1.1 Temperance

374 41 2
                                    

"If our love's insanity, 

Why are you my clarity"-Clarity/Zeed-

•••••

Viona sedang berada dikantin sekolahnya sekarang, dia sedang menikmati es jeruk sembari menemani Yola mengahabiskan makanannya. Mata Viona terus mengamati seluruh penjuru kantin, mencoba mencari sosok Zevan yang sejak tadi pagi tidak dilihatnya. Zevan juga tidak menjemput Viona untuk berangkat sekolah bersama pagi ini. Bahkan pesan yang dikirimkan Viona untuk Zevan sejak tadi pagi juga belum mendapat balasan, Viona mencoba mengenyahkan pikiran negatif yang tadi terus berkecamuk di kepalanya.

Viona sudah tidak tau lagi kemana harus mencari Zevan, pria itu seolah hilang di telan bumi begitu saja. Dengan keberanian yang sudah dikumpulkannya, Viona melangkahkan kakinya menuju kelas Zevan. Ini adalah kali pertama Viona datang ke kelas Zevan, karena biasanya pria itulah yang akan menemui Viona di kelasnya. Viona mengamati kelas Zevan dari depan pintu, namun dia masih tidak menemukan keberadaan Zevan.

"Nyari Zevan Vi?" tanya Gio teman satu kelas Zevan.

"Iya, Zevannya kemana ya Gi?" tanya Viona, Viona merasa sedikit beruntung karena yang di temuinya adalah Gio karena dibanding teman Zevan yang lain Gio selalu bersifat ramah padanya.

"Kamu gak tau? Zevan hari ini gak masuk dia harus jemput seseorang di bandara," terang Gio.

"Bandara? Jemput siapa ya Gi?" tanya Viona memastikan jika Zevan tidak menjemput seseorang yang sekarang ada dipikiran Viona.

"Jemput Seline Vi. Dia pulang ke indonesia," jawab Gio sedikit ragu saat mengatakannya.

"Oh makasih ya Gi aku permisi kekelas dulu," ucap Viona coba menyembunyikan kegetirannya.

"Vi lo gak papa kan ?" tanya Gio tidak enak hati karena melihat perubahan ekspresi Viona.

Viona tidak menjawab dia hanya tersenyum kepada Gio lalu memilih segera pergi dari sana, Viona bergegas melangkahkan kakinya menuju taman belakang sekolahnya. Entah kenapa Viona ingin sendirian sekarang. Hatinya terasa perih mengetahui fakta jika gadis itu telah kembali, harusnya Viona tahu bahwa cepat atau lambat gadis itu pasti akan pulang. Tapi Viona tidak menyangka jika akan secepat ini, Viona merasa takut sekarang. Dia takut jika dia belum bisa membuat Zevan mencintainya, dia takut sudah kehabisan waktu untuk memperjuangkan Zevan, dia takut jika Zevan akan meninggalkannya dan kembali pada Seline.

Berbagai ketakutan yang menghampiri Viona membuat gadis itu meneteskan air matanya, Viona tahu harusnya dia tidak boleh seperti ini karena sejak awal Viona sadar hubungannya dengan Zevan didasari oleh kebohongan. Dan apapun yang terjadi adalah konsekuensi yang diterima Viona. Tapi tetap saja rasanya sakit, Viona tak pernah sekuat yang dia katakan.

*****

Zevan memperhatikan gadis di depannya yang tengah menikmati makanannya dengan lahap, sesekali Zevan tersenyum melihat gadis yang hampir 1 tahun tidak dilihatnya. Tidak ada yang berubah dari gadis itu, dia masih cantik sama seperti dulu saat gadis itu pergi meninggalkannya, bahkan jika Zevan boleh jujur gadis itu terlihat lebih cantik sekarang.

"Gak ada yang berubah ya padahal aku udah satu tahun aku tinggalin,." ucap Seline sambil mengamati Apartemen Zevan.

"Karena semua terlalu indah untuk dirubah," ucap Zevan menimpalin ucapan Seline.

"Tapi aku rasa kamu berubah," cicit Seline.

"Aku masih sama Seline tidak ada yang berubah dariku. Semua tentangku masih sama seperti saat kamu pergi," ucap Zevan meyakinkan Seline.

"Aku tau Zev. Aku cuma takut kamu menemukan orang lain yang bisa ngerubah kamu," Ucap Seline, tentu saja sebenarnya Seline tahu jika Zevan sudah memiliki kekasih dan Seline juga tahu tidak seharusnya dia mengatakan ini. Namun, Seline hanya ingin memastikan apakah rasanya masih terbalas karena jujur Seline masih mencintai Zevan.

"Semua masih sama Seline," jawab Zevan sambil tersenyum penuh arti kepada Seline.

