• 12 Oktober 2014 (G)

80 14 0
                                    

Geonu - 12 Oktober 2014

Apa yang kupikirkan selama ini ternyata memang benar adanya. Namun entah kenapa rasanya sesakit ini, padahal harusnya aku biasa saja. Potongan-potongan dari surat kabar yang baru saja kulihat terus muncul di pikiranku. Potret orang tua kandungku yang beberapa menit lalu kulihat untuk pertama kalinya, kini tetap melayang dalam pikiranku.

Isakanku pecah begitu kuingat tiap kata dari surat kabar itu. Tidak, aku tidak boleh menangis. Aku tidak ingin membangunkan adik-adikku. Di tengah isakan itu, tiba-tiba seseorang menyentuh bahuku. Heeseung telah berdiri di sana tanpa kudengar langkah kakinya. Atau harusnya aku mendengarnya? Mungkinkah karena sibuk menahan tangisanku sampai aku pun tidak menyadari kehadirannya?

"Aku tahu kau marah." Ucapnya. Memang hanya dialah yang bisa tahu perasaanku hanya dengan menatap wajahku untuk beberapa detik saja. "Tapi apa yang membuatmu marah? Tentang kau yang bukan anak Eomma? Bukankah selama ini kau telah mencurigai hal itu? Lalu kenapa kau harus marah?" Aku hanya menatapnya kemudian menggeleng. "Lalu apa? Kau marah tentang kecelakaan itu? Kau marah karena orang tuamu meninggalkanmu?" Heeseung terus mendesakku, namun jujur saja aku sendiri pun tidak tahu untuk apa aku marah, untuk apa aku menangis. Bahkan jantungku terasa sakit saat kucoba untuk menahan amarah yang aku sendiri pun tidak tahu untuk apa amarah itu muncul.

"Heeseung, apa kau tidak kecewa?" Aku menatapnya, namun ia hanya tertunduk dan mengangkat bahu. "Harusnya kita tahu kalau kita tidak seharusnya berada di rumah ini. Kita tidak berhak tinggal di rumah ini."

"Tidurlah!" Heeseung langsung mengalihkan pembicaraan. Ia bangkit kemudian menepuk bahuku. Awalnya aku hanya menatapnya dengan tatapan mencela ketika lagi-lagi ia berusaha mengalihkan pembicaraan, namun kemudian aku pun mengikutinya keluar dari dapur. Ketika kami telah berada di depan kamar, tiba-tiba ia berbalik dan mengatakan kalau ia melupakan sesuatu. Aku tidak bertanya apa, justru melangkah masuk dan langsung berbaring di tempat tidurku.

Kucoba memejamkan mata namun pikiran lain menggangguku. Bisakah aku tidur dengan keadaan seperti ini? Ketika kucoba memejamkan mata lagi, pintu kamarku terbuka. Aku tidak berbalik, hanya ingin berpura-pura tidur. Dengan begitu Heeseung tidak akan melontarkan celotehannya lagi. Aku mengerjap ketika kusadari langkah itu mendekati tempat tidurku. Tak berapa lama kemudian, kurasakan tempat tidurku sedikit berguncang seakan seseorang baru saja naik ke atasnya. Sepertinya memang benar karena kemudian kurasakan tangan kecil tengah memelukku. Aku tahu siapa pemilik tangan itu.

"Hyung kau baik-baik saja?" Ia berbisik pelan sambil menepuk-nepuk lenganku dengan pelan. Aku tidak menjawab, namun harusnya ia tahu kalau aku masih terjaga. []

SER'5 : Please Be All Ears!Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu