DLUT~15

109 27 3
                                    

Lemah, lesu dan malas sekali Kenta rasakan pagi ini. Akibat dari begadangnya semalam sepertinya. Dia hanya punya waktu tidur tidak lebih dari satu jam. Dan itu membuat kepalanya kliyengan. Apalagi Darka yang membangunkannya tanpa perasaan.

Sepanjang perjalanan ke sekolah, sudah berkali-kali ia menguap. Dia tak terbiasa begadang. Dan ia kapok melakukannya lagi. Di liriknya Rey yang saling bercanda dengan Hanggara, cowok itu tak terlihat mengantuk sedikit pun. Berbeda dengannya.

Darka yang melihata Kenta terus menguap pun angkat suara, ”lo tidur jam berapa sih semalam?”

Kenta menguap lagi,” hoamm ... Ngantuk banget gue. Tidur jam empat an lah kurang lebih. Nugas gue,” jawabnya berbohong.

Darka mengamati Kenta penuh selidik. Setahunya tugas sekolah tidak sebanyak itu sampai membuat begadang untuk mengerjakannya. Dia saja hampir tak pernah mengerjakannya. Ia tahu Kenta tengah berbohong. Tapi, ia tak peduli. Kalau memang tak mau jujur kenapa harus dipaksa.

”Nugas apaan lo Ken? Darka aja nggak pernah tuh sekalipun ngerjain tugas.”
Hanggara yang berjalan di depan menyahut.

”Kepo lo,” jawabnya malas.

Rey yang di sebelah Hanggara tertawa. Sudah mulai pintar berbohong juga Kenta. Kasian juga dia melihat Kenta yang tampak mengantuk. Salahnya sendiri sih begadang padahal tak kuat menahan kantuk paginya.

Sesampainya di depan kelas, keempatnya pun berpisah. Kenta dan Darka terlebih dahulu sampai di kelas. Sedangkan Hanggara dan Rey masih berjalan lurus membelah koridor yang sudah lumayan ramai.

Di bangkunya, Kenta langsung merebahkan kepalanya ke meja. Benar-benar sangat mengantuk sepertinya. Darka membiarkan saja, lagipula bel masuk belum berbunyi. Daripada gabut, Darka pun juga ikut merebahkan kepalanya mengikuti Kenta.

”Ngapain lo ikut-ikutan?” tanya Kenta malas karena terusik kegiatannya.

”Ini bangku gue. Ya suka-suka gue.” Darka menjawab ketus.

Kenta berdecak, karena gabut tangannya merogoh laci meja. Dahinya mengernyit ketika menemuakan selembar kertas yang terlipat rapi di dalam lacinya. Kenta yakin itu bukan sampah, karena Kenta benci kotor.

Karena penasaran, Kenta membuka kertas itu. Isi dari kertas itu membuat mata Kenta membola. Sepertinya pengirim yang memberi surat itu kepadanya masih sama dengan pengirim yang memberikannya puisi-puisi menyebalkan itu. Tapi kali ini isinya sangat mengejutkan sekali. Seolah-olah, pengirimnya mengerti sekali tentang kehidupannya. Dan itu membuat Kenta khawatir.

Dunia ternyata sesempit ini.
Sekian lama gue cari lo, ternyata yang gue cari di depan mata tapi jauh di hati.
Gue yakin banget yang pegang dan baca kertas ini adalah Matthananta Delvaro. Gue yakin.
Pengen tahu nggak siapa gue?
Temui gue di Rooftop sekolah waktu istirahat.
Gue tunggu.

Dari Luka
Untuk Tawa

Kenta meremas kertas itu menjadi tak berbentuk. Di kepalanya tak ada satu nama pun yang terlintas ketika tahu identitasnya kali ini benar-benar terancam. Siapa sebenarnya pemilik surat itu. Dia yakin penulisnya seorang perempuan. Tapi siapa? Dari dulu dia tak pernah mengenal seorang pun teman. Apalagi yang berlawanan jenis.

”Kertas apaan itu?” Buru-buru Kenta menyembunyikan kertas itu ketika Darka menyadari kegusarannya.

Kenta tersenyum, ”kayaknya gue punya fans deh. Bikin sesek nafas gitu baca puisi dari fans gue. Lo nggak usah lihat. Jangan sampe fans gue lo rebut.” Kenta beralasan sangat konyol. Darka hanya mengernyit heran. Kenapa Kenta menjadi se aneh ini?