Dan sedetik kemudian Seline mengikis jarak diantara mereka berdua, mendekatkan bibirnya untuk mengecup singkat bibir milik Zevan. Semua terjadi begitu cepat, singkat namun memberi makna bagi Seline.

Entah kenapa Zevan merasa ada yang salah dengan dirinya, ini bukan kali pertama Zevan dan Seline berciuman. Dia merasa ada yang berbeda kali ini, entah kenapa jantungnya lebih tenang tidak berdebar kencang seperti saat dulu mereka melakukannya.

Saat bibir Seline terlepas dari bibir Zevat, saat itu juga bayangan Viona terlintas dipikiran Zevan. Tiba-tiba saja Zevan merasa bersalah membayangkan jika Viona pasti akan menangis saat melihat dirinya seperti ini.

Tapi sungguh Zevan tidak bisa jika harus meninggalkan Seline, Zevan masih terlalu mencintai Seline. Katakanlah Zevan egois karena menginginkan kedua wanita itu tidak pergi dari hidupnya.

*****

"Maaf tadi gak sempet ngabarin kamu kalau aku ga masuk sekolah," ucap Zevan yang kini sudah berada dirumah Viona.

"Gak papa kok. Aku tadi juga gak telat," ucap Viona yang kini sedang menyandarkan kepalanya di bahu Zevan.

Viona tidak ingin menanyakan apapun pada Zevan karena dia sudah tahu semua jawabannya, Viona hanya ingin menikmati sisa waktunya bersama Zevan karena Viona tahu cepat atau lambat hubungan mereka pasti akan segera berakhir. Setidaknya biarkanlah Viona menikmati sedikit kebahagian sebelum akhirnya terluka lagi.

"Zev?" Panggil Viona.

"Iya Bee kenapa?"tanya Zevan.

"Aku boleh narik kata-kata aku enggak," ucap Viona tanpa menatap mata Zevan.

"Kata-kata yang mana Bee?" tanya Zevan keheranan.

"Kata-kata aku yang pernah bilang ke kamu untuk ingatin aku kalau aku mulai egois. Tolong ijinin aku buat egois," ucap Viona dengan suara bergetar.

Zevan mengerti pasti Viona sudah tahu tentang kepulangan Seline, Zevan tidak tahu harus berkata apa karena jujur dia juga sangat bingung dengan dirinya sendiri.

"Gak papa kok kalau kamu mau nyerah, tapi jangan pernah nyuruh aku nyerah. Aku tahu aku udah kehabisan waktu buat memperjuangkan kamu, tapi aku masih mau berjuang Zev. Aku masih mau berusaha buat kamu jatuh cinta sama aku. Egois kan aku," ucap Viona yang semakin terisak dalam tangisnya.

Mulut Zevan seakan mendadak bisu, tak ada satu katapun yang lolos dari bibirnya, dia memilih merengkuh Viona dalam peluknya mencoba menenangkan tangis gadis itu. Jujur Zevan juga tidak ingin berpisah dari Viona, berada di dekat Viona sudah seperti candu untuk Zevan.

"Kamu gak egois Vi, dan kamu belum kehabisan waktu. Kita perjuangin bareng-bareng ya," ucap Zevan di sela-sela menenangkan tangisan Viona.

Tidak ada salahnya bukan jika Zevan tetap bersama Viona, Zevan tak ingin membiarkan gadis dalam peluknya ini lepas. Meskipun dirinya sendiri tidak yakin apakah dia bisa melupakan Seline, tapi Zevan masih ingin diperjuangkan lagi oleh Viona.

Lagi dan lagi Viona menjatuhkan harapan yang sejak awal harusnya tidak pernah dia jatuhkan, tapi demi apapun Viona tak pernah bisa melepas Zevan dari peluknya. Mungkin dia terdengar murahan atau apalah sebutannya karena dia mengemis cinta dari pria yang mencintai wanita lain. Tapi hati dan logika Viona tak pernah sinkron jika sudah berbicara tentang Zevan, logikanya menyuruh Viona untuk berhenti namun hatinya masih menuntut untuk tetap bertahan disisi Zevan. Dan sialnya Viona selalu mempriotitaskan hatinya jika bersama Zevan, meskipun pada akhirnya pilihan Viona jugalah yang menyakiti perasaannya. Tak apa sungguh tak apa bagi Viona, dia siap di patahkan berapa ratus kali lagi jika dengan itu Zevan masih bisa disisinya, masih bisa memeluknya saat menangis, dan masih terus berucap manis meskipun semua hanya kebongan yang selalu menambah luka baru. Tak apa karena bagi Viona sekarang Zevan adalah sumber kebahagiaannya.


To be continue....

With Love

CanaLily_ 🌱

CongratulationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang