#7. menghuni

411 102 82
                                    

jika waktu hampir menginjak sore

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

jika waktu hampir menginjak sore. maka gadis itu akan selalu terlihat di sana. di pojok kiri bersekat satu dua kursi dari kerumunan penunggu bus langganan. jevon selalu merapalkannya, bus berwarna hijau dengan cap besar sesosok artis luar negeri di awak bus, pemberhentian terakhir yang mendengkus semasa swastamita menjingga.

sesekali jemari kecilnya memainkan alat musik petik asal yang selalu ia bawa atau menoreh tinta di atas buku usang. atau, hanya sekedar menangis entah sebabnya apa jevon pun dilanda rasa penuh tanya.

air muka diselimut duka dan air mata sesekali rona bahagia, matanya membinarkan sesuatu. ranumnya barang kali berucap rancu hingga tersenyum semu. segala ekspresi itu tak ia temu kala tungkainya membingkai di halte dekat sekolah si nona.

ke mana ia kali ini?

prakarsa atma si pemuda duduk di bawah atap eka menanti kehadiran si nona. janji belajar meracik kopi sepulang sekolah menjadi tujuan mereka namun sekiranya hanya pemuda yang menghiraukan.

jevon melepas pandang dari kamera menelengkan kepala ke arah suara derum-derum kendara roda dua yang menarik perhatian tampaknya dua anak manusia sedang diadu romansa. awalnya ia biasa hingga seketika mengangkat durja, rupanya itu nona jehara.

senyumnya sangat bahagia bukti lekuk itu mendalam seakan palung yang diincar setiap orang. bahu jevon melemas.

usah sudah usaha ia timba menunggu si nona. tahu-tahu atmanya dengan taruna sebayanya. meninggalkan janji yang ia buat cuma-cuma.

janji dengan manusia itu dusta. sesal ia lantunkan telah menggantung asa. pada akhirnya, yang ada akan kalah dengan yang istimewa.

daksa pemuda termangu. atmanya membatu. mereka hanya semu yang dihidupkan oleh senyum lalu. afeksi mereka palsu.

katakan jevon payah jika langsung ingin menyerah. taruna itu hanya sementara yang jehara nantikan hadirnya. sedangkan ia serumus pola tirta yang menderas afeksinya kepada si nona.

bunyi rintik keras menghantam atap halte yang mulai sepi satu persatu beranjak ke dalam kereta kencana meninggalkan jevon yang tanpa tujuan. ia hanya menunduk tidak berniat memasuki angkutan terakhir. di sisi kanan dari arah jalanan rungunya mendapat kecai tungkai menderai langkah tergesa menghampiri tepat di depan sepatu lusuhnya. jevon mengangkat durja didapat wajah terengah jehara yang menatapnya bersalah.

jangan bikin jevon berpikir jika gadis ini turun dari acara pulang bersamanya atau mungkin kencan pertama.

"je," ia berujar pelan seakan membujuk jevon untuk melirik padanya.

"aku pulang aja ya." jevon beringsut pergi menapaki pematang jalan. sebarang masa ia angkat kamera dan memotret kehidupan.

jevon mengurangi gemerisik suara agar rungunya mampu mendengar langkah kecil yang mengikuti di belakangnya. diam-diam rasa kecewanya berangsung sirna. ada setilik hangat yang menyentak kerja jantungnya.

langkah mereka terdengar senada dengan kanan yang menapak pertama diikuti kiri
di langkah kedua keempat keenam dan seterusnya.

gerimis mulai mendominasi arakan bumi. langkahnya malah ia perlambat menarik lengan si nona agar berdiri senada bersisian.

"jalan di samping, je."

jehara tersenyum senang tapi wajahnya berubah cemas lagi.

"je, marah?"
"nggak."

hening. keduanya seakan enggan bincang. sejujurnya banyak yang ingin ditanyakan jevon namun ia malas. sedang jehara berubah sungkan melihat ekspresi suntuk pemuda itu.

jevon menarik jehara agar lebih mendekat. membawanya ke dalam kungkungan payung. "biar nggak sakit."

jehara menyamakan langkahnya dengan jevon kemudian tersenyum manis mengangkat pandang ke arah jevon yang lebih tinggi. jevon balik menatap. bukan binar suka di sana melainkan lara yang ia tutupi dengan manisnya kurva.

"kita nggak jadi bikin kopi?"

"emang mau?"

"apapun kalo sama je, ara mau."

gadis itu memeletkan lidah membalas gombalan pemuda tempo lalu. sial jevon hampir bersemu dibuatnya, ia mengusak surai panjang jehara.

mereka berjalan menyusuri pematang jalan, kali ini dengan tujuan wisma si nona. meracik kopi pun kalau bisa merakit rasa.

"ra, apapun itu tolong cerita, ya."
"je mau, kamu cerita,

..bukan memendam lara hingga tumpah ruah dukanya."

"memendam sesuatu itu nggak enak."

seperti memendam perasaanku, misalnya

seperti memendam perasaanku, misalnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

des 31, 2020

plano.Where stories live. Discover now