14. Teman-teman

117 25 0
                                    

Aku dan Senja berjalan memasuki kelas 8A. Di kelas, sudah banyak murid yang sudah duduk di bangku kelas. Karena kami agak lama dan bangku masih sedikit yang kosong, alhasil aku dan Senja duduk di barisan paling belakang.

"Hai, Selena," sapa seseorang. Itu adalah Eric, anak laki-laki yang katanya suka padaku.

"Oh, hai Eric," aku membalas sapaannya dengan gugup.

Jujur saja, Eric memiliki wajah yang tampan. Ia juga murid yang pintar. Aku juga suka padanya. Tapi banyak juga murid perempuan yang menyukainya.

Eric duduk di bangku yang ada di depanku. Dia meletakkan tasnya di sana.

"Apa kabar, Selena?" Eric bertanya.

"Aku baik, kamu?" aku balik bertanya.

"Oh, aku juga baik," katanya sambil tersenyum.

"Ekhemm, serasa dunia hanya milik berdua, yang lain cuma numpang ngungsi aja," sindir senja sambil membesarkan volume suaranya. Senja sengaja agar semua orang menoleh pada kami.

Benar saja, hampir seisi kelas menoleh pada kami. Ada yang tertawa, ada juga yang heran, dan ada juga yang merasa terganggu. Mereka yang tertawa pasti mengetahui hubungan kami berdua. Dan mereka yang terganggu kebanyakan orang-orang yang menyukaiku dan Eric.

"Cie cie, udah jadian, nih?" goda salah satu temanku, Adel.

"PJ mana PJ?" sahut teman Eric, Reven.

"Yang penting PJnya jangan dilupain," sambung Tony, teman Eric juga.

"Doain aja, mungkin bentar lagi, tunggu aja," kata Eric sambil menyengir.

"Mana ada, kalian ini," seruku.

"Ih, Selena mukanya merah," Senja ikut menggodaku.

Adel, Reven, Tony, Senja, dan Eric tertawa melihat wajah merahku. Tolong bawa saja aku keluar dari sini. Wajahku benar-benar memanas.

Tapi banyak juga yang menatapku tidak suka. Aku tidak peduli.

Aku, Senja, Adel, Eric, Reven, dan Tony memang dekat sejak kelas 7. Tapi kami tidak berada di kelas yang sama. Aku dan Senja kelas 7B, Reven dan Eric kelas 7D, sedangkan Tony dan Adel kelas 7B. Kebetulan sekali, di kelas 8 kami semua sekelas.

"Sel, kamu baru pulang dari Korea ya?" tanya Adel.

"Iya, nanti sore Ke rumahku, yuk," ajakku. "Kalian gak ada acara, kan?"

"Boleh, gabut aku di rumah," Reven menyetujui ajakkanku.

"Oke," kata Tony dan Adel bersamaan.

"Aku tanya emak aku dulu, takut telinga aku sakit nanti," celetuk Eric.

Kami semua tertawa karena Eric. Memang ibunya Eric agak galak.

"Ayo dong, Ric. Sekalian minta restu," kata Senja sambil cengegesan. Aku mencubit lengannya sampai ia meringis kesakitan. "Santai dong, neng. Canda aja atuh, nah kan mukanya merah lagi,"

Mereka tertawa. Sedangkan aku sedang berusaha bersikap biasa saja, karena sedari tadi aku sudah degdegan.

●●●

gadis yang merindukan cahaya rembulan Où les histoires vivent. Découvrez maintenant