4

154 28 0
                                    

Bandara Internasional Soekarno-Hatta

"AKHIRNYAAAA, MISS YOU JAKARTAAAAA!"

Setelah sampai di Bandara, Fannie segera mengambil ponselnya dan menelepon Mang Anwar -sopir pribadinya-. Ia sudah bekerja sekitar 12 tahun dengan keluarga Fannie. Maka dari itu, Mang Anwar sudah dianggap seperti bagian dari keluarga mereka sendiri.

Disepanjang perjalanan, Fannie membuka kaca jendela untuk menikmati atmosfer khas Jakarta yang sudah lama menantinya untuk kembali. Sungguh, ia rindu. Jalan ini sudah banyak yang berubah, Fannie hampir sempat tidak mengenalinya. Semoga, jejak kisah kita juga tidak ada yang hilang, ya, Lang.

Fannie cukup berharap lumayan besar terhadap semesta. Ia berharap, Elang masih tinggal ditempat yang sama. Tempat dimana Fannie selalu melihat adanya kegelapan didalamnya. Walaupun jika memang sudah tidak disana, setidaknya Fannie masih ingin merasakan hawa-hawa peninggalan dari kisah mereka.

"Andira"

"Kenapa?"

"Impian yang nggak akan Andira lepas, ada, nggak?"

Andira mengangguk. "Ada. Andira ingin selalu sama mama papa, dan membanggakan mereka kalau Andira sudah jadi penyanyi nanti. Kalau Elang, gimana?"

"Impian aku sederhana sih, Ra. Elang mau tetap bersama sama Andira, karena Elang tau kalo Elang nggak bisa apa-apa tanpa Andira. Andira itu, udah seperti cahaya di kehidupan Elang, dan Elang nggak mau kalau sampai cahaya itu redup."

"Tetep aja, Lang. Kamu tuh gak boleh selalu bergantung sama Andira. Takdir nggak ada yang tahu, Lang. Andira juga nggak mau ninggalin Elang, tapi kalau sudah takdir mau gimana?"

-

"ELANG!!!" Lagi-lagi, mimpi itu menghantuinya. Fannie tak ingin terus-terusan seperti ini. Selalu saja menangis, setelah bangun dari mimpi itu lagi.

"EH COPOT! YaAllah, Nak, ada apa?" tanya Mang Anwar, yang ikut terkejut saat Fannie tiba-tiba berteriak.

"Oh, gakpapa kok, Mang. Maaf, ngagetin"
"Emmm, berapa menit lagi sampai nya, Mang?" tambahnya.

Mang Anwar menghela napas.
"Ini sudah diperumahan, kok."

"Oh, oke"

Sebenarnya Mang Anwar ingin mengatakan sesuatu pada Fannie. Menyampaikan pesan yang dititipi oleh seseorang dulu. Namun, sepertinya waktu dan suasana sedang tidak mendukung. Mang Anwar harus bisa mengerti keadaan Fannie sekarang ini.

🎶

Fannie menurunkan koper dan menyusun barang-barangnya di dalam rumah. Ia tak sendiri, ada Bi Jihan -asisten rumah tangga- yang ikut membantu menyusun barang di dalam. Semenjak baru datang tadi, Bi Jihan selalu memandangi wajah Fannie tanpa henti. Bi Jihan sungguh rindu, dan tak sabar ingin menceritakan kejadian apa saja yang terjadi semenjak Fannie pindah ke luar negri.

Bi Jihan ini sudah seperti neneknya sendiri. Walaupun tak terlalu tua, namun Bi Jihan memiliki sifat seperti seorang nenek yang sayang akan cucunya.

Waktu menunjukkan pukul 3 sore. Fannie ingin segera mandi dan menyusun baju-bajunya di kamar. Namun, niatnya terhenti, saat dering ponselnya berbunyi. Tertera nama "Elvero" disana.

"sudah sampai?" tanya orang diseberang sana.

"Baru sampai, ini habis nyusunin barang-barang kok."

ELANGOnde histórias criam vida. Descubra agora