Chapter 6 : Lunchdate (?)

7 1 1
                                    

Janjiku dengan Garen untuk makan siang bersama membuat kepalaku tidak bisa berhenti memikirkan akan apa yang mungkin saja terjadi. Bagaimana tidak? Fakta akan apa yang mungkin saja Garen ketahui, ditambah dengan ide dari Logic dan Evil, semuanya memenuhi kepalaku. Hal ini berimbas kepada terganggunya isi kepalaku saat aku bekerja keesokan harinya. Ada banyak sekali kemungkinan yang terjadi, dan aku tidak bisa menghentikan diriku sendiri untuk memikirkannya.

Aku akan menyalahkan Logic untuk hal yang satu ini. Sisi logisku memang suka sekali kalau sudah menyangkut soal membuat spekulasi tentang apa yang mungkin saja terjadi. Mulai dari yang benar - benar masuk akal sampai yang agak aneh, semuanya muncul di dalam kepalaku seolah tanpa ada habisnya. Terima kasih pada Logic, kurasa.

Belum lagi pikiran ini diaminkan oleh Confidence, yang berharap kalau skenario terbaik akan terjadi hari ini saat aku makan siang dengan Garen. Selain itu, si Evil juga bersemangat sekali untuk bisa segera bertemu dengan Garen lagi. Judgement tidak bisa melakukan apa - apa kalau ketiga sisi lainnya ini sudah memiliki sebuah rencana tersendiri. Dia hanya bisa berada di pojokan dan mengamati, sambil berharap kalau mereka tidak akan melakukan sesuatu yang kelewatan.

Sementara itu, aku sendiri hanya bisa terdiam di pojokan pemikiranku bersama Judgement. Aku tidak bisa melakukan apa - apa, karena kalau sudah begini, mereka akan agak sulit untuk dihentikan. Hanya masalah apakah aku bisa mengontrol diriku sendiri dengan baik atau tidak yang akan menentukan bagaimana berjalannya makan siangku dengan Garen nantinya. Karena itulah, aku berusaha sebisa mungkin untuk membiarkan mereka berspekulasi sepuasnya, dengan harapan bahwa itu akan meredakan berbagai macam spekulasi yang ada di dalam kepalaku sebelum aku bertemu dengan Garen.

Seperti biasanya, setelah aku selesai bekerja di butik untuk menyusun pakaian di berbagai rak dengan rapi, aku akan menuju ke konter dan menatap ke arah jalanan sambi menunggu kalau ada pelanggan yang datang. Pandangan mataku tertuju ke arah pintu dan menatap kosong, karena kini tiga dari empat sisi dalam diriku sedang ribut di dalam kepalaku. Jadi, lebih baik kalau aku membiarkan mereka hingga akhirnya mereka lelah.

Mungkin karena aku terlalu fokus untuk mengosongkan pikiranku, aku sampai tidak menyadari keberadaan Dion di hadapanku. Entah berapa lama aku terdiam sambil menatap ke arah pintu, sampai akhirnya tiba - tiba Dion menepuk lenganku untuk menyadarkanku. Setelah dia menyentuhku, barulah aku kini melihat ke arahnya dengan sedikit gelagapan.

"Kau ini kenapa sih Sherry? Aku tahu kalau kau memang hobi melamun, tapi kok hari ini kau kelihatan seperti kehilangan separuh jiwamu?" tanya Dion.

Aku baru saja ingin membuka mulut untuk menjawab, ketika Charlotte lewat dan menyambar kesempatanku untuk berbicara.

"Pasti dia sedang memikirkan kencannya dengan si pelanggan tampan yang dia temui semalam~" sahut Charlotte, lalu terkekeh.

Bagus sekali. Aku sudah tahu kalau kadang Charlotte tidak bisa menjaga mulutnya, tapi yang baru saja dia katakan tadi bisa membawa bencana. Dion pasti akan berkomentar banyak akan hal ini. Aku tidak butuh keberadaan Dion yang berusaha untuk merecoki kehidupan pribadiku, karena sejauh ini aku sudah dipusingkan oleh banyak hal. Tapi sepertinya aku tidak punya kesempatan untuk membela diri, jadi aku memutuskan untuk tidak melakukannya saja sekalian.

"Tunggu dulu ... sejak kapan Sherry mau pergi kencan dengan pelanggan?! Ini seperti bukan dirimu saja! Apa yang terjadi dengan dirimu, Sherry?!"

Aku menghela napas. Kenapa sih aku harus punya teman - teman yang responnya selalu berlebihan ketika melihatku dekat dengan pria lain? Hal ini membuatku jadi kangen akan teman - temanku di Inkuria, karena mereka tidak seperti Dion atau rekan kerjaku di butik yang akan melebih - lebihkan setiap detil yang ada.

MasqueradeWhere stories live. Discover now