04. Don't Listen in Secret | Joshua (1/2)

306 35 12
                                    

Untuk __itsmeRhee yang udah menysen shua di chapter uji :3


Bagian 1 dari 2!

Enjoy ^^


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Sakit. Bagaikan kepala yang tertembus besi panjang, terantuk palu besar tak kasat mata hingga membuat pandangan berkunang-kunang, terkena cengkeraman paksa yang tak terhindarkan. Menyiksa. Itu hanya sebagian kecil dari perumpamaan rasa sakit yang bisa membuat siapa pun kesulitan walau hanya untuk menghirup oksigen dengan benar.

Terlalu banyak. Terlalu pedih.

Sakit. Sakit. Sakit!

Napasnya tersekat. Keinginan mencabut penyiksaan internal itu terhalangi helaian rambut yang kini lepek dibanjiri peluh. Ditambah dengan ringisan pedih yang menggema dalam desibel minimum, sudah lebih dari cukup menjelaskan keadaan Joshua yang kesulitan.

Kedip jam digital di dalam kamar pribadinya masih menunjukkan pukul dua dini hari, menandakan baru satu jam dirinya dan anggota lain menyamankan diri di atas kasur. Namun, siapa sangka, di saat anggota lain terlelap dalam tidurnya usai jadwal yang menguras tenaga, Joshua justru kesulitan memejamkan mata akibat denyut pada kepalanya makin lama makin menjadi.

Jemari lelaki itu menyusup di antara helai rambut gelapnya, mencengkeram kuat dengan mata tertutup rapat. Kerutan pada keningnya tampak jelas dan dalam, menjadi indikasi rasa pening yang tak kunjung berkurang.

Bukan suatu rahasia jika Joshua sering merasa pusing tiba-tiba. Entah di ruang tunggu, saat bangun tidur, atau usai melakukan penampilan, rasa sakit itu datang tanpa permisi. Dan dari sekian banyak kasus yang telah dialami, ada beberapa hal yang diduga bisa menjadi pemicu: tingkat stres dan lelah yang dialami tubuhnya. Karena hal itu pula lah, Joshua harus bisa mengkondisikan diri sebelum keadaannya makin parah—entah dengan duduk tenang, memaksa tidur, atau pilihan terakhir adalah meminta Seungkwan untuk memberinya obat anti rasa agar pening itu pergi dengan sendirinya.

Solusinya sering berhasil.

Namun, tidak untuk kali ini.

Joshua benar-benar kehabisan akal. Satu jam sudah ia lalui dengan berusaha menutup mata, tetapi tubuhnya tak menunjukkan tanda-tanda kehilangan kesadaran. Stok obat anti rasanya sudah habis, dan ia tak punya cukup tenaga untuk meminta Seungkwan memberikan satu untuknya—jangankan memanggil, mengulurkan tangan untuk meraih ponselnya saja sudah sulit bukan main.

"Kumohon, tidur."

Andaikan bisa memejamkan mata walau semenit saja, Joshua yakin sakit ini akan lenyap ketika dirinya terbangun. Ia hanya butuh tertidur.

Tapi kenapa hal sesederhana itu tak bisa dilakukan olehnya?

"Tenang. Kau harus tenang, Josh. Kosongkan pikiranmu."

[⏸️] Fallin' Flower | Seventeen Oneshot(s)Where stories live. Discover now