Putus

134 13 6
                                    

"Saat memutuskanmu aku tak pernah menyesal, jujur aku sayang kamu tapi Allah dan Rasul lebih aku sayangi."

(julianet)


🍀

"Anet!" sapa seorang cowok tinggi, tegap dan memiliki senyum yang mampu menyihir gadis manapun. Setiapkali memandangnya pasti akan luluh langsung jatuh hati.


Apa aku siap kehilangan senyuman cowok yang dikagumi hampir semua cewek di sekolah? Semua orang mengatakan, aku sangat beruntung bisa menaklukan hatinya. Namun, menurut mereka aku tak sepadan dengan Rio Adrian. Siapa yang tak kenal dia? Cowok pintar, berbakat serta pemilik senyum yang mengguncang hati setiap cewek di sekolah. Bukankah bodoh jika aku melepaskannya? Jujur. Rasa ini masih sangat besar untuknya. Namun ... sekarang ada yang jauh lebih kusayangi dan ada syariat yang membatasi kami untuk bersama. Anet membatin.

Mata indah gadis itu berubah sayu saat menatap Rio berları ke arahnya. Hari ini saat sekolah usai mereka sudah janji bertemu. Seperti biasa,  mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Namun, pertemuan kali ini akan menjadi jarak penentu hubungan mereka berdua.

Anet mengerjapkan matanya saat cowok tampan itu mengibaskan tangan tepat di depan wajahnya yang mungil.

Cowok itu melengkungkan bibirnya ke atas. Benar-benar senyumannya bikin candu.

"Dipanggil-panggil dari tadi, malah bengong, bikin gemes aja." Rio mencubit pipi gembil Anet.

Anet masih diam seribu bahasa, bibirnya begitu kelu, tubuhnya mendadak kaku. Hanya senyum samar menghias raut mukanya yang putih.

"O, ya, katanya ada yang mau diomongin, Ada apa? Rio menatap lekat-lekat lalu tangannya menyibak anak rambut gadis di hadapannya. Beberapa detik belum ada jawaban.

"Eh, nanti pulang bareng aku, enggak perlu sama Hasti, tapi sebelumnya maaf aku ada pertemuan dengan tim basket, buat persiapan tanding nanti. Ga pa pa kan kamu nunggu sebentar?" Suara Rio kembali memecah kebisuan Anet.

Ya Allah, aku bingung gimana ngomongnya ? Aduh aku enggak sanggup. Batin Anet bergejolak lagi. Ini sudah kesekian kalinya setiap menyampaikan maksud, mendadak ragu dan ujungnya gagal.

Anet menghela napas perlahan. Kali ini enggak boleh gagal, sudah saatnya. Batin Anet.

"A-aku ingin kita enggak perlu ketemuan lagi," ucap cewek berambut kucir satu itu sambil memejamkan matanya, saking tidak ingin terpengaruh keputusannya. Senyuman Rio selalu mampu meluluhkan niatnya untuk tidak mengeluarkan kata PUTUS.

"Bentar-bentar, maksudmu apa, nih?" Cowok bermata elang senyumnya mulai pudar.

Anet terdiam menatap alas sepatunya. Tangan kanannya meremas tali tas selempangnya. Sebenarnya berat saat mengucapkan kata itu. Hampir sebulan gadis bernama lengkap Julianet ini, memikirkan matang-matang atas keputusannya untuk menyudahi hubungannya yang ia jalin selama satu semester.

"Maksudmu kita putus?" Rio menggeleng tak percaya pernyataan itu keluar dari mulut seseorang yang selama ini ia cintai.

"Iya, apa yang kita lakukan selama ini enggak benar," lirih Anet pelan.

"Enggak benar bagaimana maksudnya?" Rahang cowok bernama Rio mengeras dan nada bicaranya mulai naik satu oktaf.

"Selama ini, kita enggak pernah macam-macan, enggak ada yang aneh-aneh," sungut Rio.

"Iya tapi tetap enggak benar ini, karena yang kita lakukan itu salah." Suara Anet perlahan merendah sambil menunduk.

"Apanya yang salah? Begini, nih, kalo kamu kumpul sama orang-orang aneh ke bawa aneh," desis Rio sambil melirik ke arah cewek berlesung pipit.

"Pantas saja, beberapa hari ini kamu menghindar." Rio kembali tersenyum sinis.

"Mereka bukan orang aneh tetapi sahabat terbaikku," kesal Anet sambil mendelikkan bola matanya ke arah Rio.

"Okey, kalo itu maumu. Hubungan kita tamat!" Muka Rio memerah sesaat netra elangnya menatap tajam ke arah Anet, "Ingat Net, dulu kita berjanji untuk tidak saling mengecewakan, tapi kali ini kamu yang melakukan."

Rio dengan cepat meninggalkan taman itu.

Anet perlahan memutar tubuhnya dan menatap punggung Rio yang mulai menghilang dari pandangannya. Bulir bening di ujung kelopak matanya menetes. Wajah gadis itu memanas. Ia terisak menahan agar tangisnya tidak pecah.

Asma dan Hasti yang dari tadi menunggu di seberang taman menghampiri Anet. Mereka sudah bersahabat sejak masuk SMA Harapan Bangsa. Mereka setia menunggu Anet menyelesaikan masalahnya dengan Rio.

***

"Ya, ampuun, kenapa langsung to the point gitu, sih, Net?" Hasti mengerutkan keningnya setelah menyimak penjelasan Anet.

Asma yang dari tadi diam mulai buka suara.

"Net, buat mi instan aja ada prosesnya, enggak langsung dilahap. Butuh proses biar bisa dinikmati, nah, harusnya ada prolognya," ucap gadis berkacamata sambil menyentuh bahu Anet.

"Ah, sudah terlanjur ... mau bagaimana lagi, kok, kalian malah tidak mendukungku?" keluh Anet.

"Bukan tidak mendukung, kita ingin kamu berakhir hubunganmu dengan Rio secara baik-baik. Semuanya menerima dengan lapang. Baik dari kamu maupun Rio," ucap bijak Asma.

Anet menutup muka dengan kedua telapak tangannya.

"Aku pusing ... jujur tadi bingung harus menjelaskan dari mana," desah Anet.

Asma dan Hasti saling pandang, mereka sebagai sahabat mencoba memahami kegundahan yang dialami Anet. Pasti berat melepas orang yang pernah hadir dalam kehidupan kita.

Suasana sekolah sudah lengang dan sepi, menyisakan tiga gadis berada di taman itu. Satu sama lain terdiam. Hanya terdengar suara cicit burung gereja bersahutan. Seperti ikut nimbrung dengan obrolan tiga gadis itu.

🍀

Hai teman-teman aku kembali dengan new story

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hai teman-teman aku kembali dengan new story.

Rasanya beratkan saat harus melepas orang yang kita sayangi. Ada yang mengalami hal yang sama dengan Anet?

Bagaimana yah hubungan Anet dan Rio ke depannya? Ikuti terus yah kisahnya!

Jangan lupa bubuhkan votenya di pojok kiri yah, ditunggu komen serunya, saran boleh juga. 😁

Love Yourself Where stories live. Discover now