CHAPTER 16 BERBAGAI KEANEHAN

791 73 14
                                    

Alina panik karena suara teriakan Helen semakin kencang di balik pintu.

"Helen, Len ... kau kenapa? tunggu sebentar lagi, Raiyan dan Minna akan segara kembali!" Alina balas berteriak dengan tangannya yang sibuk menggedor pintu, berharap Helen bisa sedikit tenang di dalam sana.

Di satu sisi Alina memahami jika Helen ketakutan sekarang, jika dirinya ada di posisi Helen, Alina tak yakin bisa bertahan sejauh ini, mungkin saja dia sudah pingsan sejak tadi.

"Len, kau baik-baik saja, kan?!"

Suara teriakan Helen di dalam sana mulai memudar, terdengar samar-samar seolah sosok Helen menjauh dari pintu. Alina menempelkan telinganya pada daun pintu yang terbuat dari baja tersebut, berharap bisa mendengar suara Helen di dalam.

Hening.

Tak ada suara apa pun yang didengar Alina sekarang karena suara teriakan Helen lenyap bagai ditelan bumi. Alina mulai khawatir.

"Helen, jawab aku. Kau baik-baik saja, kan?!"

Alina kembali menggedor pintu sembari berteriak. Namun, tak ada sahutan dari dalam.

"Helen!!"

Bukan hanya khawatir, Alina mulai ketakutan sesuatu yang buruk terjadi pada sahabatnya. Meski mulut Helen pedas sering mengatakan sesuatu yang menyakiti hati lawan bicaranya dan tingkahlakunya terkadang menyebalkan, tapi bagi Alina dia merupakan sahabat terbaiknya. Helen selalu ada di masa-masa sulitnya dulu.

Alina mengangkat tangan bermaksud menggedor pintu lagi. Akan tetapi ....

Sssssshhhhhhhhh

Alina merinding seketika merasakan tengkuknya seolah ditiup seseorang. Terlalu mengkhawatirkan Helen, dirinya baru sadar berada di dalam ruangan seram itu sendirian. Alina meneguk ludah, satu tangannya terangkat untuk menyentuh tengkuknya yang tiba-tiba dingin dan merinding. Dengan gerakan perlahan dia menoleh ke belakang. Jangan tanyakan bagaimana jantungnya karena kini sudah berdetak tak karuan.

Embusan napas lega keluar dari mulutnya, napasnya yang sempat memburu kini kembali normal tatkala tak menemukan keanehan apa pun di belakang. Yang mengganjal hatinya adalah angin itu berasal dari mana, mengingat ruangan itu hanya dipenuhi tembok tanpa ada satu pun jendela atau ventilasi udara.

"Mungkin hanya halusinasiku saja." gumamnya mencoba berpikir positif.

Alina kembali menatap ke arah pintu, kembali mengangkat satu tangan untuk menggedornya, dia tersentak saat pintu itu tiba-tiba terbuka tanpa sempat dia menyentuhnya.

Krieeet

Alina terbelalak dan refleks melangkah mundur, suara derit dari pintu besi yang terbuka dengan gerakan perlahan itu memekak di telinganya.

Tubuh Alina mulai bergetar saat sedikit demi sedikit celah pintu mulai melebar. Sempat berpikir untuk ambil langkah seribu jika sesuatu yang mengerikan keluar dari balik pintu, Alina yang sudah mengambil ancang-ancang itu terkesiap mendapati sosok Helenlah yang keluar.

Helen dalam tampilan tenang dengan kepala tertunduk melangkah keluar dari ruangan di balik pintu.

"H-Helen, kau baik-baik saja? kenapa pintunya bisa terbuka sendiri?" tanya Alina, namun Helen mengabaikannya.

Merasa heran dengan sosok Helen yang berdiri di depannya dengan kepala tertunduk serta mulut yang diam membisu, Alina memberanikan diri menghampirinya. Dia menyentuh lengan Helen yang menggantung di sisi tubuhnya. Alina bergegas menarik tangannya lagi ketika merasakan betapa dingin tangan Helen.

"Len, kau baik-baik saja, kan? Kenapa tanganmu dingin sekali?"

Helen masih bungkam. Alina kini mulai ketakutan.

TEAM SEVEN (MARGARETH)Where stories live. Discover now