Kepulan Asap

29 3 0
                                    

Rio mengeluarkan motor Honda-nya dari area parkiran, merapikan jaket kulit-nya dan suara deru motor mulai terdengar.

"Dipake helm-nya!" pinta Rio sambil menyodorkan helm.

Anet awalnya ragu, tapi Hasti terus membujuknya karena hari sudah menjelang magrib.

"Tenang aku nggak akan gigit," canda Rio sambil beberapa kali menarik -narik stang stir motor. Deru motor pun terdengar kembali meraung-raung.

Hasti yang mendengar candaan Rio tertawa kecil. Anet hanya nyegir saja.
"Net, cowokmu lucu bangeut," bisik Hasti.

"Dih, apaan sih, dia bukan cowokku." Anet mencubit pinggang sahabatnya hingga Hasti meringis kesakitan.

Anet sudah duduk manis diatas bocengan.

"Duluan yah Has." Anet melambaikan tangan ke arah Hasti  dan motor pun melaju meninggalkan area sekolah.

Motor Honda --hitam.yang ditumpangi Rio dan Anet menyusuri jalan Cicadas. Lampu-lampu penerang jalan mulai menyala, hilir mudik pejalan kaki walau menjelang magrib masih ramai. Kiri-kanan jalanan trotoar penuh dengan pedagang kaki lima yang masih bertahan menjajakan dagangannya.

Semua kendaraan roda dua dan empat berebut area di jalan besar Cicadas. Seperti sedang lomba balap saja. Kepulan Asap dari berbagai knalpot kendaraan mengepul membumbung ke langit yang mulai mengabu hitam.

Dua kali melalui stopan lalu lintas tak terasa mereka lalui. sepanjang jalan Rio sengaja mengajak bicara ringan Anet.

"Kalo weekend kamu suka ke mana, Net?" tanya Rio sambil merapikan ransel yang tersampir di punggungnya. Kedua kakinya menapak di jalan aspal menunggu lampu hijau lalu lintas menyala. Sedangkan kedua tangan Anet memegang erat jok motor.

"Hampir sudah dua bulan di Bandung aku belum pernah ke mana-mana," balas Anet sambil mengibas-ngibaskan tangannya menghalau asap dari pedagang sate di pinggir jalan--perempatan Binong.

Anet menelan air ludahnya saat aroma sate menguar. Seorang pedagang sate sedang membolk-balikkan sate di atas panggangan.

Rio dari balik kaca spion bisa melihat Anet dengan susah payah menghalau kepulan asap sate. "Perih, yah?"

"Iya, lumayan," jawab Anet singkat.

Rio berusaha menyalip beberapa kendaraan agar bisa menjauh dari kepulan asap sate.

Lampu hijau menyala seketika itu pun kendaraan roda dua maupun empat berebut maju kembali. Tampak baberapa pengemudi egois saling berebut duluan. Tidak memberi kesempatan Rio untuk belok ke arah jalan besar Gatot Subroto. Terdengar sayup-sayup azan Magrib dari beberapa masjid saling bersahutan.

"Nanti di depan jangan lupa belok kanan yah," ucap Anet memberitahu Rio.

"Oh  gang yang banyak becak mangkal itu, bukan?" tanya Rio memastikan tidak salah gang.

"Iya betul itu, Gang Kebon Geudang," Anet mengiyakan.

Motor Rio pun menyusuri gang itu dan sampailah di beranda halaman rumah bertingkat yang tidak terlalu besar. Di seberangnya adalah deretan rumah sederhana. Di balik deretan rumah tersebut ada sungai Citarum.

Rio mengamati rumah bertingkat dihadapanya sebelah kiri hanya ada lahan taman tidak terlalu luas tapi nampak manis dipenuhi berbagai macam bunga. Sedangkan di jendela depan rumah tersebut tertulis "Salon Rosmale".

Anet turun dari motor dan melepaskan helm lalu menyerahkannya pada Rio.

"Makasih yah,  Rio, maaf yah Aku ngerepotin," ucap Anet meringis sambil jalan tertatih mendekati gerbang pintu rumah.

Love Yourself Where stories live. Discover now