Chapter 5 : Suit for Party

13 1 3
                                    

Keesokan harinya, hari berlangsung sebagaimana normalnya. Aku pergi ke butik, dan melakukan pekerjaanku seperti biasanya. Menyusun barang, membersihkan butik, melayani pelanggan, semuanya terjadi dengan sangat normal.

Hanya saja, pikiranku masih mengawang entah ke mana karena percakapanku dengan Hendra kemarin. Entahlah, aku mengatakan banyak hal yang biasanya tidak pernah kukatakan pada orang lain. Aku bukanlah orang yang terbiasa untuk membiarkan orang lain tahu akan isi hatiku. Aku akan selalu menyimpan semuanya untukku sendiri.

Ada beberapa alasan kenapa aku lebih suka untuk menutup diriku. Mungkin, terutama karena aku tahu kalau orang - orang akan menganggapku aneh. Bukan hanya sekali ada orang yang menganggapku mengalami gangguan kejiawaan karena keanehan karakter yang aku punya. Aku mengetahui kalau aku memang tidak sepenuhnya normal, karena itulah aku memutuskan untuk belajar psikologi agar aku bisa mengetahui siapa diriku sendiri dengan baik. Aku tahu kalau terkadang satu sisi dari karakter yang aku punya bisa terlihat terlalu mencolok di satu waktu dan yang lainnya akan muncul di waktu yang lainnya. Apa yang aku pelajari cukup membantu untuk memahami diriku sendiri dengan lebih baik, karena terkadang aku sendiri tidak bisa mengerti apa yang sebenarnya aku mau.

Hal itulah yang membuatku jadi sering kali enggan untuk membagikan isi kepalaku pada orang lain. Orang lain tidak akan mengerti kalau terkadang satu emosi atau sifat dalam diriku itu bisa muncul kapan saja, dan mereka adalah bagian dari diriku sendiri. Kalau aku mencoba menjelaskan sekalipun, mereka hanya akan menganggapku bercanda. Hanya beberapa orang yang bisa mengerti kelakuanku yang satu itu.

Walau ada beberapa karakter di dalam diriku, bukan berarti semua karakter itu berusaha untuk mengalahkan satu sama lainnya. Mereka tahu kapan saatnya untuk muncul, walau kadang mereka bisa jadi agak berlebihan. Hanya saja mereka kadang bisa bertentangan satu dengan yang lainnya. Selain itu, kadang aku agak kesulitan jika harus mencegah kalau salah satunya hampir lepas kendali. Kalau sudah begitu, aku tidak akan bisa menahannya, yang sering kali membuatku jadi sangat emosional. Tapi selama tidak ada yang memicu mereka untuk "meledak", maka semuanya akan baik - baik saja.

Itulah yang terjadi di dalam diriku dengan semua karakterku, alter ego - ku. Walau ada beberapa karakter yang berbeda, aku tetaplah aku. Aku bisa mengetahui yang mana karakter sebenarnya dari diriku, yang merupakan perpaduan dari keempat sisi yang aku miliki. Penilaian melalui perasaan, kepercayaan diri, logika, dan sisi jahat, yang semuanya harus bisa aku atur dengan baik. Pengendalian diri adalah satu hal tersendiri yang aku punya, yang mana membuatku bisa mengatur semua perasan itu.

Aku tahu kalau diriku ini penuh dengan berbagai macam perpaduan yang tidak biasa, dan tidak mudah bagiku untuk memercayai orang lain. Hanya saja, aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika bertemu dengan Axel. Dia punya satu hal yang tidak bisa aku mengerti. Entah kenapa, dia membuatku ingin sekali membuka jati diriku dan mengatakan hal yang sebenarnya pada Axel. Biasanya, banyak orang akan bingung dengan kelakuanku ketika pertama kali mereka mengenalku, tetapi tidak banyak yang berani bertanya kenapa dan benar - benar ingin tahu apa alasannya. Axel adalah salah satunya yang benar - benar ingin mencoba mengerti kenapa aku bertingkah aneh seperti itu.

Mungkin Axel tidak pernah menanyakannya secara langsung kepadaku akan apa yang sebenarnya ada di dalam diriku. Tetapi saat pertama kali kami bertemu dan aku merasa panik karena keadaanku yang mungkin akan membahayakannya, dia bertanya "kenapa kamu seperti ini?". Pertanyaan semacam itu selalu membuatku ingin langsung melindungi diriku sendiri. Tapi setelah aku pikirkan lagi, dia hanya ingin tahu kenapa aku bertindak seperti itu, dan kurasa dia tidak akan menghakimiku karena apa yang kukatakan. Tatapan matanya mengatakan kalau dia hanya ingin tahu, dan mungkin membantu kalau saja dia bisa.

Karena itulah, setelah pemikiran panjang akan apa yang terjadi, aku menyadari kalau aku tidak seharusnya panik seperti itu, yang sepertinya sudah jadi kebiasaanku ketika pertama kali aku menenui seseorang. Semakin aku pikirkan, aku jadi semakin ingin untuk menemui Axel. Aku ingin meluruskan semua masalah yang ada. Selain itu, aku ingin memberitahu semua hal yang ada di dalam pikiranku padanya, karena aku tahu kalau dia mau mendengarkanku.

MasqueradeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang