12

51 18 3
                                    

WAKTU sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Masih tidak ada tanda kantuk dari wajah seorang Fannie Andira Hadley. Entahlah, Fannie juga seperti wanita pada umumnya yang selalu terserang overthinking dimalam hari.

Mengingat pertemuan pertamanya dengan Elang di Indonesia, membuat Fannie mengulas senyum nanar diwajah cantiknya. Bagaimana tidak? Dua sejoli yang dahulu selalu bersama-sama dari pagi hingga malam itu, sekarang sudah terlihat seperti dua orang yang tidak pernah bertemu sebelumnya. Elang yang sudah tumbuh tinggi dengan sifat yang kasar itu sudah sangat asing dimata Fannie. Tidak, lebih tepatnya, dimata seorang Andira Hadley.

"Ra, kira-kira ada nggak ya, orang yang akan jahatin kamu nanti?"

Andira menoleh sebentar, mengangguk, dan menanggapi perkataan cowok cengeng didepannya ini. "Pasti ada. Nggak mungkin kalau nggak ada."

"Tapi, kamu itu kan, orang baik, Ra."

"Sebaik-baiknya orang, pasti ada yang nggak suka, Lang, walaupun nggak sekarang, pasti suatu saat nanti ada."

Elang menatap lekat manik gadis yang ada didepannya ini. Ia sungguh mengagumi pesona Andira Hadley, cewek bijak, yang bahkan sama sekali tidak mengerti tentang hitung matematika.

"Aku mau jadi cowok yang kuat, Ra." ucapnya secara tiba-tiba.

Andira menoleh.
"Ya, itu memang harus.
Kenapa, kok tiba-tiba pengen jadi cowok yang kuat?"

Elang ikut menoleh, mendekatkan tubuhnya sedikit pada Andira.
"Biar bisa lindungi kamu dari orang jahat itu nanti,"

Andira tersenyum tulus, menatap iris mata milik seorang Elang Geovanny Dirgara dengan sangat dalam. "Jadi, Andira punya bodyguard nih, sekarang?"

Elang tertawa menatap Andira yang sangat lucu dimatanya.
"Iya! Aku lindungin kamu dari orang jahat mulai dari sekarang!"

Andira terkekeh pelan. "Asik!"

Elang yang melihat sikap Andira juga langsung ikut tertawa. Entahlah, ia masih belum mengerti apa itu cinta, namun sepertinya benih itu sudah tumbuh mulai dari sekarang.

"Tapi bagaimanapun juga, kamu jangan kasar ya, sama perempuan, aku nggak suka,"

Elang menggeleng dengan antusias. "Nggak mungkin, apalagi sama Andira, nggak akan."

Andira tertawa melihat sikap cowok cengeng yang tidak pernah berhenti menangis setiap bergantinya hari. Sungguh Elang yang malang.

"Emang kamu bisa kasar sama aku? Pukul nyamuk ditangan aku aja kamu nggak tega, apalagi lebih dari itu?" ucapnya sambil terkekeh pelan.

"Iya, aku emang nggak akan pernah bisa kasar sama kamu, Ra."

Mengingat kenangan itu justru malah membuat sebuah luka gores di hati Fannie, yang bukan lagi seorang Andira. Ia sungguh ingin kembali pada nama Andira yang sudah 6 tahun tidak ia pakai. Ia ingin mengubah nasibnya sama seperti dulu, ketika hidupnya dikelilingi malaikat baik seperti Elang.

Yang mengingat hal itu, ternyata Fannie masih seberuntung dulu, ia masih dikelilingi orang-orang baik seperti keluarganya, El, Dinda, dan teman-teman barunya. Walau tidak sesempurna seperti saat kecil dulu. Aasalkan Elang bisa kembali lagi kepadanya, Fannie tidak akan ragu untuk mengubah namanya menjadi Andira kembali.

Sebenarnya pergerakan Fannie sangat dibatasi oleh Dinda selama ini. Apa saja bisa dilakukannya hanya untuk bisa kembali dengan Elang dan tanpa melihat konsekuensi nya sekalipun. Namun Dinda selalu berpikir seolah Fannie tidak bisa melakukan apapun tanpa dirinya. Fannie tidak ingin diatur-atur seperti ini karena ini adalah alur perjuangannya. Jika tidak dibatasi Dinda, Fannie pasti sudah melakukan hal gila dalam kurun 2 hari kemarin, namun selama ini ia berusaha tahan.

ELANGWhere stories live. Discover now