[SNAoD 14]

13 1 0
                                    

Happy reading

***

Sudah satu minggu Alvino dirawat di rumah sakit, pemuda itu baru saja sadar dari acara tidur panjangnya yang disebut koma, tadi pagi. Keadaannya? Jelas tidak baik-baik saja, kaki kiri patah, lima tulang rusuk patah dan tangan kanan yang juga patah, mengakibatkan pemuda itu harus berbaring di brangkar rumah sakit dalam keadaan menyedihkan.

Ketika matanya terbuka, Alvino sedikit berharap orang pertama yang dia lihat adalah Alana, seperti gadis itu yang selalu datang ke dalam mimipinya untuk memintanya kembali.

Tapi, kenyataannya harapan itu sirna kala dia tak mendapati gadis itu di sekitarnya. Bahkan setelah terbangun dari koma. Dia tidak menemukan Alana.

Bahkan ketika dia bertanya di mana keberadaan gadis itu pada keluarganya, yang ia dapatkan hanya kebisuan.

Lo ke mana, Alana?

Alvino menatap kosong langit-langit ruang inapnya. Keheningan menemaninya. Ah bukan, suara tetesan air infus yang tergantung di sisi tempat tidurnya dan suara detak jam di atas televisi yang layarnya menggelap menjadi temannya di ruangan itu.

Keluarganya tengah pulang untuk berganti baju dan beristrahat sesuai permintaannya.

"WOYYY BREE, WELCAM TO WORD, "suara lantang dari arah pintu membuat Alvino tersentak. Kapalanya menoleh, menyorot tidak suka mahluk tidak tau malu yang dengan semangat hendak memeluk dirinya.

"No peluk-peluk, gue masih normal, " desis Alvino menatap tajam pemuda itu. Sergio mengerucutkan bibirnya lalu berbalik dan melompat ke sofa abu-abu di ruang inapnya.

Dan tanpa diminta memakan apel yang tersedia di atas meja.

Alvino mendengus.

"Gimana keadaan lo? " Bintang menatap lekat keadaan sahabatnya itu dari ujung kaki sampai kepala.

Mengalihkan tatapan tidak sukanya dari Gio. Alvino tersenyum simpul pada Bintang. "Ya, seperti yang lo liat. Gue masih bisa napas dengan baik, kaki gue patah, kata dokter beberapa tulang rusuk gue juga patah, tangan gue nih, juga patah.... Tapi kalau mau nyempetin diri buat nyantet si Gio, gue masih sanggup kok, "ujarnya dengan nada santai, Alvino cengar-cengir.

Bintang memutar bola matanya malas, si cuek itu lantas betbalik lalu berguman pelan, "nyesel gue nanya. "

Alvino yang  masih bisa mendengar itu tertawa lalu meringis karena sakit ditubuhnya.  Sahabat-sahabatnya itu baru pulang dari sekolah kelihatannya, dilihat dari seragam mereka yang masih melekat di tubuh masing-masing.

"Lah kok gue? " celetuk Gio tidak terima dengan apel yang masih setia di depan bibirnya, tak sempat dia gigit kala mendengar seruan Alvino.

"Ya, jangan salahin gue dong! Noh, salahin muka lo yang santet-able itu, " jawab Alvino kalem. Sergio mendengus mendengarnya, mengumpat tak bersuara dengan apel yang digigit kasar.

Lama terdiam, Erga ikut bersuara. "Kenapa bisa lo kek gini? " pertanyaan yang sejak satu minggu lalu terparti di benak mereka kini terwakili juga.

Galaksi yang tengah mengirimkan pesan singkat untuk Grani mendongak, ikut menyorot Alvino—menunggu jawaban—dengan alis terangkat.

Gio yang tengah asik memakan apel ditanganya ikut menyorot Alvino.

Dan Bintang yang tengah asik bermain rubik ditanganya ikut menghentikan kegiatannya, mendongak dengan tatapan yang sama seperti  ketiga pemuda lainnya.

Alvino yang ditatap seperti itu meringis pelan, tatapan menunggu dari para sahabatnya itu, baginya seakan tengah berkata -cerita cepet! sebelum kaki lo tambah patah, tulang rusuk lo patah semua dan dua tangan lo ikut patah-

She's Not Angle Or Devil [On Going]Onde histórias criam vida. Descubra agora