Mimosa Pudica

32 3 0
                                    

Asma menarik lengan Anet.
"Cepetan, nanti keburu habis waktunya!"

"Emang mau kemana?" tanya Anet.

"Ke masjid." 

"Ngapain pagi-pagi gini ke masjid?"

"Temenin aku solat dhuha," jawab Asma sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Soalnya Hasti lagi halangan, jadi ngajak kamu, Net."

Kedua gadis itu langsung menuju tempat wudu lalu menuntaskan solat dhuha-nya.

Tempat solat untuk perempuan di lantai atas. Ternyata di sana ada beberapa siswi berhijab sedang melaksanakan solat ada juga sedang berzikir dan tilawah.

Anet menyapu sekeliling masjid. Dua pohon palem menghias di beranda masjid belum lagi satu pohon rindang yang berdiri kokoh menambah teduh.  Sedangkan tanaman kriminil berbaris rapi dan rimbun menambah asri halaman masjid.

"Adem dan tenang yah di masjid," ucap Anet sambil mengikat tali sepatu Warrior-nya.

"Makanya setiap hari saat jam istirahat aku sempatkan ke sini, Net, aku ingin sedekah," sahut Asma.

"Maksudnya?"

"Kak Tanti pernah bilang, bahwa solat dhuha itu sebagai sedekah untuk raga kita, tanda syukur kita pada Allah. Ternyata ada 360 sendi dalam tubuh kita perlu disedekahi," Asma kembali membenarkan kacamatanya.

"360 sendi?" Anet terkesima mendengar penjelasan Asma selama ini  ia baru tahu kalo jasad manusia itu perlu disedekahi yang ia pahami sedekah itu memberi uang atau makanan pada fakir miskin.

"Assalamualaikum," sapa lembut cewek berhijab menyela obrolan lalu menjabat tangan Anet dan Asma dengan erat

"Eh, ada Anet tumben baru keliatan, gimana kabarnya katanya sakit,  yah?"  tanya Tanti.

Anet mengangguk tersipu malu, "Alhamdulillah, baik Kak. Hanya luka lebam aja, kok. Udah mendingan"

"Alhamdulillah. Oh, iya jangan lupa Ahad seperti biasa hadir mentoring yah!" pesan Kak Tanti sebelum meninggalkan masjid.

Anet dan Asma mengangguk dan ada pemandangan tak biasa bagi mereka berdua khususnya Anet.

"Cara mengobrol mereka aneh tapi unik." bisik Anet.

Anet dan Asma tertawa kecil saat melihat Tanti sedang bicara dengan seorang laki-laki anak Rohis. Mereka menjaga jarak sekitar satu meter dan pandangan mereka kompak menunduk.

"Dulu juga aku merasa aneh melihat kakak-kakak Rohis, kalau bicara mereka rata-rata menunduk."

"Ih, kok bisa begitu, yah." Dahi Anet mengernyit.

"Katanya itu salah satu cara mereka menjaga padangan saat berinteraksi dengan bukan mahram-nya," jelas Asma.

Obrolan mereka terhenti saat bunyi bel istirahat berakhir.

Anet dan Asma meninggalkan masjid degan hati yang lapang dan damai. Pelajaran sekolah hari ini Anet merasa mudah paham.

Apakah ini karena solat dhuha? otakku terasa encer. Anet membatin.

Anet jadi ketagihan ingin menyambangi masjid dan rutin solat dhuha.

***

Anak-anak SMA Harapan Bangsa berhamburan ke luar  dari setiap kelas.  Suara riuh para siswa beradu memantul mengisi lorong-lorong koridor sekolah bahkan semua tempat.

Anet duduk di bawah dudukan semen dekat pohon mangga depan gedung kelas IPA. Netranya menangkap tanaman liar yang tumbuh di sekitarnya. Tanaman yang sudah ia kenal sejak kecil. Jemari ramping gadis itu menyentuh daun tanaman liar itu. Seketika daun tanaman itu meguncup--tertutup

Love Yourself Where stories live. Discover now