1. Selena

869 72 3
                                    

Selena. Itu namaku. Aku seorang gadis remaja yang tinggal bersama keluargaku di rumah yang sederhana. Meskipun sederhana, aku sangat bersyukur karena keluarga kami adalah keluarga yang harmonis. Ayahku hanya seorang pegawai kantoran dan ibuku hanya di rumah mengurus keluarga kami. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki, dia bernama Park Seonghwa. Nama kakakku aneh, kan? Yap, karena dia berasal dari Korea Selatan.


Dulu aku tak mengerti, ayah dan ibuku tidak ada darah Korea sama sekali, tapi kenapa kakakku memiliki darah Korea? Dulu aku tidak tahu. Bertahun-tahun aku menjalani kehidupan normal, hingga suatu hari aku sangat terkejut dengan sebuah fakta yang disembunyikan selama bertahun-tahun dariku.

●●●

Pukul 06.00.

Aku terbangun dari tidurku dan segera beranjak dari ranjangku yang nyaman. Aku langsung bergegas untuk mandi dan bersiap-siap menjalani hari. Setelah siap dengan seragam sekolah, aku pergi ke dapur untuk sarapan bersama keluargaku. Seperti biasa, ibu sudah menyiapkan makanan lezat di atas meja makan. Kami semua sarapan bersama sambil bercerita. Itu adalah suatu kebiasaan kami, saat sedang di meja makan, kami akan bercerita tentang hari-hari kami. Itu sungguh menyenangkan. Aku selalu menyukai momen itu.

"Seonghwa, Selena, bersiaplah. Sebentar lagi kita akan berangkat," kata ayah.

"Baik, yah!" jawabku kompak bersama Kak Seonghwa.

Lalu ayah tertawa dan ibu hanya tersenyum melihat aku dan Kak Seonghwa bertingkah layaknya sedang hormat.

Sekarang aku duduk di bangku SMP dan Kak Seonghwa duduk di bangku sma. Usia kami berjarak 4 tahun. Saat SD, aku bersekolah di tempat yang sama dengan Kak Seonghwa. Banyak yang tidak percaya bahwa kami adalah adik dan kakak. Orang bilang wajah kami tidak sama. Tapi aku berpikir seorang saudara tidak harus memiliki wajah yang sama, bukan?

Banyak juga orang yang bilang Kak Seonghwa memiliki nama yang mirip orang Korea dan menyimpulkan bahwa kami adalah saudara tiri. Namun aku selalu menyangkal hal tersebut.

Aku selalu bilang kami lahir dari rahim yang sama. Anehnya saat Kak Seonghwa dibilang bahwa kami adalah saudara tiri, ia hanya tersenyum tanpa menjawab.

Ah, sudahlah. Aku tak mau pusing memikirkan hal itu.

Tapi setiap kali aku berusaha melupakannya, aku selalu kepikiran omongan orang-orang terhadap kami, aku dan Kak Seonghwa.

Aku segera naik ke mobil dan duduk di samping kursi kemudi.

"Selena, ini giliran kakak yang duduk di sebelah ayah!" ia mengomel kepadaku. Aku hanya tertawa.

Hal ini sering terjadi. Tapi setelahnya, kami langsung berbaikan. Kami tak pernah bertengkar karena hal-hal yang serius.

Sekitar 20 menit, aku sampai ke sekolah. Jarak rumah dengan sekolahku cukup jauh, itu yang membuat aku harus diantar oleh ayah. Sekolah Kak Seonghwa juga jauh. Bisa saja aku pergi bersama Kak Seonghwa mengendarai sepeda motor, tapi mengingat umur Kak Seonghwa belum cukup untuk mendapatkan izin.

Awalnya Kak Seonghwa ingin bersekolah di sekolah yang berada di dekat rumah. Karena kepintaran Kak Seonghwa, ia di sekolahkan di SMA favorit di kota kami.

Jelas aku tak mau kalah dengan Kak Seonghwa. Aku belajar sungguh-sungguh. Aku sering belajar bersama Kak Seonghwa. Ia selalu mau mengajariku, selalu sabar menjelaskan sesuatu yang tidak aku ketahui. Dia memang kakak idaman. Hehe...

"Pagi, Selena cantik, hehe," sapa seseorang. Terdengar suara nyaring khas seorang gadis berambut pendek. Senja, sahabatku sejak kecil.

"Pagi juga Senja manis, hehehe," balasku kepada Senja.

"Ayo ke kelas," ajak Senja sambil menarik tanganku. Aku hanya ikut berjalan di belakangnya.

Di kelas sudah banyak murid yang menggunakan seragam serba putih dan biru, warna favoritku sejak kecil.

Aku segera duduk di bangku yang berada di sebelah bangku Senja.

Tak lama kemudian bel tanda masuk berbunyi. Terdengar suara hentakan sepatu dari koridor. Ini adalah jadwal pelajaran Bu Lea.

Astaga! Aku lupa mengerjakan PR matematika. Apa yang harus aku lakukan? Bu Lea termasuk guru yang paling ditakuti siswa.

"Ada apa, Selena?" tanya Senja yang dari tadi kebingungan melihat tingkahku.

"Senjaaa, aku lupa ngerjain PR! Aku harus gimanaaa?" rengekku kepada Senja.

Mendengar hal itu Senja ikut panik. Bu Lea adalah orang yang disiplin. Bu Lea sering memberi hukuman terhadap siswa yang tidak mengikuti peraturannya, termasuk tidak mengerjakan PR. Bu Lea tidak memiliki toleransi kepada muridnya. Jika murid melakukan kesalahan, siap-siap mendapatkan hukuman manis dari Bu Lea.

Bu Lea masuk ke kelas dengan anggun. Ia memang anggun memakai baju kemeja dan rok selutut.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa Bu Lea dengan suara berat namun memesona. Aku menelan ludah.

"Pagi, bu," jawab siswa kompak.

"Kumpulkan PR kalian. Yang tidak mengerjakan maju kedepan!" perintah Bu Lea.

Aku yang tampak panik dari tadi ternyata menyita perhatian Bu Lea. "Ada apa, Selena?"

Lalu aku maju ke depan kelas tanpa membawa buku.

"Saya lupa membuat PR, bu," ucapku dengan nada bersalah.

Bu Lea tampak terkejut. Mungkin Bu Lea berpikir aku adalah siswa yang cukup teladan tidak mengerjakan PR.

"Apa kamu yakin Selena?" selidik Bu Lea. Aku hanya mengangguk kecil. "Baiklah, silakan kamu keluar kelas dan berdiri sampai pelajaran saya selesai!"

Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menurut. Aku memang bersalah, maka aku harus mempertanggung jawabkannya. Aku melangkah gontai menuju pintu kelas. Aku melirik sekilas ke belakang, terlihat teman-teman mengkhawatirkanku.

Aku berdiri di luar kelas. Sendirian di koridor. Ada beberapa guru dan siswa lewat di depanku. Mereka memandangiku dengan heran. Aku tahu jelas mereka memikirkan seorang murid teladan sedang dihukum. Saat ini aku sedang menanggung rasa malu karena dilihat orang-orang yang berlalu lalang.

●●●

Terima kasih yang udah vote dan comment.

Maaf kalo banyak salah dan typo.




Ini mau ku revisi dikit. Hehe, maafkan.

gadis yang merindukan cahaya rembulan Donde viven las historias. Descúbrelo ahora