3. Shenrha Alcita

378 102 78
                                    

Bahagia tanpa luka sepertinya mustahil. Karena memang tak ada yang benar-benar bahagia di dunia ini. Sekalipun orang itu benar-benar sempurna.

Shenrha Alcita

Begitu orang tuanya memberi nama. Tak ada yang istimewa dari namanya dan Shenrha tidak peduli itu. Karena fokusnya bukan itu. Hanya tentang luka dan tawa lah kehidupan Shenrha berpusat.

Shenrha hidup dari kalangan atas. Karena itu pula ia harus terbiasa di peluk oleh sepi. Dia tak masalah jika kedua orang tuanya sibuk. Toh, mereka bekerja untuk menghidupinya. Shenrha tak ingin bermelankolis karena rasa sepi. prinsipnya cukup mudah. Sepi ya sepi, toh ia kaya punyak banyak uang. Ya harus cari hiburan dong. Foya-foya contohnya.

”Udah mau berangkat, Ra?”

Shenrha yang tengah menuruni tangga sambil bernyanyi berhenti sejenak dari kegiatannya. Kepalanya menoleh, ternyata ada Papanya yang juga menuruni tangga tepat di belakangnya. Shenrha menghampiri papanya. Kemudian menggandeng dengan erat lengan Papanya.

”Aku kangen Papa ....” ucapnya merengek menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan Papanya tadi.

”Hmm, tumben. Biasanya juga nggak peduli kalau Papa pulang. Ada maunya pasti, ya kan?”

”Aku beneran kangen loh, Pah. Tapi ya udah, uang aku juga tinggal dikit. Jangan lupa transfer ya Pah. Aku berangkat dulu, aku sayang Papa.”
Buru-buru Shenrha meninggalkan papanya. dia tak ingin air matanya jatuh di hadapan sang Papa.

Karena, walau dia terbiasa dengan sepi. Jelas ia tak bisa menampik rasa jika ia merindukan papa dan mamanya yang selalu gila kerja. Ia lemah jika rasa rindu datang tiba-tiba menghampiri dirinya. Ternyata benar kata si pujangga rindu, Dilan. Rindu itu berat dan shenrha tak kuat.

”Ayolah Shenrha, nggak usah mellow. Nggak ada gunanya juga lo nangis. Dan nggak ada juga yang sudi mengasihani lo.”

”Karena disini, lo itu hanya pemeran antagonis di kehidupan lo sendiri. Lo nggak ada hak untuk bersikap lemah. Sadar, Ra! Lo nggak berhak untuk bersedih.”

Setelah cukup bermonolog dengan menyemangati diri sendiri itu selesai dan Shenrha merasa lebih baik. Setidaknya ia harus mandiri. Karena tak ada satupun orang yang mengerti tentang hidupnya. Kecuali dirinya sendiri.

°°°

Setibanya di sekolah, Shenrha memarkirkan mobilnya. Kemudian ia keluar dan berjalan dengan pandangan tajam ke depan. Hari ini ia berangkat lebih telat dari biasanya. Ya walaupun tidak sampai bel berbunyi. Tapi ia benci situasi ini, di saat semua orang menjadikannya pusat perhatian.

Attitude  yang buruk sudah melekat untuk dirinya. Bahkan gelar bad girl juga tersemat di belakang namanya. Namun, Shenrha tak peduli. Tapi siapa sih yang berani menghinanya terang-terangan. Shenrha tahu karena bisik-bisik tetangga anak sekelasnya.

Iya anak, karena dia tak punya satupun teman di kelas. She's don't have friend. Satupun Shenrha tak punya. Dia tak ingin berteman dengan orang-orang bermuka dua. Karena ia sudah pernah mengalaminya dan rasanya itu, anjing banget!
Bahkan menyebut teman pun menjadi haram hukumnya bagi Shenrha.

Sejijik itu dia.

”Dih, cantik sih. Tapi songong.”

'Mulutnya belum pernah di tonyor kali ya?'  batin Shenrha

”Ciri-ciri kurang kasih sayang orang tua ya gini nih.”

Langkah Shenrha terhenti. Telinganya terlalu sensitif jika mendengar atau menyangkut orang tua. Apalagi itu membicarakan dirinya. Kemarahannya tersulut. Siapa gerangan sebenarnya yang berani sekali mengusik ketenangannya.
Shenrha menatap tajam ke pemilik tubuh cewek semampai yang hobinya tidak jauh dari penggibahan.

”Apa? Coba deh ulangi!” ucap Shenrha pelan namun penuh penekanan.

”Gue rasa lo nggak budek. Tapi, oke gue ulangi,” ucap si cewek nyinyir dengan nada mengejek.

”Di sini, gue Teresha cuma mau ngomong kalau Shenrha Alcita itu cuma cewek songong yang butuh kasih sayang orang tuanya. Gimana? masih kurang jelas? oke gue ulang. Shen--”

PLAKK

Tanpa aba-aba, tangan Shenrha mengayun dan menampar pipi Teresha dengan keras. Teresha yang tak siap menjadi terhuyung dan jatuh tersungkur. Suasana jadi hening semua yang menonton kejadian itu bungkam.

”Tau apa lo tentang hidup gue? Gue kok nyesel banget ya kenal sama lo. Karena lo, cuma sahabat Bangsat yang nggak tahu terimakasih.” Shenrha berjongkok di hadapan Teresha. Memandang remeh penuh ejekan. Keadaan berbalik.

”Busuk banget sih punya mulut. Iya, gue emang songong. Tapi apa pengaruhnya sama kehidupan lo? and sorry, gue terlalu keras ya nampar lo. Menurut gue sih kurang. Mau lagi? biar cepet sadar.” Senyum evil Shenrha terbit.

Karena sudah terlalu muak, Shenrha segera beranjak meninggalkan wajah Teresha yang memar karena ulah tangannya. Ia puas. Menjadi tokoh antagonis ternyata tidak buruk. Ada kesenangan tersendiri di hatinya ketika melakukan uhm... Kejahatan, ya?

Shenrha berusaha profesional. Ini hidupnya, tokoh utamanya  adalah dirinya sendiri dan Shenrha ingin berperan menjadi tokoh Antagonis di kehidupannya sendiri saja agar tak terlihat lemah dan semakin di injak-injak.

Sudah cukup Shenrha menderita karena kesepian. Shenrha tak ingin dirinya semakin terlihat menyedihkan. Dirinya hanya perlu membenarkan hinaan orang-orang. Bahwa dia memang ber Attitude buruk.

Merendah untuk meroket? Basi.
Shenrha tak percaya kata-kata itu. Karena merendah bukan dirinya sekali.

Sekali lagi, Shenrha benci omong kosong.

~Dari luka untuk tawa~

|To Be Co|

Dari Luka Untuk Tawa✓Where stories live. Discover now