Twenty Eight

18.7K 2.1K 43
                                    


Akhirnya, Althea bisa melihatnya lagi.

Jackson Miller, Kakaknya.

Pria itu tertunduk, berlutut dengan tubuhnya yang sangat berbeda jauh dari terakhir kali Althea ingat. Badan yang dahulu tegap dengan otot-otot kuat, kini terlihat lunglai dengan berbagai luka yang menghiasi. Yang dahulu begitu mendominasi dengan aura kelam, kini pudar. Menyisakan rasa iba yang dalam saat Althea melihatnya.

Tak terlihat lagi sosok seorang beta kuat yang mati-matian memperjuangkan pemimpinnya untuk sembuh, tak ada lagi sosok kejam yang dulu sempat memberi penyiksaan padanya karena sebuah kesalahpahaman. Yang tersisa hanya seorang pria yang begitu tampak menyesali semua perbuatannya. Kalah dan bersalah.

Namun begitu, dimata Althea. Yang terlihat adalah sosok sang kakak yang sangat dirindukannya, ia sayangi, dimana ia berjuang untuk mendapat sedikit saja perhatiannya di masa lalu. Satu-satunya keluarga yang ia miliki. Melihat kondisi Jack sekarang, rasanya sangat menyakitkan.

Beberapa saat lalu, sidang pembebasan Jack baru saja selesai dilakukan. Telah disepakati bahwa Arthur mencabut semua hukumannya, dan membebaskan Jack. tetapi sebagai gantinya jabatan Jack sebagai beta dicopot secara tidak terhormat, tidak hanya itu saja, pria itu juga diharuskan meninggalkan pack dan akan di asingkan pada suatu wilayah di dekat perbatasan. Tidak diizinkan kembali menginjak Pack sampai waktu yang belum ditentukan.

Althea melihat semuanya, ia diizinkan Arthur untuk menghadiri sidang, mendampingi Arthur sebagai seorang Luna.

Hatinya tentu saja sedih mendengar keputusan itu, tetapi tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menolong sang kakak. Ia tahu semua itu adalah konsekuensi yang harus diterima kakaknya atas semua perbuatan buruknya.

Beruntung, nyawa Jack masih diampuni. Karena sebelumnya keputusan yang diambil adalah hukuman mati.

“Bangunlah.” Althea mendekat dan berhenti tepat di hadapan pria itu. Memintanya untuk berdiri.

Tetapi Jack tidak beranjak dari posisinya, dia semakin merendahkan tubuh. “Maafkan atas semua perlakuan buruk yang saya lakukan, Luna. Saya pantas mati,” ucap Jack memohon ampun.

Pria itu sesungguhnya sangat malu berhadapan langsung dengan sang Luna, ia merasa tidak pantas dan sangat berdosa atas semua perbuatan buruknya.  Seharusnya, ia tidak diampuni.

“Bangunlah, aku mengerti dan telah memaafkanmu,” balas Althea, menenangkan.

Tatapan mata Thea begitu sendu, terenyuh melihat sang kakak yang bersujud memohon ampun padanya.

“Saya berdosa Luna, saya bersalah ... seharusnya, anda tidak mengampuni saya, biarkan saya mati.”

“Aku memaafkanmu, kau tak pantas mati. Semua terjadi karena kesalahpahaman,” Althea meluruh, berlutut di depan Jack. Menyentuh kedua pundaknya agar pria itu melihatnya.

“Tapi—“

“Bangun, ini perintah,” ujarnya sedikit keras.

Jack pun akhirnya menurut, meski masih tak berani menatap secara terang-terangan pada Lunanya. Ia pendosa yang tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini, bahkan sang Luna dengan rendah hati berlutut hanya untuk dirinya yang telah banyak menyakiti.

“Seharusnya anda tidak melakukan ini, Luna. Saya tidak pantas mendapat perlakuan baik dari anda.” Jack merasa buruk dengan dirinya sendiri, ia beringsut menjauh.

Membuat Althea semakin sedih saat kakaknya melakukan itu, teringat olehnya bagaimana dulu Jack tak pernah sudi didekati olehnya. Sekarang terjadi lagi, meski dengan keadaan yang berbeda.

The Sleeping Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang