14

33 9 2
                                    

Hujan sore ini sangat deras. Terdengar gemuruh dan angin bertiup cukup kencang. Bukannya menakutkan, suasana seperti ini malah membuat hati menjadi teduh dan tenang.

"Is it okay for you to being alone in your room?"

"Selagi ada kamu, its pretty okay."

"Hahaha, gitu ya.." balas seseorang diseberang sana.

"Gimana dia? Udah ketemu?" tanya nya.

"Udah. Dia baik-baik aja, El."

"Good. Kamu gimana? Udah senang ketemu dia?"

"Seneng kok. Dia baik banget, bahkan dia udah maafin aku." tentu, dirinya berbohong.

"Really? Secepat itu? Good tho. Apalagi yang mau kamu lakuin?"

"Spend my time with him, mungkin? Aku disini cuma 2 tahun, El. Aku rasa juga itu gak cukup."

"Kamu bisa menetap disana Fan, if you want to. Tapi masih ada banyak hal yang belum kamu selesaiin di sini."

"Ya sama aja bohong dong, El. Aku akan kesana secepatnya kalo ini udah benar-benar selesai. Kamu kesini ya? Kalau udah ngga sibuk."

"Pasti kok. Btw, udah dulu, ya? Aku ada schedule bentar lagi. Kamu jangan lupa mandi, nanti kalau hujannya udah reda baru pergi ke cafe. Okay? Have a nice day, Fan."

"Have a nice day juga yaa, El! Thank you."

×××

Cafenya ramai. Sesuai dugaan.

7Dreams Cafe memang terletak dikawasan yang sangat strategis dan tepat untuk target pemasaran yang dituju. Dekat dengan sebuah sekolah dan kawasan perumahan yang elite di salah satu daerah Jakarta. Otomatis banyak anak-anak muda yang seringkali memutuskan untuk berkumpul disini. Untungnya, area ini tidak mengizinkan adanya asap rokok. Jadi mereka yang berkumpul merasa aman dan nyaman.

Fannie sudah duduk di Cafe ini sendirian sejak hampir 1 jam yang lalu. Ia sedang mengerjakan suatu power point yang harus ia presentasikan bersama kelompoknya besok. Ya, dia sedang menunggu anggota kelompoknya sekarang. Mereka berempat, ada Aera, Niko, Harsa, dan Fannie itu sendiri.

Setelah ketiganya datang, mereka langsung mengeluarkan beberapa buku catatan dan menghidupkan laptop mereka. Tipikal pelajar yang sedang biasanya nugas di Cafe banget, deh.

"Ini gimana, Sa? Kok animasinya lo bikin dipojok sini? Gue bilang kan taruh ditengah aja?" Niko tampak menekan-nekan sebuah tombol yang ada dikeyboardnya dengan kesal. Pasalnya, projek yang mereka buat selalu saja ada yang kurang pas dan tidak mencapai finalnya.

"Yaudah lo tolong pindahin aja dulu, gue lupa tadi. Sorry-sorry."

"Ini kenapa font nya beda sendiri? Lo sengaja, Ra?"

Aera menoleh dan menjawab. "Eh emang iya ya? Sorry banget, Sa. Gue nggak fokus, itu tadi buru-buru banget bikinnya."

"Udah, udah selesai."

Harsa menekan tombol enter dan opsi "save" sebagai tanda kalau projek mereka sudah selesai. Cukup melelahkan, mereka menghabiskan waktu sekitar 4 jam disana.

"Udah malem, kalian yang cewe-cewe pulang duluan sana. Kita masih mau nongkrong disini." ujar Harsa. "Kalian bisa pulang sendiri, kan?"

Aera menjawab. "Iya, ini yang jemput lagi dijalan kok. Bentar-Eh! Itu dia!"

Aera menunjuk kearah pintu masuk yang baru saja terbuka. Menunjukkan sesosok pria yang tak lain dan tak bukan adalah, Elang?

Elang ngapain ada disini? Tanya Fannie dalam benaknya. Elang jemput Aera? Tapi kenapa? Mereka ada apa?

"K-kamu kenal sama Elang, Ra?"

Aera menoleh. "Kenal dong, dia pacar aku."

"Hah?"

Hening. Fannie masih kelu dan tidak bisa berbicara apa-apa. Ia masih tidak percaya. Ini beneran?

Lidahnya seolah tak berfungsi. Mulutnya terbuka sedikit dan tatapannya menyiratkan tanda tidak percaya kearah mereka berdua. Fannie terkejut, benar-benar terkejut.

"Udah ya, guys. Aku pulang duluan. Daaah!"

Aera pergi meninggalkan kursinya dan langsung meraih tangan Elang. Dengan Elang yang menatap Aera datar, tak lupa menyapa Niko dan Harsa secara bergantian. Mereka berdua pergi sambil berpegangan tangan?

"Fan?"
"Lo gak pulang?"

Harsa membuyarkan pikirannya. Semua pertanyaan yang ada dikepala Fannie hilang begitu saja. Ia tidak fokus, entah kenapa dia terdiam sekarang. Kepalanya berputar, hatinya sesak dan terasa sakit. Ia tidak tahu kenapa. Apa ini? Kenapa rasanya sakit? Apa gue cemburu?

"Tujuanmu untuk minta damai Fan, bukan minta hatinya. Tolong, sadar diri."

"Fan?"

"E-eh. I-iya, Harsa. Ini mau pulang kok, makasih ya. Nanti file revisinya aku kirim lagi. Aku pulang dulu, hati-hati!"

Fannie buru-buru pergi membereskan buku-bukunya, kemudian pergi meninggalkan area Cafe. Hatinya terasa sakit. Ia tidak yakin dengan perasaan ini. Ia marah dengan dirinya sendiri. Kenapa harus cemburu? Apakah dia jatuh cinta? Kenapa harus jatuh cinta? Kenapa harus Elang? Kenapa tidak El atau orang lain saja?

Elang memang cinta pertamanya. Namun Fannie sudah membuang perasaan itu jauh-jauh. Ia hanya ingin berdamai, sungguh hanya berdamai. Tak ingin yang lain lagi, dan jatuh cinta merupakan kesalahan besar baginya. Ia takut. Ia takut jatuh cinta lagi dengan Elang. Sudah cukup dibenci saja, jika tahu bahwa Fannie menyukainya, itu hanya akan menambah masalah, dan Elang pasti akan semakin menjauh darinya. Jatuh cinta memang bukan dosa dan bukan tindakan kriminal. Namun tidak tahu kenapa, rasanya takut untuk memulai.

×××

ELANGWhere stories live. Discover now