Dering

36 3 0
                                    

"Assalamualaikum Anetnya ada?"ucap Rio sambil menyelusupkan kedua tangannya pada jaket jeans favoritnya.

"Ada," ucap pelan gadis kecil berambut pendek.

"Ini pasti Opie, yah? Katanya pengin punya pintu Doraemon?" Rio merendahkan tubuhnya agar sejajar dengan gadis kecil itu.

"Kok, kakak bisa tahu?"Gadis kecil itu mengerutkan keningnya sambil menggaruk kepalanya yang nggak gatal. Lalu secepat kilat menutup kembali pintu dengan keras hingga membuat Tante Ale tergopoh-gopoh menuju ruang salon.

"Opieee! Mamah udah berapa kali bilang kalo nutup pintu pelan-pelan," gerutu Tante Ale.

Opie menunjuk tangan ke arah pintu, "Ada orang cari Kak Anet."

"Ya panggil kakakmu. Terus tamunya  suruh masuk bukan dibiarin di luar begitu," keluh Tante Ale.

Opie berlari ke lantai atas sambil berteriak, "Kak Anet! Ada yang nyariin."

Tante Ale perlahan menarik tuas pintu.

"Siang Tante, Anetnya ada?" ucap sopan Rio.

Tante Ale langsung terpesona dengan senyum ramah Rio.

"Ieu budak ni kasep kieu (ini anak cakep sekali)," bisik Tante Ale dalam hati.

"Oh, Anet ada, ayo masuk dulu." Tante Ale mempersilakan Rio masuk.

Baru saja Rio hendak membuka alas sepatunya.

"Eh, enggak usah dibuka, dipake aja," kata Tante Ale.

Rio mengangguk sambil  badannya agak membungkuk malu.

Rio duduk di atas sofa sembari mengamati seisi ruangan tersebut. Terpajang 3 besar cermin berbentuk persegi panjang melekat pada dinding. Setiap cermin dilengkapi kursi putar. Di sekeliling dingding tertata rapi foto dan gambar berbagai model rambut. Belum lagi di sudut-sudut ruangan dilengkapi alat-alat barbershop.

Rio mengambil majalah Femina di atas meja tamu sambil membolak-balik halaman dan hanya membaca sekenanya saja.

"Rio! Ngapain kamu ke sini?" tanya Anet heran.

"Aku pengin tahu keadaanmu?" balas kikuk Rio sambil meletakkan kembali majalah.

"Sejam lalu kamu itu baru saja nelepon aku. Alhamdulillah aku baik-baik saja." Anet tersenyum geli. Karena sudah berapa kali dering telepon dari Rio beberapa hari ini rutin menyambangi.

"Aku pengin mastiin kalo kaki kamu benar-benar sudah baikan," ucap Rio sambil pura-pura netranya mengitari sekeliling ruangan.

Mendengar ucapan Rio wajah Anet berubah semu merah, ada rasa bahagia saat orang yang banyak disukai di sekolah itu peduli padanya.

Mereka terdiam lama sibuk dengan pikirannya masing-masing. Rio ingin meluapkan rasa kenapa ia menemui Anet.

Anet, Aku kangen kamu ....
Aku enggak bisa ngasih surprise lagi.
Dua hari tidak bertemu, bikin aku mati gaya.

Tapi sayang ucapan itu hanya dalam hati saja. Rio meremas-remas kedua tangannya. Gugup campur bingung. Mulutnya benar-benar kelu.

"Ya, ampuuun ... aku lupa nawarin kamu minum, bentar yah!"  ucap Anet

Rio mengangguk lalu menghela napas pelan,  mengapa detak jantungnya berdesir tak karuan?

Hampir satu jam lebih  Rio dan Anet bercakap-cakap dengan diselingi kehadiran Opie membuat suasana jadi mencair tidak kaku.

"Kenapa Opie semangat bangeut pengin punya pintu Doraemon?" tanya Rio.

"Biar bisa jalan-jalan," ucap polos gadis kecil itu.

"Kalo mau jalan-jalan, nggak perlu pintu Doraemon kali, sekarang juga Kak Rio bisa ngajak jalan-jalan kamu, beli es krim, yuk!" ajak Rio.

Gadis kecil itu langsung riang saat mendengar ajakan Rio. Lalu membujuk Tante Ale biar mengijinkan ia pergi. Tentu saja Tante Ale menyetujui, karena dia bisa menonton kusyu telenovela kegemarannya. "Esmeralda" tanpa gangguan ceriwisnya Opie. Memang  buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya. Sama-sama ceriwis bukan?

Saat itu juga mereka bertiga jalan-jalan ke Alun-Alun Bandung. Sepanjang jalan Alun-Alun Rio dan Opie klop mereka saling bercanda. Anet dan Rio sesekali tertawa mendengar ocehan polos--lucu Opie. Kadang dua manik dua remaja itu saling curi pandang. Mereka berdua senyum-senyum sendiri saat tatapan mereka beradu. Hati mereka mulai bertaut ada rasa tak biasa yang mulai menjelma jadi cinta.

***

Kabar kedekatan Anet dan Rio menjadi geger di sekolah. Bisa dikatakan hari patah hati bagi para siswi SMA Harapan Bangsa. Kabar itu pun akhirnya sampai ke telinga Silvy. Gadis itu tidak terima. Ia merasa bahwa yang layak untuk mendapatkan Rio adalah dirinya.

"Ada Anet gak?" tanya Rio saat menyambangi kelas 1B.

"Nggak ada," jawab salah satu murid 1B.

Setelah menyapu keadaan--memastikan Anet benar-benar tidak ada. Rio meninggalkan kelas itu.

Dari kejauhan  dua pasang mata cewek sedang membicarakan Rio.

"Sil, lihat si Rio nyari gebetannya," ucap Inggrid teman sekelas Silvy.

Ada rasa cemburu menjalar meremas-remas hatinya. Silvy berulangkali menghentakkan kakinya  sambil mengepal kedua telapak tangannya.

"Kok bisa yah? Suka sama cewek biasa, padahal cantikkan kamu, Sil." Ocehan Inggrid malah menambah panas hati Silvy.

Usaha Silvy dari dulu mendekati Rio belum juga mampu meluluhkan hati cowok pujaannya.

"Sil, ke kantin yuk," sela Rijal membuyarkan perhatian Silvy dari Rio. Rijal sekelas dengan Rio dan termasuk anak klub basket juga termasuk pengurus OSIS.

Silvy memutar dengan malas bola matanya lalu pergi begitu saja. Inggrid mengekor dari belakang.

Rijal menghela napas, perhatiannya terhadap Silvy tidak pernah dianggap.

Mata Rijal menajam. Sorot matanya terpaku pada sosok Rio yang sedang berdiri di depan perpustakaan bersama reman-temannya.

Rijal mendengkus pelan, tatapan sinisnya kian tajam. Aura kebencian tercetak jelas dari raut mukanya. Semua yang ia inginkan harus kalah beraing dengan Rio. Perhatian Pak Yana yang lebih memilih Rio sebagai pemain utama daripada dirinya hanya sebagai tim cadangan. Sekarang perhatian Silvy pun sama sekali tidak ia dapatkan.

Pemuda itu mengepal tangan kanannya erat-erat.

Pemuda itu mengepal tangan kanannya erat-erat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alhamdulillah bisa update cerita lagi. Jangan lupa vote dan komennya yaaa.😘

Love Yourself Where stories live. Discover now