Second Chapter (Ujian Nasional)

1.1K 8 0
                                    

Empat Bulan lagi siswa kelas XII, akan melaksanakan ujian nasional, maka sekolah Tia dan teman-temannya yaitu di SMA Perjuangan Bangsa yang merupakan SMA favorit dikotanya, mengadakan program belajar tambahan, untuk siswa kelas XII. Didatangkan guru-guru dari luar sekolah untuk memberikan belajar tambahan, selain itu siswa-siswa diberikan buku-buku pembahasan soal UN tahun sebelumnnya dan prediksi soal, sebagai latihan untuk menghadapi Ujian Nasional nantinya.

Sepulang sekolah Tia dan teman-temannya berkumpul di basecamp mereka. Sebuah rumah kecil, yang dahulunya adalah rumah Tia, yang lama. Mama Tia memperbolehkan mereka memakai rumah itu, agar rumah itu tetap berpenghuni, dan tidak hanya dihuni oleh tikus dan kecoak. Tia dan teman-temannya biasanya belajar bareng disana. Suasana dirumah itu sangat sejuk, banyak sekali pepohonan disekeliling rumah. Disamping rumah ada pohon mangga yang sedang berbuah.

"ndi , ambilin mangga dong, buat kita ,,," kata Tia

" iya... ide bagus tuh, siang-siang gini makan mangga, seger !" sambung Reka

" Iya deh... ndu loe bantuin gue yah!" Jawab Andi

" ok sip!"

Setelah Andi dan Pandu mengambil mangga, keenam sahabat itu, melahap buah mangga itu dengan lahapnya diiringi canda dan tawa. Kemudian baru belajar bareng dengan penuh keseriusan. Walau mereka senang bercanda, namun saat belajar mereka tetap bisa serius, dan konsentrasi belajar. Jika salah satu diantara mereka ada yang tidak mengerti, yang lain akan mengajarkan, dan jika mereka sama-sama tidak ada yang mengerti satupun, mereka akan berusaha mencari penyelesaian soalnya secara bersama-sama. Namun jika tetap saja tidak mengerti juga, maka mereka akan tanyakan kepada guru disekolah. Begitulah mereka sejak satu bulan yang lalu, mereka yang dulunya sering hura-hura kini telah menyadari, tak banyak waktu lagi sebelum terlambat berubah, karena ujian nasional yang kini semakin dekat. Setelah sore mereka pun pulang, kerumah masing-masing.

Sesampai dirumah, Mitia disambut dengan bau makanan yang bikin air liurnya meleleh. Apalagi kalau bukan makanan buatan mamanya, mama Tia emang paling jago masak. Papa Tia pun baru pulang kerja, dan berpapasan dengan Tia di pintu pagar rumahnya, mencium bau masakan buatan mamanya itu, papa Tia pun ikut tergoda ingin makan.

" hmhm Tia, kamu ngecium bau makanan nggak? papa jadi lapar!" ujar papa.

" iya pa, aku juga pengen makan jadinya pa !" Jawab Tia

"Ya udah ayo kita cepet-cepet masuk, papa jadi ngak sabar mau makan !" sambung papa.

Setelah mandi dan shalat magrib, Mitia, mama dan papanya makan bersama. Papa memuji habis-habisan makanan buatan mama, yang pasti bikin mama senang banget. Mitia memang anak satu-satunya, orang tuanya sangat menyayanginya. Walau kadang Mitia sering merasa kesepian dirumah. Karena tak memiliki adik atau kakak sebagai teman bermain, atau pun bercerita di rumah. Sehingga dia agak pendiam, dan dia menghabiskan banyak waktunya untuk belajar. Tapi ada untungnya juga, dia pintar dan selalu dapat juara kelas.

Besoknya disekolah tiba-tiba ada Try Out dadakan, ini dilakukan olah buk Wati guru matematika, untuk menguji kemampuan siswanya, seberapa siap siswa dalam menghadapai Ujian Nasional.

"Anak-anak simpan semua buku kalian dan keluarkan alat tulis kalian, hari ini kita TO!"

"hah! Masa TO nya dadakan gini buk" semua siswa terkejut dan mengeluh. Namun buk Wati adalah guru yang tegas, apa yang di ucapkannya tetap akan dilaksanakan.

" Ini hanya untuk menguji kesiapan kalian saja, seberapa siap kalian dalam menghadapi UN yang sudah tinggal 3 bulan lagi" tegas buk Wati.

Ujian pun berlangsung, beberapa orang siswa berwajah buram, menunjukkan tak mampu menjawab soal-soal dan ada yang terlihat santai-santai dan menjawab soal tersebut dengan enjoy. Ada juga yang sangat serius mengerjakannya. Ada beberapa orang yang berusaha mencontek namun tak bisa, karena diawasi oleh ibuk Wati dengan sangat ketat. Try Out pun selesai beberapa orang menunjukkan wajah yang puas, dan termasuk Tia, dia dapat menyelesaikan soal tersebut dengan baik. Tapi Silla menunjukkan wajah yang lemes dan merasa kurang puas, sedang yang lain biasa saja. Dan seperti biasa, keenam sahabat berkumpul di kafe bu Ina.

ENAM SAHABATWhere stories live. Discover now