OO

149 24 20
                                    

       "Han Serim!"

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

       "Han Serim!"

Gadis berkuncir kuda pemilik nama Han Serim itu menoleh. Bola mata oniksnya menatap eksistensi seorang wanita paruh baya dengan daster bunga-bunga ikoniknya yang tengah berkacak pinggang di pertengahan pintu masuk ke kamarnya. Kedua alis wanita itu menukik tajam seperti siap menyayat apa saja yang ada di atasnya.

Serim mendesis pelan. Meringis lantaran sadar ibunya sudah tahu kesalahannya tempo waktu. Gadis itu memasang ancang-ancang lari kalau-kalau ibunya melayangkan serangan.

Tebakannya benar, cuma butuh waktu kurang dari lima sekon setelah Serim memasang persiapan lari, ibunya masuk dengan centong nasi di tangan kanannya, mengangkat benda itu tinggi-tinggi untuk kemudian dilayangkan pada tubuh anak perempuannya itu. "Ibu 'kan sudah bilang jangan mencuri makanan dari restoran!"

Serim menjerit waktu centong nasi itu mengenai kepalanya. "Ah! Ibu! Berhenti!"

"Kau ini bisa menurut tidak, sih?! Kalau semua makanan di restoran kau makan, lalu apa yang bakal Ibu jual ke pelanggan?!"

Serim memberontak. "Ibu! Aku 'kan tidak memakan semua makanan buat pelanggan!" Serim merintih waktu pukulan pada kepalanya makin keras, "Aw! Berhenti, Ibu!"

Tangan milik Ibunya berhenti memukulkan centong nasi pada Serim. "Kalau kau kelaparan bilang pada Ibu, bukan malah mencuri begitu." Ibunya berniat mengangkat centong nasi pada kepala Serim, tapi sayangnya, benda itu tidak mau terlepas dari sana.

"Aw! Kenapa Ibu menjambak rambutku?!" Serim melayangkan protes. Matanya jungkir balik mengintip kegiatan sang ibu di atasnya.

"Eh, Serim-a, benda ini tidak mau lepas dari rambutmu." 

Serim melotot mendengar perkataan ibunya. Gadis itu meraba-raba rambutnya, mencari koordinat centong nasi tadi. "Ibu, apa benda itu sudah digunakan untuk mengambil nasi?" tanyanya was-was.

Ibunya menepuk jidat. "Ibu lupa, Serim-a, tadi sudah dipakai buat mengambil nasi."

Serim meringis. Diam-diam, ia merutuki kebodohan ibunya. Bagaimana bisa meletakkan centong nasi yang sudah dipakai ke atas rambut Serim. Padahal rambutnya baru saja dirapikan. Padahal Serim suka sekali dengan model rambut barunya. Masa Serim harus digundul gara-gara kesalahan ibunya?

"Ibu tanggung jawab! Pokoknya tanggung jawab!" gadis itu merengek, dengan pita suaranya yang bahkan sanggup mencapai nada tinggi, tentu saja teriakan Serim bakal terdengar sampai luar ruangan.

"Heh, jangan teriak-teriak. Kau ini bikin malu saja," geruru ibunya.

"Ibu yang bakal membuatku malu! Lihat ini, rambutku jadi jelek!"

"Astaga, dikeramas pasti hilang, kok." Ibunya menarik paksa centong nasi dari kepala Serim hingga anak gadisnya makin menjerit kesakitan.

"Ibuuu!"

Di tengah pertengkaran ibu dan anak itu, sebuah suara lain mendadak menginterupsi, disertai presensi lelaki bertubuh bongsor yang menyelonong ke dalam kamar Serim. "Rim-a, ayo kita ke---astaga!" Lelaki berwajah kuda itu membekap mulutnya sendiri sewaktu tangkap pemandangan di hadapannya.

Sementara Serim menatap datar pada sahabat sedari kecilnya. "Bisa tidak, jangan mendadak masuk, siluman kuda?"

Lelaki di ambang pintu mendengus. Disempatkan tubuhnya membungkuk ke arah Nyonya Han sambil tersenyum sekilas. "Bibi, aku mau ijin meminjam Serim dulu, boleh tidak?"

Nyonya Han mengangguk dengan mata masih menatap lelaki itu. Ia melepaskan pegangan pada rambut Serim. "Boleh. Tentu saja boleh. Bawalah dia pergi sejauh mungkin," katanya. Setelah itu, Nyonya Han pamit undur diri dari ruangan itu.

"Aish, menyebalkan," Serim menggerutu pelan sambil meraba-raba rambutnya. Di mana nasi yang tadi menyangkut? Pasti sekarang tampilannya jelek sekali.

"Hey, rambutmu kenapa?" Lee Seokmin‐--lelaki tadi---mendekat ke arah sahabatnya, menahan tawa melihat rambut acak-acakan punya Serim.

Serim jawabi Seokmin dengan nada datar, "Kena centong nasi." 

Sudah, Seokmin sudah tidak bisa menahan tawanya lagi. Lelaki itu refleks tertawa kencang melihat kebodohan sahabatnya. Hingga Serim yang ditertawakan jadi geram dan melempar remot di sebelahnya ke kepala Seokmin.

"Gila kau." Seokmin mendengus kesal sembari mengusap-usap dahinya yang terkena remot. "Kita jadi ke toko buku waktu itu, tidak?"

"Jadi, kau tunggu sebentar biar aku merapikan diri." Serim mendorong Seokmin ke luar dari kamarnya.

Waktu gadis itu nyaris menutup pintu, rungunya sempat mendengar suara Seokmin lagi. "Rapikan juga akhlakmu," kata pemuda itu sambil tertawa.

Serim mendesis. "Orang gila."

Toko buku di perempatan jalan dekat rumah Serim itu sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun lalu, katanya. Intinya, sudah tua sekali. Memang dari bangunannya juga terlihat, sih. Namun, buku di sana bagus-bagus dan terbilang lengkap. Makannya Serim dan Seokmin sering mampir ke sana.

"Astaga, langitnya gelap sekali," gumam Seokmin sambil memandangi langit.

Serim menyetujui, "Iya, kita harus cepat sebelum hujan."

Seokmin melirik tangan kanan dan kiri Serim. Kosong, tidak bawa apa-apa. Tadi katanya mau beli buku? "Kau tadi jadi beli buku?"

Serim menggeleng. "Tidak, lain kali saja, deh." Tungkai Serim menendang-nendang batu jalanan. Sementara matanya menatap acak ke sembarang arah. Waktu Serim menatap ke arah serong kanan darinya, ia menangkap presensi sesuatu yang aneh. Keningnya mengerut, rasanya Serim seperti harus mengikuti sesuatu itu.

"Kenapa?" Seokmin bertanya lagi, tapi tidak dapat jawaban dari Serim. Lelaki itu menoleh ke sampingnya, Serim sudah tidak ada di sana.

"Serim-a?" Seokmin panik, pandangannya mengedar ke penjuru jalan, tapi masih tidak dapati eksistensi Serim di mana pun. Bahkan batang hidungnya saja tidak terlihat. Baru saja Seokmin melangkahkan satu kakinya ke depan dengan niat mau mencari Serim, sebuah suara benturan benda keras mendadak terdengar.

Seokmin gemetaran menuju ke arah sumber suara. Kakinya melemas, bersamaan dengan matanya yang nyaris keluar dari tempatnya sewaktu melihat kerumunan orang.

Berita buruknya, Serim adalah apa yang jadi pusat perhatian orang-orang itu, dengan tubuh terkapar lemah dan berdarah.

[]

Tes ombak duls

𝙇𝙖𝙘𝙪𝙣𝙖 °Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