-xxxx
Nggak mau, ya? Nggak apa-apa, kok. Semua orang emang sama aja, nggak punya hati :)
-HJ




Alisnya tersentak bersama-sama. Jaebeom mendelik menahan napas.

"Bukannya nggak mau, Bambank. Kalau ketahuan, ada yang lihat, anak baru keliaran malem-malem, trus gue diamuk. Lu mau tanggung jawab?" Jaebeom mencak-mencak di depan layar ponsel. Ia merasa kesal.

Pikirannya berputar. Jaebeom bangkit menghampiri pintu. Ia sudah memutuskannya dengan matang.

"Kalau dia kenapa-kenapa, gue juga yang salah. Lagian itu orang ngapain coba malam-malam di gudang? Nyari tikus?" Segera Jaebeom mengenakan jaketnya. Hawa malam ini dingin.

"Sebentar aja, kalau udah selesai langsung balik. Kalau ketahuan yang lain, tinggal ngomong seadanya. Yang penting jangan berisik, gangguin orang bobok."

Angin malam menyambut begitu Jaebeom membuka pintu. Perkiraannya betul, udaranya sangat dingin. Pelan-pelan ia keluar, hati-hati menutup pintu. Ponselnya ditaruh begitu saja di atas kasur. Mungkin ia tak memerlukannya. Padahal, sebaliknya.

"Ampun, dingin banget." Jaebeom memeluk diri. Hanya dengan jaket saja belum cukup menghangatkan tubuh.

"Gue bilang aja kali, ya, sama anak yang lain, biar ada yang bantu." Jaebeom berpikir sebentar menimbang-nimbang. "Nggak, jam segini semua pasti udah pada tidur. Yang ada gue mengganggu."

Tungkainya melangkah lamban, mencoba tak mengeluarkan suara. Sudah beberapa pintu kamar dilewatinya. Sunyi dan gelap. Cahaya jingga jatuh menimpa setiap langkah Jaebeom. Gesekan dedahanan mengusik telinga, bulu kudu berdiri. Pandangan Jaebeom menjelajah mengitari halaman kost-kostan. Suasananya sangat berbeda dari siang hari. Rasanya ada puluhan pasang mata tengah menatapnya tak suka.

Jalannya dipercepat memotong arah. Jaebeom tak kuasa lagi, ia ingin ini segera selesai.

"Ayo-ayo, sebentar lagi nyampe."

Bruk!

Sesuatu menjegal, seketika Jaebeom terjelembab jatuh. Ia meringis, langsung dia menyangga tubuh. Perih menyebabkan ia memejam sesaat. Kontan pupil matanya membesar.

Pemandangan paling mengerikan di depan mata.

"SETAAAAANNN.... Pfftttt...."

KOST LAND ||KAMAR 13||Where stories live. Discover now