10

58 19 4
                                    

KELIMA anggota inti dari Team Basket Dracaryth diminta kembali ke SMA Dirgara untuk mengevaluasi kesalahan-kesalahan apa yang harus mereka perbaiki saat bertemu dengan pertandingan yang rumit seperti yang telah mereka lewatkan. Tidak ada seorangpun diwilayah SMA Dirgara kecuali Tim Dracaryth, Pak Ahmad, dan satpam. Memang sengaja Pak Ahmad memerintah semua murid agar tidak ada yang kembali kedalam sekolah, walaupun mereka sudah ikut men-support team basket sekolah mereka tadi. Hal ini dilakukan karena seluruh pemain Team Dracaryth sedang merasa kecewa dan hampir putus asa. Pak Ahmad tidak ingin momen kekalahan yang sakral ini ditonton oleh semua murid, karena ini bukanlah hal yang layak untuk dipertontonkan.

Entah Aby, Kean, Leo, Aeden, ataupun Elang, masing-masing merutuki kesalahan yang telah mereka lakukan di pertandingan tadi. Raut kecewa tercetak jelas diwajah mereka berlima. Bagaimana tidak? Pertandingan ini adalah pertandingan yang sudah mereka tunggu-tunggu sejak tahun lalu. Bahkan Aby dan Kean sempat sakit, akibat terlalu lelah saat latihan untuk menyiapkan diri saat menghadapi pertandingan ini.

Suasana lapangan indoor sangat hening. Pak Ahmad yang sudah mengumpulkan anak didiknya, juga hanya bisa diam. Mengingat perjuangan Tim Dracaryth untuk memenangkan pertandingan ini, membuat hatinya terasa sakit. Ia sangat menyayangi murid-muridnya.

"Kalian hebat sudah bisa sampai ditahap ini. Berhenti menyalahkan diri sendiri, karena permainan ini adalah kerjasama tim. Kalian hanya tidak bisa mengalahkan SMA Angkasa saja. Lihatlah kebawah, sudah ada 16 SMA yang kalian kalahkan, dan tentu sangat ingin berada diposisi 2 besar seperti kalian. Hebat."

"Terimakasih pak, maaf hanya bisa sampai disini." Kean yang tadi hanya menundukan kepala akhirnya membalas perkataan dari pak Ahmad.

Dibalas anggukan oleh Pak Ahmad,
"Tidak apa-apa. Ini saja sudah cukup mengharumkan nama sekolah. Saya pamit dulu, setelah ini kalian pulang dan istirahat. Jangan kecewa terlalu dalam, ya."

Pak Ahmad berpamitan dan segera pergi dari lapangan indoor.

"Nice try bro, kita balas di next tournament, ya." Leo tampak menenangkan teman-temannya.

Kursi yang ditempati oleh Pak Ahmad tadi, tiba-tiba ditendang kasar oleh Aby. Memang wajah Aby lah yang sangat menyeramkan sedari tadi, ia merasa tidak terima atas kekalahan timnya.

"Sebenernya kekalahan kita ini disebabkan karena apa sih?"

Leo menoleh,
"Kita kurang strategi aja." jawabnya singkat.

"Yakin karena kurang strategi? Bukan karena cewek gajelas yang tiba-tiba muncul di tengah lapangan itu?"

Semuanya terdiam. Leo bahkan tidak tahu harus membalas apa. Karena didalam hati, ia memang sedikit menyalahkan Fannie. Namun tidak boleh menyalahkan orang lain, Memang takdir lah yang sedang tidak memihak kepada SMA Dirgara.

"Lo nggak usah bawa-bawa orang diluar permainan. Ini pure kesalahan kita." Aeden membuka suara.

Aby tertawa meremehkan,
"Gak usah munafik, Den. Gue tahu didalam hati lo juga salahin tuh cewek." balasan dari Aby membuat Aeden sedikit emosi. Kelakuan Aby ini, seperti anak SD yang kalah lomba 17 Agustus saja.

"Yaudah kenapasi, By? Seenggaknya gue nggak nyalahin dia sepenuhnya. Walaupun nggak seharusnya dia kayak gitu. Lo juga nggak usah childish."

Aby berdecih kasar, ia benar-benar marah dengan keadaan ini. Tak biasanya Aeden mudah tersulut emosi, padahal, Aby hanya ingin melampiaskan amarahnya saja tadi.

"Lagian yakin banget lo, kalau shot dari Elang bisa masuk ke ring? Elangnya sendiri aja nggak yakin." tambah Aeden.

🎶

ELANGWhere stories live. Discover now