3

309 53 7
                                    

Musim gugur yang dingin menyapa orang-orang di bawah langit pagi yang masih kelabu. Pria dengan blazer seragam hitamnya tengah duduk sambil memandang ke arah jendela yang ada di sebelah bangkunya, asik menikmati daun kecoklatan yang menari-nari di udara dengan bebas setelah tertiup angin. Ia nampaknya tak begitu tertarik dengan teman-temannya yang tengah asik mengobrol di sebelahnya.

"Hey, Yaowen!"

Pria tadi menoleh dan segera melepas earphone yang semula melekat di kedua telinganya. Ia menatap malas ke arah temannya yang baru saja memanggilnya sambil menepuk lengannya itu.

"Hm?" gumamnya.

"Kau tidak bosan melamun terus, huh? Ayolah ngobrol. Masa SMA itu harus diisi dengan obrolan seru semacam ini, nanti kangen loh kalau udah lulus." seru sang teman.

Yaowen hanya tersenyum simpul, sebelum akhirnya kembali memakai earphonenya dan menoleh ke arah jendela.

"Tidak perlu." serunya, dan yang lain pun langsung mendengus.

Beberapa menit kemudian, kelas menjadi sedikit heboh dengan tawa dan bisikan-bisikan saat seorang siswa berkacamata dengan poni panjang yang hampir menutupi separuh wajahnya, berjalan pelan memasuki kelas sambil menggenggam erat tas ranselnya. Ia hanya bisa menunduk saat tatapan remeh teman-teman sekelasnya menghujam dirinya, berjalan seolah tak melihat apa-apa hingga ia duduk di kursinya dalam diam.

"Hahhh, kena bully lagi, deh, pasti." komentar seorang teman yang duduk di dekat Yaowen.

"Lagian kenapa pula harus berpenampilan suram begitu? Untuk menutupi wajah jeleknya, ya?" sambung yang lain sambil terkekeh pelan.

"Siapa, sih, namanya?"

"Entahlah. Bodo amat, ngapain juga mengingat namanya. Pengen kenalan juga enggak."

Dan tawapun terdengar memenuhi kelas, membuat siswa tadi tanpa sadar meremat buku yang baru saja dikeluarkannya dengan erat-erat.

Yaowen yang mendengar keributan tersebut tertarik untuk menoleh, melirik sekilas sosok yang sudah duduk manis di kursinya sambil membaca sebuah buku yang entah apalah itu.

'Dia lagi.'

Ia baru tau kalau di sekolahnya ada siswa sesuram itu. Di tahun terakhirnya ini, ia nampaknya dihadapkan dengan orang-orang unik di kelas barunya tersebut. Tapi, ya, Yaowen tak terlalu peduli juga dengan hal tersebut. Alhasil ia kembali menoleh ke jendela, menikmati kegiatan awalnya tadi.

*****

Yaowen berjalan ke arah gudang belakang sekolahnya sambil membawa sebungkus roti. Ia memang lebih senang menghabiskan waktu sendiri. Apalagi kini teman-temannya tengah asik bermain sepak bola di lapangan, melanjutkan aktivitas kelas olahraga mereka tadi, sedangkan dirinya yang lapar lebih baik mengistirahatkan diri di tempat yang sepi sembari mengisi perutnya. Sampai di depan gudang, dibukanya pintu setinggi 2 meter itu dengan perlahan dan segera masuk. Ia tau di dalam ruangan yang cukup luas itu ada sebuah sofa bekas yang masih bagus. Bagaimana ia bisa tau? Tentu saja karena itu adalah spot dimana ia dan teman-temannya singgah saat bolos pelajaran. Iya, ia memang termasuk anak berandal di sekolahnya.

"Hahh."

Yaowen menghempaskan tubuhnya di sofa, menikmati empuknya sofa yang mampu melemaskan otot-otot tubuhnya.

"Hiks."

Baru saja ia akan membuka bungkus rotinya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara tangis seseorang. Sontak hal tersebut membuatnya merinding hingga tanpa sadar meloncat dari sofa dan menjatuhkan bungkusan rotinya. Suara bungkus plastik yang berbenturan dengan lantai tersebut menggema di dalam ruangan, membuat suara tangis tadi tiba-tiba saja menghilang. Tak mau berprasangka buruk, Yaowen mencoba menenangkan diri dengan kembali duduk dan mengambil rotinya. Mungkin saja ia hanya berhalusinasi. Namun, baru saja ia akan membuka kembali bungkus rotinya, lagi-lagi ia dikejutkan oleh sesuatu. Kali ini bukan hanya suara, melainkan sesosok murid yang sama-sama memakai seragam olahraga biru putih seperti dirinya, tengah melongok dari balik loker bekas dan menatap ke arahnya.

Red Organdy | WenXuan - Zhenyuan ✔Where stories live. Discover now