”Nggak peduli juga sih gue,” jawab Darka acuh dan kembali merebahkan kepalanya berlawanan arah dengan Kenta.

Kenta mengelus dada lega, untung Darka tak sekepo Hanggara dan Rey. Jadi kali ini ia akhirnya aman. Tapi, pemilik surat ini benar-benar meresahkan. Sepertinya, dia memang harus turun tangan. Kenta memutuskan, istirahat nanti ia akan mencari tahu. Tekadnya sudah bulat. Fiks no debat.

°°°

Angin kemarau berhasil mengibarkan rambut dan seragamnya sesampainya ia di rooftop sekolah. Matanya mengedar. Matanya mengedar. Hanya tumpukan barang tak terpakai yang dia lihat di sekitar rooftop.

Kenta menghela nafas, dirinya lelah sekali setelah berlari sembunyi-sembunyi dari Darka menuju lantai lima sekolah ini. Ternyata Darka tak lebih kepo seperti Hanggara dan Rey.
Ketiganya sama saja.

Cowok bertubuh jangkung itu berjalan menuju pembatas rooftop. Sepertinya hanya dirinya sendiri yang di sini. Pengirim surat ternyata berbohong kepadanya.

Sebenarnya dirinya tak masalah andai semua orang tahu siapa identitas aslinya. Yang jadi masalahnya itu, ketika dia harus kembali ke tangan orang tuanya lagi. Dan kemungkinan besar, ia akan menjadi tahanan lagi.

Kenta terduduk lesu di pembatas rooftop. Ia menyembunyikan kepalanya pada kedua lututnya yang ia tekuk.

Kenapa orang lain suka ikut campur? Apakah setidak boleh itu ia bahagia? Karena sungguh, ia tak ingin kembali ke rumah besar ayahnya tapi hidupnya kembali terkurung tanpa bisa melihat dunia luar.  Masalah sepele memang. Tapi itu besar baginya.

”Gue cuma pengen bebas. Gue nggak mau jadi Matt yang hidupnya nggak lebih dari sampah. Kenapa gue harus inget lagi? Kenapa ingatan gue kaya gini sih? Kenapa dulu gue nggak mati aja waktu kecelakaan itu kalau akhirnya bangun lagi pun gue nggak bisa bahagia? kenapa?!”

Setelah ingatannya kembali, setiap detiknya hanya takut yang dia rasakan. Takut ayahnya mencarinya dan menemukannya. Mengapa ingin hidup bebas dan bahagia sesulit ini?

Kapan pun ayahnya bisa menemukannya. Karena rumahnya hanya terpisah jarak tak jauh dari posisinya selama ini.

Kenta kembali menegakkan tubuhnya. Netranya sedikit menyipit karena silau matahari yang masuk tanpa izin ke matanya. Terlihat dari atas sini kegiatan yang anak-anak lakukan di lapangan bawah sana. Mereka bisa bebas bahagia tanpa halangan. Berlari-lari mengitari lapangan dengan tawa lepas bersama teman-temannya yang lain.

Kapan ia bisa seperti itu?

”Apa kalau gue kembali, gue bisa ke sini lagi? Tentunya enggak kan?” Lagi-lagi Kenta menghembuskan nafas kasar.

Kata 'terserah' kini ia utarakan. Terserah, jika ini memang takdirnya.
Yang harus ia lakukan adalah berbahagia sebanyak mungkin. Ya, sebelum dirinya nanti kembali ke dalam kandangnya.

Dia tak boleh menyia-nyiakan hari ini. Tak berguna sekali jika ia harus terus merasa gelisah. Karena ia masih di sini. Dia masih menjadi Kenta. Dan ia masih bisa hidup dengan bebas.

_Dari Luka Untuk Tawa_

Hayyy...
Akhirnya jumpa lagi...
Gimana nih kabarnya nya semua?
Semoga tetp Sehat dan selalu Bahagia ya.
Bahagia itu mudah kok, yang susah itu gimana caranya ye kan??

Jangan pura-pura bahagia ya .. Jadilah Rey yang anti fakesmile hehe.

Ok ok udah ngelanturnya. Intinya di sini, Hibur Kenta yang lagi sedih dong.
Kasian dia, emak bapaknya jahat sihh.
Kasih permen dia yaaa...
Yang banyak.

Bye.

salam: shinyaya

Dari Luka Untuk Tawa✓Where stories live. Discover now