Chapter 10 : Marseille

2 1 0
                                    

Tak terasa hari di selenggarakannya pesta semakin lama jadi semakin dekat. Hingga akhirnya kini aku berdiri di depan Gare de Lyon*, dengan koper yang berada di sisiku.

[Gare de Lyon* : Stasiun Lyon]

"Ayo Sherry! Sebentar lagi kereta kita akan berangkat!" kata Garen.

Aku mengikuti langkah kaki Garen yang memimpin di depanku. Kami melangkah memasuki peron, untuk menunggu kereta yang akan membawa kami ke Marseille. Hari masih cukup pagi, jadi keadaan stasiun cukup padat dengan orang - orang yang ingin menuju ke berbagai tempat.

Kami memiliki dua pilihan jadwal kereta untuk pergi ke Marseille. Pertama di pagi hari, dan yang kedua setelah jam makan siang. Aku dan Garen sepakat kalau akan lebih baik jika kami pergi menggunakan jadwal pagi sehingga kami bisa makan siang dan mungkin mengitari Marseille setelah kami sampai di sana. Karena itulah, kini kami ada di stasiun pada pukul tujuh pagi.

Kami berdua memutuskan untuk pergi ke Marseille satu hari lebih cepat daripada tanggal pesta di laksanakan. Nanti, kami juga akan pulang dua hari setelah pestanya. Karena acaranya di laksanakan di hari Jum'at, itu berarti bahwa aku dan Garen akan menghabiskan akhir pekan kami di Marseille. Kami berencana untuk berkeliling kota dan menikmati sisi lain dari Prancis, karena rasanya sayang jika kami melewatkannya ketika kami kebetulan pergi ke Marseille.

Tepat pada pukul 7.16, kereta yang akan membawa kami ke Marseille tiba. Aku mengikuti Garen yang kelihatannya penuh dengan energi. Aku hanya tersenyum, melihat bagaimana bersemangatnya dia. Setelah sekitar satu bulan berteman dengan Garen, aku mulai memahami karakternya dengan lebih baik. Pembawaan Garen memang tenang, tapi dia bisa jadi sangat bersemangat kalau sudah membicarakan atau melakukan sesuatu yang dia suka. Garen tentunya sangat menikmati acara berpergian, dan aku bisa melihat kini dia sudah serupa seperti anak kecil yang akan dibelikan mainan oleh ibunya. Agak kekanak - kanakan, tapi bukan dengan cara yang buruk.

Garen menemukan kursi kami, dan dia meletakkan koper kami di tempat yang sudah di sediakan. Setelahnya, kami berdua duduk, dan memandang ke arah satu sama lainnya. Dia tersenyum, sementara menunggu kereta siap untuk di jalankan. Matanya kini menatap ke arahku, yang membuatku balas memandangnya.

"Kau kelihatannya tidak bersemangat, Sherry. Ada apa? Masih mengantuk?" tanya Garen.

Aku menggeleng, "Bukan itu. Aku sudah terbiasa bangun pagi kok. Hanya saja ... mungkin aku sudah terbiasa berpergian, jadi menurutku ini biasa saja. Apalagi kita menuju ke Marseille. Itu bukan tempat yang asing bagiku," jawabku.

"Begitu? Yah, kurasa itu alasan yang masuk akal. Kau kan, sudah menghabiskan masa kecilmu di Marseille. Aku memang sudah cukup sering ke Marseille, tetapi tetap saja rasanya menyenangkan bisa kembali ke sana."

"Aku tahu itu. Marseille memang kota yang cantik."

"Karena itulah aku senang sekali setiap kali akan pergi ke sana. Kau tahu, Sherry? Kau terlihat mirip seperti ayahku ketika beliau belum mendapatkan kopi pagi harinya."

Aku mau tidak mau terkekeh karena perkataan Garen tadi. Monsieur Geoffani adalah orang yang cukup tenang, tapi kadang juga bisa terlihat tidak bersemangat. Misalnya kalau beliau belum mendapatkan asupan kafein hariannya. Kurasa tidak hanya beliau yang seperti itu, karena orang lain di muka bumi ini juga ada yang terlihat seperti hantu kalau belum minum kopi di pagi hari. Misalnya seperti Luke, yang akan selalu terlihat dengan secangkir kopi ketika aku datang ke kantor kami di Inkuria. Ah, aku jadi merindukan pria yang satu itu, dia adalah pria yang baik dan menyenangkan.

"Kamu sendiri kelihatan seperti habis meneguk satu galon kopi karena di jam sepagi ini kau sudah terlihat seperti kelinci yang baru saja diberi makan."

MasqueradeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang