3 - Ngapel

17K 663 20
                                    

Sejak kapan keramik sekolah lebih menarik daripada wajah-wajah manusia? Mungkin sejak wajah-wajah itu menunjukkan ekspresi sinisnya pada Flora. Baru saja melangkah memasuki gerbang SMA Dynamic, Flora sudah merasakan hawa-hawa tidak enak di sekelilingnya. Jika biasanya para murid tersenyum atau setidaknya tidak acuh padanya, kini Flora bagaikan segumpalan kentut yang membuat orang mendecih kesal.

Penyebabnya sudah pasti karena undangan pernikahan tiba-tiba Flora yang mereka dapati Minggu lalu. Namun kenapa jadi mereka yang kesal? Bukankah seharusnya Flora yang gondok karena harus menjadi ibu rumah tangga dini? Ah, tetapi bagaimana bisa gondok jika suaminya saja setampan Gera. Flora percaya, jika nanti mereka datang ke pernikahan dirinya, para gadis akan mengiri setengah mati melihat suaminya itu. Mengayallah setinggi mungkin, karena mereka tidak akan bisa mendapatkan pria setampan Gera.

Flora tersenyum sinis lalu mengibaskan rambut panjangnya itu dengan percaya diri. Tentu membuat sekitarnya semakin mual melihatnya.

"Pasti Flora hamil di luar nikah."

"Masa baru umur 17 udah nikah, mau jadi apa entar."

"Ah, paling dijodohinnya sama om-om, mau bangkrut kali keluarganya."

"Atau emang Floranya aja kegatelan mau nikah muda, kebelet kali dia."

Flora mengernyit tidak suka saat mendengar fitnah-fitnah yang keluar dari mulut siswi butek dekat kelasnya. Tanpa basa-basi, Flora berjalan lebih cepat menuju mereka.

"Heh cewek-cewek butek! Asal lo tau ya! Gue ini cantik dan laki gue tergila-gila sama gue! Saking takutnya gue direbut orang, dia mau nikahin gue pas gue legal!"

Seluruh murid yang ada di lorong kelas 12 itu mengerubuni Flora dan keempat siswi yang kini merapat gemetar. Flora tersenyum cemooh dengan tangan melipat di depan dada.

"Kalo modelan kalian sih, agak susah buat bikin cowok takut kehilangan kalian. Mungkin mereka justru takut kalo kalian yang jadi jodohnya beneran."

Emi dan Jimmy yang mendengar ada keributan di depan kelas yang melibatkan Flora, mereka segera menerobos kerumunan. Emi menarik lengan Flora agar menjauhi keempat siswi tersebut.

"Flo! Jangan ngada-ngada deh!" bisik Emi jengkel. Baru saja masuk kelas, sahabatnya ini sudah menyerang siswi lain yang menghinanya.

"Bubar! Bubar! Berantemnya udah selesai!" Jimmy mengusir para murid yang berkumpul mengitari mereka. Termasuk keempat siswi yang tadi diserang oleh Flora.

Sedikit informasi saja, Flora tidak takut untuk melawan siapapun yang mengganggunya. Meskipun itu adalah guru atau orang tua murid sekalipun. Bukannya jahat, tetapi Flora tidak suka mengalah atas hal yang tidak benar. Berbeda jika dia yang salah, Flora akan meminta maaf. Tetapi itu jarang terjadi. Mungkin hanya saat Flora salah menyapa orang yang dia kira Emi dan ternyata bukan. Dia akan bilang maaf.

Begitu Flora melihat tidak ada lagi murid yang berlalu-lalang, dia berjalan ke arah pembatas yang menampilkan lapangan basket dari lantai dua itu. Flora menghembuskan nafasnya kasar.
"Jadi kemaren gimana? Lo udah bilang kan kalo lo mau cerai?" desak Emi tidak sabar.

"Jangan bilang dia tergila-gila sama lo beneran?" tanya Jimmy.

Flora terdiam menatap Emi dan Jimmy bergantian. Wajahnya jengkel akibat empat siswi tadi berganti dengan rona merah berseri-seri. Membayangkan wajah Gera saja Flora sudah salah tingkah sendiri.

"Kok lo senyum-senyum? Kenapa sih?" Emi benar-benar heran dengan sikap Flora yang berubah-ubah. Tadi kesal, kini berseri-seri seperti bunga.

"Gue gak akan cerai sama Gera," ucap Flora tersipu-sipu.

Marriage as Her 17th Birthday GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang