- 23: MAAF

11K 1.3K 294
                                    

Kamar S-121, Sunshine Hospital.

Tempat di mana Jisung dirawat. Pria manis itu masih lelap dalam tidurnya. Ah, tidak. Pingsan, lebih tepatnya.

Jisung masih belum sadarkan diri sejak kepergian Chan, Changbin, dan Hyunjin. Membuat Felix yang diberi perintah untuk menjaga Jisung tidak sedetik pun pergi meninggalkan pria berwajah mirip tupai itu. Ia takut tiba-tiba terjadi sesuatu pada Jisung.

"Hadeh, Ji... Kok Jiji bisa sampe kayak gini sih? Lixie sedih," gumam Felix murung sambil terus menggenggam tangan Jisung yang kini terasa dingin, seolah berusaha menyalurkan kekuatan agar Jisung bisa terus bertahan.

Sebagai sesama omega, Felix tahu kalau tubuh mereka tidak sekuat para alpha. Walau mereka laki-laki, tetap saja para omega lebih rentan jatuh sakit karena sistem imun mereka yang sedikit berbeda dengan alpha.

Felix sih tidak pernah mengalami apa yang sedang Jisung rasakan. Tapi, Felix cukup sadar kalau pengkhianatan mate adalah suatu hal yang sangat menyakitkan. Apalagi jika sudah dilakukan berulang kali seperti yang sedang Jisung alami.

Demi apapun, Felix harus memastikan bahwa Changbin tidak akan melakukan hal seperti yang Minho lakukan sebelum mereka melakukan mating. Ia takut.

Lamunannya terganggu ketika pintu ruangan itu terbuka, menampilkan Minho dengan penampilannya yang cukup berantakan. Felix berasumsi bahwa Minho baru saja berlarian menuju ruangan Jisung.

Pandangan mereka beradu sebelum Minho masuk dan menutup pintu. Belum sempat ia melangkah lebih dekat, suara Felix sudah terlebih dahulu menginterupsinya.

"Kak Minho, kalau masih mau nyakitin Jisung, mending Kakak pulang aja," ujar Felix dengan segenap keberanian. Jujur, Felix sedikit takut dengan Minho. Ditambah dengan adanya luka memar di wajah sang alpha yang menandakan bahwa ia baru saja bertengkar dengan seseorang.

Tapi, tidak. Felix harus berani! Ia tidak mau Jisung terluka lagi.

Minho mengabaikan perkataan Felix, membuat pria omega itu mendengus malas kemudian kembali berujar, "Kak, denger gue gak? Pulang aja sana."

"Gue denger Lix."

Minho akhirnya buka suara. Ia berdiri tepat di sisi kasur Jisung yang lain, menatap mate-nya dengan pandangan yang sulit diartikan. Seperti... menyesal, sedih, dan marah?

Menyesal karena tidak mempercayai perkataan Jisung, sedih karena Jisung terbaring lemah akibat perbuatannya, dan marah pada dirinya sendiri. Paket komplit untukmu, Lee Minho.

"Sorry, gue baru dateng, Lix. Gue ngaku gue salah. Selama ini gue salah paham sama Jisung," racau Minho tanpa sadar mengeluarkan curahan hatinya pada Felix.

"Gue pikir dia yang ngajak anak-anak main ke sirkuit. Karena emang dia yang pertama kali tau soal ini dan gue pernah bilang kalau kabar ini bocor, dia orang yang bakal gue salahin pertama kali."

Minho menarik napas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak setelah memperhatikan setiap luka yang ia toreh di tubuh Jisung. Bekas memar di leher, luka-luka bekas cakaran Jisung sendiri, dan ruam biru pekat di sekitar dada. Minho tidak bisa membayangkan rasa sakit yang menyerang Jisung kemarin.

Oh, Tuhan. Separah ini kah?

"I'm so sorry, Sungie," ujarnya kemudian meraih tangan Jisung dan menggenggamnya erat. "Gue salah. Bukan lo yang ngajak mereka ke sirkuit. Bukan salah lo, tapi salah gue. Maafin gue, please." Tanpa sadar, setitik air mata jatuh dari matanya.

Felix yang sedari tadi mendengar perkataan Minho, juga sudah menangis sejak tadi. Ia tahu Minho sangat menyesal. Ia tahu Minho juga sangat sayang pada Jisung. Hanya saja, Minho dikuasai emosi dan ego sejak kejadian hari itu.

MINSUNG: SECOND IDENTITY ✅Where stories live. Discover now