04. Don't Listen in Secret | Joshua (2/2)

211 28 13
                                    

Tolong sempatkan waktu baca author notes di bagian bawah yaa, karena berkaitan untuk next plan dari work ini ^^

Tenkyuu


Bagian 2 dari 2

Enjoy!


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Lalu, sampai kapan kau ingin menyakiti diri sendiri dalam diam?"

Serangan balasan itu sama sekali tak terprediksi oleh Joshua, meninggalkannya dalam kebisuan usai mendengar kalimat yang membuatnya tercekik di detik itu juga. Pikirannya bentrok. Satu sisi, ia membenarkan kalimat Jeonghan. Namun, di sisi lain, egonya terus berteriak 'Jeonghan tidak mengerti kondisinya'.

Sekarang, bagaimana Joshua harus bersikap?

Nyawa si lelaki Hong kembali ke realita kala embusan kuat dilontarkan oleh lelaki Yoon. Mata itu tak lagi menyorot padanya, melainkan menatap langit-langit kamar dengan sebelah tangan menjadi bantalan kepala. "Maaf, sepertinya aku terlalu memaksakan cara berpikirku padamu."

Joshua tak langsung menjawab. Kedua bibirnya mengatup rapat, membentuk garis tipis dengan kepala terangguk samar. "Aku mengerti alasanmu mengatakannya."

Joshua mengerti apa yang dikatakan Jeonghan adalah bentuk kekhawatiran. Joshua mengerti apa yang dilakukan ketiga adiknya pagi ini adalah bentuk perhatian. Joshua mengerti, anggota lain yang mengurungkan niat untuk menggali lebih jauh permasalahan yang dialaminya adalah bentuk 'menghargai'. Joshua mengerti. Namun, dirinya terus dibayangi oleh ketakutan abstrak jika dirinya terlalu 'gamblang' pada dunia. Ia takut dianggap sebagai beban. Ia takut dianggap sebagai 'tukang mengeluh'. Ia takut tak ada yang mau bicara dengannya jika dirinya terlalu banyak membeberkan apa yang ada di pikirannya, menjadikan lahirnya sebuah 'tekad' guna menyimpan hampir segalanya untuk dirinya sendiri.

Gesekan kain serta derit dari pegas kasur membuat Joshua tersadar. Rasa kebas mulai menjalari tangannya, tak menduga jemarinya mengepal erat selama pikirannya berkecamuk. Jejak ujung kuku terlihat jelas di telapak tangannya, mengantarkan rasa perih samar—yang sama sekali tak sebanding dengan cekikan kasat mata pada lehernya.

Derit itu kembali terdengar, memancing Joshua untuk mengalihkan pandangan. Saat ini, Jeonghan yang masih setia pada permukaan kasur, menempelkan ponselnya pada telinga, melakukan panggilan tanpa Joshua tahu siapa yang ada di ujung sana. Ia tak mendengarkan dengan detail, hanya bagian akhir yang tercatat ingatannya: kemari sekarang.

Rasa penasaran mulai menggelitik kala sambungan telepon telah terputus. "Siapa?"

"Yang berjalan denganku di koridor waktu itu, sekaligus orang yang mendengar suaramu semalam dan kemudian menceritakannya padaku sambil menangis."

"Kau menyuruhnya kemari—"

"Hyung?"

Belum sempat menutup kalimat dengan benar, Joshua sudah menoleh terlebih dahulu ke sumber suara. Betapa terkejutnya ia kala melihat Seokmin melongokkan kepalanya di bingkai pintu dengan sebelah tangan masih menempelkan ponsel pada telinga. Terlebih dengan wajah memelas yang bisa meneteskan air mata kapan saja, sudah lebih dari cukup untuk menjadi indikator bahwa dialah sosok yang dimaksud Jeonghan barusan.

[⏸️] Fallin' Flower | Seventeen Oneshot(s)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang