Snapshot 2 : Rightness

29 6 0
                                    

[Picture hakyeon with yeonji]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Picture hakyeon with yeonji]

Buktinya, janji tidak selamanya akan ditepati ada kalanya kita akan mengingkarinya karena sebuah kondisi yang memaksa kita untuk mengulangi sebuah masalah. Yeonji, melakukan self harm diam-diam tanpa diketahui oleh Hakyeon. Memberi sedikit goresan di bagian kaki, tangan. Silet yang ia temukan di bawah kasur yang Hakyeon sembunyikan namun Yeonji menemukan itu.

Kondisinya sedang kacau dengan begitu ia rasa sakit hatinya teralihkan. Yeonji membenci hidupnya makanya ia merasa lebih baik sakit sekalian.

Pada malam itu, Yeonji harus menelpon suaminya itu yang tak kunjung datang sebelum melakukan self harm. Mengapa suaminya selalu telat pulang? Yeonji dengan segala kekhawatirannya itu memulai menguasai tubuhnya entah mengapa disaat seperti ini Yeonji justru menyalahkan dirinya dengan segala negative thinking tentang suaminya.

Yeonji tipikal wanita yang overthinking. Berakhirlah ia melakukan self harm karena bisikkan nya mulai terdengar oleh telinga Yeonji.

Segala hal selalu ia pikirkan bahkan Hakyeon pun telah memberikan obat penenang untuknya agar tidak terlalu panik dan menjadi lebih tenang. Yeonji membuang obat itu tanpa sepengetahuan Hakyeon. Obat itu sangat buruk sehingga Yeonji merasa overdosis jika dirinya meminum obat itu terus-menerus hingga obat itu akan menimbulkan efek candu. Yeonji benci obat-obatan.

Terdengar suara sebuah mobil berhenti di depan rumahnya itu, Yeonji segera menghampiri jendela dekat pintu utama rumahnya. Hakyeon datang bersama seorang wanita lain yang merangkulnya kemudian menuntunnya, Yeonji terkejut ia pun membuka pintunya. Melihat Hakyeon dengan keadaan kacau membuat hati Yeonji tersayat, ia belum bisa mengurus suaminya itu.

Wanita itu pun menyerahkan Hakyeon kemudian Yeonji merangkul suaminya itu. Bau alkohol yang begitu menyengat, Yeonji membenci bau minuman itu.

Sebelum wanita itu pergi dengan mobilnya ia sempat menyampaikan sesuatu pada Yeonji, "jaga baik-baik suami mu. Ia hampir menyentuhku, perkenalkan aku sekretarisnya. Aku sudah menikah. Aku harap kamu bisa menjaga suami mu sebaik mungkin, menurutku dia kesepian. Terima kasih." Wanita itu pun pergi kemudian Yeonji membawa Hakyeon masuk ke dalam rumah. Hakyeon tak henti meracau tidak jelas, mengeluarkan segala umpatan dengan kata kasar.

Dia sangat kacau.

Ia menjadi overthinking bahkan sangat overthinking. Yeonji menghela napas berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdebar menggebu-gebu merasa sangat sesak. Hakyeon tidak bahagia menikah dengannya, Yeonji cukup tahu akan hal itu. Yeonji sangat sedih sekarang. Yeonji bersalah.

Ia merasa Hakyeon itu baik-baik saja tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Yeonji tidak mengampuni dirinya karena telah membuat suaminya tidak nyaman menikah dengannya. Yeonji sadar jika seharusnya bukan dirinya yang bersanding dengannya satu tahun yang lalu, ia sadar jika tidak seharusnya ia menerima lamaran itu, ia semakin sadar bahwa ia tidak pantas bersama Hakyeon.

Hakyeon sangat berharga baginya.

Akhirnya mereka sampai di kamar mereka. Yeonji menghampiri kasur itu dengan langkah pendek karena Hakyeon terlalu berat sehingga Yeonji kesulitan sendiri. Hakyeon sudah tertidur di kasurnya itu, sesekali dia meracau tidak jelas lagi namun racauan terakhirnya membuat Yeonji tertegun.

"Aku-aku tidak bahagia, aku ingin menjadi seorang ayah."

📸📸📸

Snapshot✓ ju haknyeonWhere stories live. Discover now