SEASON 2: MARAH

12.1K 825 79
                                    

MARAH

.

.

.

Timestamp:
Tahun ketiga pernikahan Jisung dan Minho

.

.

.

Minho baru tiba di apartemen ketika jam ruang tengah menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Tubuhnya lelah luar biasa. Proyek besar yang dikerjakan perusahaannya mau tak mau menguras habis seluruh tenaga dan waktu Minho. Ia menghela napas lalu dengan perlahan berjalan menuju kamar utama apartemen.

Cklek!

Pintu kamar terbuka, menyambut Minho dengan suasana gelap dan panas tanda bahwa Jisung, si penghuni kamar, sedang tidak ada di kamar.

“Jisung?” panggilnya sambil menyalakan lampu dan... yap. Ruangan itu kosong. Tidak ada sosok Jisung di kamar mereka. Minho tebak, Jisung masih ada di kamar si kembar. Mungkin menjaga Jino yang masih sakit atau mungkin menghindari Minho?

Lagi, Minho hela napas berat saat pikirannya kembali melayang pada pertengkaran mereka tadi siang melalui Whatsapp.

Jisung tidak lagi mengiriminya pesan singkat sejak tadi siang. Padahal biasanya, Jisung tidak pernah absen mengingatkan Minho untuk minum air, istirahat, dan makan.

Apa Minho keterlaluan?

Entahlah. Minho pusing. Lebih baik ia bersihkan diri dulu saja.

.

.

.

Tidak butuh waktu lebih dari 15 menit untuk Minho membersihkan diri dan berganti pakaian. Lelaki Lee itu kini sudah berada di depan pintu kamar si duo kembar. Dengan hati-hati, Minho membuka pintu, mengintip kamar yang sudah gelap lalu melangkah masuk untuk cari keberadaan Jisung.

Tebakan Minho benar. Jisung sedang ada di kamar ini. Berdiri di samping box bayi Jino sambil memegangi kening anak laki-laki mereka.

Jisung memilih untuk abaikan presensi Minho, masih marah dengan tanggapan lelaki yang lebih tua tadi sore. Seenak jidat saja dia memarahi Jisung. Padahal kan dia yang salah, gerutu Jisung dalam hati.

“Jino masih demam?” tanya Minho dengan suara pelan yang tidak disahuti oleh Jisung. Minho lagi-lagi mengembuskan napas kasar, berusaha untuk menjaga emosinya agar situasi tidak semakin rumit. Ia pun memutuskan untuk menyentuh sendiri kening Jino, memeriksa suhu tubuh sang anak.

Masih demam, ternyata.

Kedua manik gelap Minho beralih untuk tatap wajah Jisung yang masih tertekuk.

“Ji—”

“Gamau denger kalo Kakak mau nyolot. Aku capek.”

Tanpa sepatah kata, Jisung mengambil langkah cepat untuk keluar dari kamar si kembar. Sayang, belum sempat ia meraih gagang pintu kamar utama, satu tarikan di tangan berhasil buat Jisung menghentikan langkah. Ia menatap wajah si pelaku penarikan—Minho—dengan sengit.

MINSUNG: SECOND IDENTITY ✅Where stories live. Discover now