Chapter 7

8.5K 704 31
                                    

Iris masuk ke kamar mandi. Segera berdiri di depan wastafel. Mengikat rambutnya dengan tinggi dan mulai memastikan tidak ada orang di kamar mandi tersebut. Hanya dirinya. Setelah yakin, dia beberapa kali menghela nafasnya sendiri. Berusaha meredam debar pada jantungnya dan mencoba menenangkan perasaannya yang hampir mengacaukan cara kerja otaknya.

Dia selamat. Entah bagaimana dia yakin kini kalau dia selamat. Melihat bagaimana Aldric bahkan tidak melirik kepadanya membuat dia tahu kalau hanya dirinya yang melebihkan segalanya. Pria itu jelas tidak menganggap lebih apapun yang mereka lakukan malam tadi. Aldric bahkan menganggap Iris mungkin hanya sebuah selingan kebosanan saja.

Tapi memang aneh juga saat Aldric tidak mengungkit masalah itu di depan keluarganya. Tidak banyak yang akan didugakan Kelvin pada hal itu. mungkin Aldric memakai semua itu sebagai senjata suatu hari nanti. Itu menjadi keyakinan yang tertancap dengan kuat di hati Iris juga.

Seperti yang sama-sama mereka ketahui kalau Aldric adalah bom waktu. Tidak akan ada yang tahu kapan waktunya habis dan kapan si waktu itu meledak. Jadi mereka hanya harus mempersiapkan diri.

Gadis itu membuka keran air. Memakai kedua tangannya untuk mengambil air dan membasahkan wajahnya. Dia melakukannya dua kali dan menatap dirinya di cermin. Menghela nafasnya lagi dan rasanya dia begitu ingin memukul sosok di depannya. Sosok lemah yang membuatnya tidak berdaya.

Kenapa dia merasa begitu bodoh saat dia merasa tadi malam adalah hal yang menakjubkan, sementara teman tidurnya hanya menganggapnya angin lalu. Dia bahkan tidak bisa memikirkannya begitu saja tanpa tahu konsekuensi yang ada. Dia harusnya bahagia karena Aldric tampaknya bisa membuat dirinya keluar dari zona merah tersebut. Aldric tidak pernah terlihat bahkan melirik dalam diam. Dia patut bersyukur untuk itu. Tapi kenapa dia tidak bahagia? Kenapa rasanya dia seperti termakan hasratnya sendiri. Apa sebenarnya yang tertanam di dirinya tadi malam hingga dia berakhir dengan begini buruknya?

Rasanya menenggelamkan dirinya di lautan api saja tidak cukup. Dia membuat dirinya terlihat bodoh dan beruntung hanya dia yang menyadari kebodohan tersebut. Jika sampai ada orang lain yang tahu maka dia tidak akan memiliki wajah lagi untuk diperlihatkan pada orang lain.

Dia kembali mengambil air dan membasuh wajahnya. Kali ini dengan beberapa kali gerakan. Bahkan dia tidak bisa menghitungnya karena dia terlalu sibuk mendinginkan wajahnya yang memanas entah dengan alasan yang tidak dipahaminya. Dia hanya butuh kesegaran di wajahnya.

Setelah merasa dia baik-baik saja, segera gadis itu mematikan keran air dan mengambil tisu untuk mengelap wajahnya. Bayangan sekelebat dia temukan di belakangnya. Membuat dia menatap dengan waspada dan melihat bayangan itu lewat cermin sebagai sosok yang membuat jantungnya mencelos.

Pria itu di sana. Pria yang menjadi tumpuan kegelisahannya tengah berdiri dengan bersandar di dinding. Terlihat tenang dengan tangan bersedekap. Dia memandang pada Iris santai. Memberikan pandangan yang membuat Iris gelisah.

Dia patut gelisah. Bagaimana bisa pria itu masuk ke kamar mandi wanita?

Segera gadis itu mengusap wajahnya dengan tisu. Setelahnya dia berjalan hendak berlalu untuk pergi saja. Dia tidak ingin mengadakan percakapan yang hanya akan membuatnya berakhir ketahuan dan menjadikan dirinya sebagai pecundang sejati.

Dia meraih gagang pintu dan membukanya tanpa memikirkan hal lainnya. Yang mengejutkan adalah pintu itu terkunci. Dia membukanya hampir beberapa kali hanya untuk berakhir dengan sama. Harusnya dia tidak menipu dirinya. Pria itu tidak mungkin hadir di sini tanpa sebuah persiapan bukan?

Dia memandang pada Aldric dengan kesal. "Apa maumu sekarang?" tanya Iris dengan kesal bercampur aduk dalam perasaannya yang begitu merasa terabaikan di meja makan tadi. Perasaan yang harusnya dia bunuh namun kini itu bertumbuh dengan sama buruknya.

Black Passion | Watson #1 ✓ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang