DLUT~18

134 28 3
                                    

Rey mengayuh sepedanya dengan cepat, menyusuri jalanan minggu pagi yang lumayan lengang. Matanya melirik awas, takut seseorang membuntuti mereka. Tak dipedulikannya keringat yang berlomba menetes dari dahinya. Yang paling penting dia harus bersembunyi. Iya, dirinya juga Kenta.

Beban berat di belakangnya tak menjadikan kecepatan sepeda Rey memelan. Rey tahu, seseorang yang berada di boncengannya pasti sedang cemas.

”Rey ... Nggak usah ngebut. Gue nggak mau jatuh,” ucap Kenta pelan. Suaranya bergetar karena khawatir juga ketakutan. Tangannya erat memegang baju Rey.

Kepalanya melongok ke belakang. Rey sudah mengayuh sepeda jauh dari Darka dan Hanggara. Dia tahu Rey kelelahan, tapi Rey itu keras kepala. Sudah beberapa kali dirinya menegur cowok penuh pesona di depannya ini. Tapi hanya nafas ngos-ngosan dari Rey yang menyahut.

”Rey! Udah berenti, kepala gue pusing banget,” tegur Kenta. Rey hanya menoleh memperhatikannya. Kayuhannya tak memelan sama sekali.

TINNN ....

Sepeda itu oleng. Rey tak fokus. Dan dengan tak elitnya keduanya sama-sama jatuh mencium aspal. Mobil yang mengklakson tadi juga berhenti. Pengemudinya berlari cepat menemui Kenta dan Rey yang sama-sama masih mengaduh kesakitan.

Lecet sana-sini keduanya dapatkan. Jika dilihat-lihat, Rey yang punya banyak lecet. Tapi, kondisi Kenta lebih mengenaskan lagi. Lutut dan siku kirinya banyak mengeluarkan darah. Dan jangan lupakan jika Kenta tadi mengeluh pusing. Cowok itu terduduk lemas, tangannya sibuk mengipasi lututnya yang merembeskan cairan merah.

”Ya ampun, Kenta. Maafin gue, gue tadi kaget banget gara-gara diklakson. Aish, perih banget anjir,” ucap Rey dan tertatih mendatangi Kenta yang tak jauh dari tempatnya jatuh.

”Kalian nggak pa-- Eh, Matt?!” Si pengemudi mendekati Kenta. Dan keduanya sama-sama kaget karena kembali bertemu.

”Lo emang nggak bisa nyetir mobil, Shen. Mending jangan lagi deh, gue udah 2 kali hanpir lo tabrak.” Helaan nafas Kenta berikan saat tahu ternyata lagi-lagi Shenrha hampir menabraknya bersama Rey.

”Matt? Lo udah tahu?” tanya Rey pada Shenrha dengan bingung.

Gumaman Shenrha menjadi jawabannya. Matanya meneliti tubuh sang pujaan hatinya. Bibirnya berdesis ketika menemukan banyak sekali luka. Matanya juga turut memperhatikan Rey. Keduanya sama-sama tak baik-baik saja.

”Kalian mau ke mana?” tanyanya setelah beberapa menit terlewati hening.

”Lagi nge hindari bapak-bapak sangar yang nyari Matt,” jawab Rey. Kenta juga mengangguk menyetujui. Dia berdiri hati-hati di bantu oleh Rey juga Shenrha.

Shenrha mengapit lengan kanannya erat. Bibirnya tersenyum manis ke arah Kenta. Kenta juga membalasnya, tangannya dengan erat pula balik menggenggam tangan Shenrha. Rey di tempatnya mengernyit bingung. Sejak kapan Kenta dan Shenrha sedekat itu?

”Ya udah. Kalian ikut gue aja yuk. Naik mobil, sepeda kalian tinggal aja.” Shenrha mengajak. Matanya menelisik meminta persetujuan.

”Tapi sepedanya kalau diambil orang gimana?” jawab Rey sedikit cemas.

”Udahlah biarin. Sepeda jelek kaya gitu juga, yakin gue nggak ada yang ambil.” Shenrha menjawab yakin.

Rey masih terlihat belum rela, tapi memang betul sih. Sepedanya sudah lecet sana-sini. Rantainya saja copot. Sungguh keadaan sepedanya sangat mengenaskan.

”Oke,” jawab Rey singkat.

Shenrha tersenyum. Pelan-pelan dia menuntun Kenta. Ia yakin sekali, lutut cowok itu pasti sangat sakit. Maka dengan pengertian, tangannya tak lepas untuk memegangi tubuh cowok itu.

Dari Luka Untuk Tawa✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang