Eleven

84.6K 8.5K 369
                                    

Tempat ini lagi.

Thea mundur selangkah karena merasa ngeri, matanya menatap waspada lorong panjang di hadapannya, lorong gelap dengan banyak pintu jeruji besi yang sudah berkarat. obor api menggantung di tiap pintunya, dan suasana mencekam yang membuat bulu kuduk Althea meremang.

Menyeramkan.

Jika saja tidak ada obor-obor yang menerangi setiap sudut lorong, mungkin Althea sudah tidak sadarkan diri karena ketakutan. Althea membenci tempat gelap dan sesuatu yang berhubungan dengan kata 'Gelap'. Karena akan mengingatkannya pada kejadian masa lalu, ketika ia diculik sekumpulan penjahat dan mereka menyekap nya dalam ruang bawah tanah yang pengap.

Kini, ia merasa sedikit lega karena cahaya obor membuat ruangan bercahaya walau remang.

Pandangan matanya menelisik dan berhenti di satu objek, pintu besi berkarat beberapa meter di depannya. yang waktu lalu ia masuki, mempertemukannya dengan seorang pria dalam kondisi yang memprihatinkan. terbelenggu oleh rantai dengan keadaan tubuhnya yang berdarah-darah, dan .... Mata bermanik biru.

Ingatan itu masih terbayang jelas di benaknya. Membuatnya iba, namun juga berdebar di waktu bersamaan.

Namun, karena mengingat hal itu Althea jadi bertanya-tanya, sebenarnya tempat apa ini? Dan bagaimana bisa ia tiba-tiba berada disini? karena seingatnya, terakhir kali ia sedang berbincang bersama Jessica, sebelum kemudian Jackson Miller datang lalu mencekiknya begitu saja.

Althea menegang di tempat, tubuhnya sedikit gemetaran saat otaknya mengingat kilasan balik sebelum ia kehilangan kesadaran, kelebat ingatan yang membuatnya kesulitan untuk sekedar menelan ludahnya sendiri.

Refleks, Althea menyentuh lehernya, memeriksa dengan menekannya pelan, mencari tahu apakah sakit atau tidak. Tapi, ia tidak merasakan apapun.

Apakah ini alam mimpi? batinnya.

Atau .... Mungkin aku sudah mati?

Memilih acuh dan melupakan, Althea mendoktrin dirinya sendiri untuk tidak lagi memikirkan hal mengerikan itu atau apapun, karena hanya akan membuatnya semakin bingung dan ketakutan.

Akhirnya, ia mulai mengambil langkah untuk berjalan menuju pintu besi di depan sana--yang waktu sebelumnya sempat ia masuki. Tanpa sadar, kini kakinya sudah berada di depan pintu, kemudian tangan kirinya mendorong pelan pintu besi tersebut sampai terbuka.

Pemandangan yang ia lihat masihlah sama dengan beberapa waktu lalu, pria itu masih berada disana dalam keadaan sama. Pun, sama seperti hati Althea yang selalu terasa sesak dan sakit saat melihat pria itu.

Ia tidak tahu apa penyebabnya. Yang pasti, pria itu sudah berhasil membuat Althea memikirkannya setiap waktu.

Perlahan, Althea melangkah kakinya masuk ke dalam ruangan, menghitung setiap detik yang terlewati. pada waktu sebelumnya Althea tidak berani masuk, yang ia lakukan saat itu hanya menangis tanpa mampu mendekat. sekarang ia merasa sangat berani, kakinya tanpa diperintah sudah bergerak sendiri, seperti tahu yang hatinya kehendaki.

Pria itu tampak terusik saat ia mendekat, karena sejurus kemudian kepalanya mendongak, menatap Althea dengan netra indah sebiru lautan yang mampu menenggelamkan Althea dalam pesonanya.

"Althea, my mate ...." ucapnya seakan tidak percaya.

Dahi Althea mengerut, darimana pria itu mengetahui namanya?

Dan mate, kata yang sama, yang pernah diucapkan oleh pria itu ketika pertama kali mereka bertemu.

Althea tidak mengerti apa yang dimaksud dengan Mate?

The Sleeping Alpha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang