Chapter 4

10K 711 26
                                    

Iris membuka pintu ruangan itu dan segera menutup pintunya. Tampaknya Aldric memang memiliki kebiasaan tidak pernah mengunci pintunya. Entah karena memang tidak ada yang akan hilang yang perlu dia takutkan. Atau memang dia memiliki pengamanan yang cukup luar biasa hingga dia tidak perlu lagi mengunci kamarnya. Yang mana saja, Iris tidak ingin memikirkannya. Dia cukup mencari cincinnya dan cukup. Dia aman. Itu saja.

Dia berjalan ke salah satu kamat. Tempat di mana kamar pria itu berdaya. Terkejut gadis itu saat menemukan kalau kamar itu masih sama persis dengan saat dia meninggalkannya. Hanya bedanya tidak ada pria di atas ranjang. Apa Aldric sengaja tidak meminta orang membereskan kamarnya? Kenapa?

Gadis itu menggeleng dengan cepat. Dia menarik karet gelangnya dan mulai menguncir tinggi rambut panjangnya yang lurus. Dia perlu banyak tenaga untuk mencari benda itu.

Setelah selesai dengan dirinya, dia mulai sibuk menatap semua arah. Menuju nakas dan tidak ada. Dia tidak melepaskan cincin itu jadi pasti jatuh ketika dia dan Aldric saling menikmati.

Matanya menuju ke ranjang. Menyibak selimut itu untuk membuat jantungnya kembali mencelos. Melihat warna merah di atas ranjang yang membuat dia rasanya ingin berduka untuk dirinya.

Dia diam menatap darahnya sendiri. Harusnya dia menangis sejak dia pertama melihatnya pagi buta itu tapi dia terlalu sibuk untuk kabur hingga tidak ada waktu untuk bersedih dengan sebuah darah. Kini saat bebannya sedikit bekurang, rasa dukanya datang tanpa tertahankan.

Dia sudah tidak perawan lagi. Itu jelas bukan kabar buruknya. Dia mempertahankan keperawanan itu sampai 24 tahun usianya. Itu cukup lama.

Tapi lebih sedih lagi adalah dia membuat dirinya tidak perawan lagi dengan bercinta bersama adik suaminya. Tidakkah dirinya begitu ironis sekali? Dia harusnya merasa malu pada dirinya sendiri. Dan juga tidak seharusnya dia bisa tetap bersama dengan Kelvin saat dengan jelas-jelas dia telah mengkhianati pria itu.

Itu tidak sengaja. Dia sudah coba mengatakan itu pada dirinya. Tapi dia tidak bisa berbohong kalau dia menikmati setiap detiknya percintaan pertamanya. Dia sangat menyukai cara pria itu menyentuhnya. Dia sangat gembira tentang bagaimana pria itu memujanya. Segalanya membuat dia lupa.

Suara pintu yang dibuka membuat Iris menatap ke belakang tubuhnya. Dia melotot. Segera mengembalikan selimut itu ke tempat semula. Suara langkah datang mendekat. Dia pasti Aldric. Tidak mungkin orang lain jadi dia tidak bisa tetap di sini saat pria itu bisa saja segera menyimpulkan semuanya hanya dengan menemukannya di sini.

Apa yang bisa disimpulkan orang dengan hadirnya dia di sini. Pasti semuanya akan menyimpulkan hal buruk tentang dirinya.

Tapi dia tidak bisa keluar sekarang. Dia tidak bisa karena pastinya akan ketahuan. Jadi dia mencari tempat untuk bersembunyi sambil menunggu Aldrci selesai dengan apa yang diperlukannya di kamar ini. Setelahnya baru dia akan keluar. Dia akan memikirkannya nanti tentang apa yang akan dilakukannya soal cincin itu.

Dia berlari ke arah lemari dengan tiga pintu. Dia masuk ke salah satu pintu. Banyak pakaian pria di sana namun dia menyibak dan masuk ke sela-sela pakaian itu. memposisikan dirinya berdiri di sana dengan degup jantung yang menguat.

Pintu itu sungguh terbuka. Pintu lemari itu memiliki celah-celah kecil yang membuat dia bisa melihat keluar. Dia melihat pria itu. Dia mengenalinya dengan sangat baik. Dia memang Aldric. Melihat bagian belakang tubuhnya saja, segera dia tahu kalau dia memang Aldric. Untung saja dia bergerak dengan cepat.

Aldric membuka jasnya dan melepaskan kemejanya begitu saja. Terlihat hanya bertelanjang dada dengan langkah tidak tentu di kamarnya. Dia sempat berjalan ke arah kamar mandi namun terhenti saat Iris tidak sengaja menyentuh gantungan baju dan menjatuhkannya satu. Membuat dia menyumpahi kecerobohannya yang tidak mengenal waktu.

Black Passion | Watson #1 ✓ TAMATWhere stories live. Discover now