10 : Mencari Pertolongan.

1.4K 136 19
                                    

Di dalam aula, 65 murid dan 4 guru hanya bisa menangis, suara tangisan mereka mengundang perhatian para zombie di luar yang semakin agresif, mendorong pintu dengan keras.

"Tenang semua! Tolong matikan lampu dan tutup tirainya!" perintah pak Bagas, mencoba menenangkan situasi.

Para murid dan guru patuh mematikan lampu dan menutup tirai, mencoba menyembunyikan diri dalam kegelapan yang menyelimuti ruangan. Kegelapan itu menyertakan ketakutan yang menyelimuti setiap sudut aula, sulit untuk mencari jalan keluar saat sekelompok zombie menerobos pintu aula.

"Aryo, aku takut banget!" Rena mengaku, air matanya mengalir deras.

"Kita akan baik-baik saja selama kita tetap tenang dan gak gegabah" jawab Aryo, mencoba menenangkan Rena.

"Jangan nangis, kita harus fokus cari cara keluar sama-sama" tambah Aryo, menghapus air mata Rena.

Sementara pintu semakin rusak karena serangan zombie yang semakin kuat, Rangga melaporkan kondisinya pada pak Bagas.

"Pak, pintu akan hancur sebentar lagi" kata Rangga.

Kepanikan merajalela di antara murid-murid.

"Tolong tenang semua, kita harus keluar dari sini!" kata pak Bagas, mengarahkan pandangannya ke jendela.

"Kita bisa coba melarikan diri melalui jendela dan menuju atap" usul pak Bagas.

"Saya setuju, pak" kata Kevin.

Namun, pak Adi, salah satu guru, menyuarakan kekhawatirannya.

"Keluar? Kamu pikir itu gampang? Gimana kalau zombie juga berada di atap? Itu bisa bahaya buat kita semua!" katanya, penuh emosi.

"Maafkan saya, pak, tapi bagaimana kita bisa yakin kita bakalan aman di sini? Pintu hampir roboh, kita harus mencari jalan keluar" sahut Dimas.

"Buat yang ingin selamat, ikuti saya!" ajak pak Bagas.

"Saya akan ikut, pak" kata Rindra dan beberapa murid lainnya.

Dari 65 murid di aula, hanya 20 yang bersedia mengikuti pak Bagas menuju atap; sisanya tetap diam, terlalu ketakutan untuk bergerak.

Pak Bagas membuka jendela dengan hati-hati, memeriksa keadaan di luar. Tidak ada zombie di sekitar jendela.

Pak Bagas keluar pertama dari jendela, membawa tongkat baseball dari Dea. Diikuti oleh murid-murid lainnya, terutama Mira yang membawa sekop pasir kesayangannya.

Saat mereka keluar, suara bising terdengar ketika seorang murid tidak sengaja menendang pot bunga di bawah jendela, menarik perhatian beberapa zombie.

Mereka berlari secepat mungkin menuju tangga menuju atap. Namun, ketika mereka sampai di pintu atap, pintunya terkunci dari luar. Para zombie semakin mendekat, memaksa pak Bagas untuk merusak pintu, tetapi gagal.

"Gak bisa dibuka!" ucap pak Bagas, panik, sementara para zombie semakin mendekat.

Tiba-tiba, pintu terbuka dari luar. Pak Bagas dan murid-murid berhasil masuk ke atap, mengunci pintu dengan linggis yang ada di sekitar atap.

Di sana, mereka bertemu dengan 4 murid dari kelas 12 yang telah menunggu di atap sejak awal kejadian.

Ketika mereka berada di atap, jaringan ponsel mulai membaik. Dea mencoba mencari kabar tentang orang tuanya tetapi gagal.

"Sinyal tidak dapat dihubungi!" kata operator telepon kepada Dea.

Sementara itu, pak Bagas menerima panggilan dari pak Adi.

"Pak, di mana bapak sekarang? Apa bapak baik-baik saja?" tanya pak Adi dari ponselnya.

"Iya, saya selamat. Kenapa ya pak?" tanya pak Bagas.

"Tolong, saya ada di belakang pintu aula. Tolonglah saya!" kata pak Adi, ketakutan.

"Apa yang terjadi di sana sekarang pak?" tanya pak Bagas.

Suara pak Adi tersendat, menahan emosi dan ketakutannya.

"Semuanya... Semua hancur di sini. Semua... sudah... mati," ucap pak Adi, berlinang air mata.

"Hancur? Apa yang terjadi di sana? Maksud bapak hancur apa pak?" tanya pak Bagas, cemas.

"Semuanya mati tak tertolong, kami gak bisa menahan pintu lagi sehingga para zombie masuk dan menyerang semua murid dan guru di aula. Mungkin hanya saya yang masih selamat disini" jelas Pak Adi ketakutan.

"Ada apa, pak?" tanya Kevin.

"Semua... semuanya... sudah mati. Mereka semua... terinfeksi," ucap pak Bagas, hancur.

Mendengar perkataan tersebut, Pak Bagas benar-benar merasakan lututnya yang lemas sehingga ia terjatuh duduk dan tak kuat menahan tangisnya.

"Pak? Bapak kenapa pak?" tanya Kevin yang kebingungan.

"Semuanya mati Vin! Bapak emang gak berguna!" ujarnya penuh kebencian pada dirinya sendiri.

"Mati? Maksud bapak siapa yang mati?" lanjut Kevin yang masih penasaran.

"Semua murid dan guru yang tersisa di aula, semuanya mati dan hanya menyisakan Pak Adi yang masih selamat"

Para murid yang berada di atap bisa merasakan apa yang dirasakan Pak Bagas saat ini. Mereka semua merasa terpukul dengan kejadian yang menimpa mereka saat ini.

Kini Pak Adi masih berada di belakang pintu aula dan merasakan ketakutan yang sangat amat dalam. Tiba-tiba, makhluk yang berlumuran darah dengan wajah yang menyeramkan menengok dan menghampiri tepat di depan pintu Pak Adi menyembunyikan dirinya.

"Aaaaa, tolong jangan gigit saya!" suara teriakan Pak Adi mengejutkan para murid beserta Pak Bagas yang berada di atap.

Pak Bagas langsung menghidupkan mode keras suara di ponselnya agar seluruh murid ikut mendengarkan kejadian di aula. Terdengar jelas apa yang di teriakkan Pak Adi.

"Tolong jangan gigit saya, saya masih ingin hidup" teriak Pak Adi sembari berlari menghindari makhluk-makhluk menyeramkan itu.

"Pak? Bapak kenapa pak?" pertanyaan yang dilontarkan Pak Bagas tidak direspon sama sekali oleh Pak Adi.

Suara Pak Adi menghilang dan tidak ada jawaban dari Pak Adi lagi. Hanya terdengar suara erangan zombie yang keras. Apa Pak Adi berhasil keluar dari aula dan selamat? Atau justru sebaliknya? Mereka yang di atap tidak ada yang tau.

Tiba-tiba, panggilan terputus.

Mendengar berita itu, para murid di atap terpukul. Mereka menangis tanpa henti, terutama Dea. Depresi karena kehilangan guru dan teman-temannya serta ketidakmampuannya menghubungi orang tuanya, Dea memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Mira melihat niat Dea dan berlari ke arahnya. Namun, Dea sudah terjun ke bawah dan meninggal.

To Be Continued...

Survive In School [REVISI]Where stories live. Discover now