ELINAII18✔

203 14 0
                                    

SIDER= JOMBLO ABADI✨💫

VOTE+KOMEN= GAK PELIT.

Happy reading💋


-o0o-

Di kamar, Dreynan sedang melamun. Entah mengapa Dreynan merasa banyak kepikiran. Apa lagi perasaannya yang sudah lama Dreynan memendam, membuat Dreynan sedikit goyah akan logikanya yang terus berputar. Di satu sisi ingin mengutarakan perasaannya, tapi di satu sisi Dreynan merasa takut kedepannya.

Dreynan mengambil sebuah remot, lalu menekan tombol hijau di antara tombol merah dan kuning, hingga dinding berwarna abu-abu hitam itu tergeser menampilkan sebuah foto. Foto seorang dua sosok gadis kecil, dan 1 laki-laki yang tak lain Dreynan sendiri. Dan dua sosok gadis itu berada di sekitar Dreynan. Dreynan merasa di lema bahkan. Di atas wajah mereka terdapat inisial B, E, D.

Lalu memandangnya dengan lekat-lekat, tanpa Dreynan sadari sebuah senyuman terbit di ujung bibir. Hingga Dreynan kembali menekan sehingga kembali tergeser tak lagi menampilkan foto mereka bertiga lagi.

Dreynan beralih menatap dinding-dinding kamar yang banyak dengan angka-angka, rumusan. Di dorong dengan paksa, bukan hal yang di inginkan. Dreynan di tuntut, tuntut, dan di tuntut harus di atas sempurna. Dreynan ingin seperti yang lain, bisa melakukan apa saja yang di inginkan, di indamkan.

Meraih sebuah gelar, piala, ke-juaraan, sangat menyiksa Dreynan. Bukannya merasa bangga atas keberhasilannya sendiri, tapi Dreynan merasa gagal karna 'harus bisa' dengan segalanya.

Ah memikirkan saja sudah bikin Dreynan pusing. Apa lagi ia melakukan selama ini, rasanya Dreynan frustasi plus jadi ingin orang gila.

Kamar Dreynan di ketuk, membuat Dreynan pergi membukanya. Tertampanglah muka yang menurut Dreynan menyebalkan.

"Apa?" Tanya Dreynan ketus.

"Di panggil papa." Jawab Faro--Alfaro Xavier, kakak Dreynan.

Dreynan mengdengus sebal. Dengan malas Dreyna melangkah melewati Faro yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. Setelah menuruni anak tangga, Dreynan pun sampai di ruang keluarga yang terdapat papa-nya dengan mama-nya.

Ira Renjana--mama Dreynan tersenyum memanggil anaknya menyuruh Dreynan duduk di sampingnya. Dreynan pun menurut.

Tak lama, Faro ikut turun juga. Lalu duduk di samping papa-nya. Keadaan hening. Terasa mencekam apa lagi aura dari Cleon--papa Dreynan dan Dreynan yang saling berlawanan. Sedangkan Ira hanya diam tanpa membuka suara, sama halnya dengan Faro juga.

"Kenapa bolos?" Pertanyaan itu meluncur dari bibir Cleon. Dreynan yang mendengar pertanyaan itu di tujukan untuknya, menoleh menatap Cleon yang memandang lurus tv yang menyala sedari tadi.

"Bosan." Jawab Dreynan dengan enteng membuat mata Cleon menajam.

"DREYNAN! PAPA SEKOLAHIN KAMU BIAR PINTAR! SUKSES! INI DEMI KEBAIKANMU JUGA! JANGAN KEKANAK-KANAKKAN DREYNAN PRAMANA!!" Bentak Cleon mencengkram erat baju Dreynan yang kini sudah tak lagi duduk.

Dreynan mendengar perkataan papa-nya terkekeh geli. Menghempaskan cengkraman dengan kasar.

"Demi kebaikan? Salah tu pa, harus ya ngomong kek gini " Demi nama baik."
Itu baru bener pah." Balas Dreynan sambil melangkah ke kamarnya.

Kepergian Dreynan, suasana di ruang keluarga kembali hening. Napas Cleon yang memburu. Dada yang naik turun. Sedangkan Ira hanya diam. Faro yang sudah bosan hanya duduk, diam, dan nonton berdiri pergi ke kamarnya juga.

"Pah, jangan tekan Dreynan." Kata Ira.

Cleon melirik sekilas sang istrinya. "Gak usah belain ma. Papa gitu juga biar di bisa berdiri sendiri. Pokoknya Dreynan harus di atas sempurna. Papa gak mau tau!"

ELINA [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang