TIGA BELAS~~

49 36 21
                                    

Maaf sebelumnya saya up nya lama bngt😭🙏 karnansibuk kuliah jadi gini deh maaf yaa.. tapi keknya ga ada yg nungguin deh ahahah yasudahlah🥺


“kemarin saya sudah suruh ketua kelas kalian untuk membagi kelompok persentase nya jadi saya harap Minggu depan kelompok pertama sudah Siap dengan segala materinya” ujar seorang laki-laki paruh baya dengan kacamata bertengger di pangkal hidungnya bernama pak Hasan dosen pengantar ilmu komunikasi mengingat kan kembali tentang pembuatan makalah untuk Minggu depan.

Beberapa murid menyahuti ucapan pak Hasan dengan suara yang tidak begitu mulus terkadang sedikit tercekat akibat jaringan yang tidak bersahabat.

Perkuliahan pagi ini terus berlangsung hingga jam 10.55 am beberapa latihan tadi yang diberikan pak Hasan sudah ku selesaikan pak Hasan terus menjelaskan materi-materi mata kuliahnya hari ini aku kembali disibukkan dengan mencatat beberapa point-point penting.

“baiklah jumpa lagi di Minggu selanjutnya”
Seketika beberapa kamera yang mati dibuka kembali terlihat wajah mereka satu persatu sekarang semua kamera sudah terbuka aku dapat melihat wajah teman kelasku dengan leluasa.

Aku berniat ingin keluar dari zoom meeting ini namun tanganku terhenti melihat beberapa pesan masuk di room chat zoom meeting aku melihat beberapa teman mengobrol disana.

“Jangan keluar dari zoom dulu yaa.. kita udah hampir setengah tahun kuliah tapi ga ada yang kenal baik satu sama lain” ujar ketua kelas yang setahu ku ia bernama Ray.

Aku menghela nafas pelan menatap layar laptop yang di penuhi dengan wajah mereka yang berukuran persegi.

“Eh itu Ardhani yaa?” tanya salah seorang yang tak aku ketahui namanya perempuan berkacamata dengan kerudung hijau army membaluti wajah bulatnya.

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum kecil sebagai balasannya.

“Lo pendiem apa emang ga suka ngomong sih?” kali ini Jejes bertanya matanya penuh selidik menatapku di balik layar.

Aku baru saja hendak membuka mulut namun terhenti saat suara bariton itu mengisi suara pada zoom meeting kali ini.

“Dhani aslinya cerewet kok”

Aku membulatkan mata saat tahu siapa pemilik suara itu what? Dia panggil aku Dhani? Aku menatap ke satu titik di layar laptop sebuah persegi yang menampilkan seorang laki-laki yang akhir-akhir ini sering bertemu denganku.

Ia tersenyum manis dan.. sepertinya juga menatapku.

“keliatannya kalian Deket banget yaa” seru Aren membuatku refleks menggeleng kan kepala dengan kuat.

Terdengar suara tawa entah kenapa saat ini aku tak suka mendengarnya

“oh iya kapan-kapan kita meet yuk” ujar Sidney di setujui oleh seisi kelas beberapa dari mereka hanya diam termasuk aku.

“yang tinggal diluar kota ntar kita vidcall aja yaa”

“tentuin harinya ketua!”

“Fiki rumah kita satu arah bisa barengan ga?" Tanya Sidney tersenyum malu-malu.

Fiki menggeleng entah hanya perasaanku saja ia seperti menatapku saat ini membuatku salah tingkah.

“gue bareng Ardhani”

Oke kali ini aku tak lagi terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Fiki. Aku menatapnya datar mengumpulkan segala keberanianku untuk menolaknya tapi entah kenapa lidahku tiba-tiba kelu.

Aku hanya bisa diam seperti orang bodoh tanpa bisa mengatakan apapun. Setelah mengucapkan hal itu terdengar tawa yang terputus-putus aku melihat wajah Sidney yang tertawa sambil menutup mulutnya entah kenapa aku merasa iba dengannya apa dia berusaha menutupi rasa malu akibat di tolak Fiki.

“Gue becanda Sid, yaudah yuk kita bareng” ujar Fiki lagi

“enak yaa bisa di becandain Fiki gue juga mau kali” celetuk Jejes tak malu

Tawa kembali terdengar beberapa siswa lain membahas tentang pertemuan kelas bulan mendatang sedangkan Fiki dan beberapa perempuan lain sibuk saling menggoda.

Aku? Aku hanya diam tak ikut campur mereka pun tak berniat untuk mengikut sertakan ku lagian memang aku tak peduli dengan rencana mereka.

“hei Dhan!”

Aku terperanjat kaget saat Zen tiba-tiba saja sudah berada di sampingku ikut menatap layar laptop. Zen memperlihatkan beberapa makanan yang ia bawa aku tersenyum senang saking senangnya aku lupa mematikan kamera laptop dan aku yakin semua orang telah melihat tingkah Zen dan aku.

“eh itu lagi ga ada dosen ya?” tanya Zen saat menjauhi wajahnya di depan layar laptop.
Aku mengangguk pelan “iya ga ada dosennya, bentar aku matiin dulu yaa bosen juga nih dengerin mereka ngobrol tapi aku ga diajak” ujarku pelan lalu mengklik tulisan berwarna merah di pojok layar laptop hanya hitungan detik laptop ku kembali seperti semula.

“Kemana aja sih gue kesepian tau”

Aku memutar bola mata malas “ga usah ngedrama deh! Jelas-jelas kamu yang ga mau di ganggu”

Zen menyeringai lebar “gue lagi badmood aja takut Lo yang kena imbasnya nanti”

“Bad mood? Tumben”

Zen menghela nafas menatapku sejenak kemudian tersenyum lebar “udah deh lupain gue mau senang-senang hari ini”

“Gimana kalo kita ke taman komplek” usulku langsung disetujui oleh Zen

“Tiba-tiba gue jadi kepengen es cream”
Aku mengangguk setuju hari siang begini memang sangat cocok makan es cream sambil berteduh di pohon rindang dekat taman.

Aku menyuruh Zen untuk menunggu sebentar aku keluar kamar melihat rumah yang sepi ibu dan ayah entah kemana tadi pagi-pagi sekali ia sudah pergi dan kak Eni entahlah dimana dia sekarang terakhir ia keluar rumah tanpa izin dan belum pulang sampai sekarang.

“Lo bawa buku ga?”

“buat apa?”

“Belajar lah Lo pikir buku buat ngapain?” ketus Zen kesal melihat tampang ku

“ga usah deh.. tadi kamu bilang mau senang-senang”

“Yaudah deh”

Kami keluar rumah berjalan dengan santai menuju taman komplek yang tak jauh dari rumah kami hanya membutuhkan waktu 10 menit berjalan kaki. Meskipun rumah kami tak berada di perumahan elit tapi Disini masih menyediakan taman dan beberapa kolam berenang umum.

Aku dan Zen berjalan sambil bercanda Zen terlihat sangat senang bisa keluar rumah meski hanya seputar komplek saja. Selama pandemi aku dan Zen tak pernah keluar rumah untuk sekedar bermain.

“ Minggu depan teman kelasku ngajak ketemuan” celetukku disela-sela tawa Zen.

Zen menghentikan tawanya menatapku bingung “ya terus?”

“Iih udahlah lupain aja” teriakku sambil berlari menjauhi Zen yang menatapku sebal.

Aku Terengah-engah mengatur nafas yang tak karuan Zen tertinggal jauh sekarang aku sduah didepan taman yang terlihat sepi. Aku membalikkan badan menatap Zen yang terlihat seperti titik diujung sana.

“buruan!” teriakku

Zen membalas dengan lambaian tangan sepertinya ia tak sanggup berlari aku tertawa Zen benar-benar seperti anak kecil yang menggemaskan. Aku melihat Zen yang hanya berdiri menatap kesamping kanan membuatku penasaran ingin menghampirinya.

“Zen ngapain? Ayo buruan kesini” ujarku saat berada lima langkah didepan Zen. Ia terlihat gelisah terik matahari membuatnya mengeluarkan cairan yang begitu banyak di dahinya.

“Zen! Kamu ngapain berdiri disitu panas-panasan hah?” aku mencoba untuk melihat kearah tatapan Zen namun baru saja aku hendak melihat tiba-tiba Zen menarik tanganku meninggalkan tempat berdirinya tadi.

“Gue pulang aja deh” celetuknya saat sudah sampai di taman membuatku heran dengan tingkahnya akhir-akhir ini.

“Zen? Kamu gapapa kan?”

Zen menggeleng lemah nafasnya tak beraturan wajahnya pucat keringatnya mengalir deras membasahi kerudung yang ia kenakan “gue... Gue h-h-haus!” ujar Zen teebata-bata

“bentar aku beli minum kamu duduk Disini aja. Oh ya mau es cream apa?”

“black Cornetto”

Ily❤️

ARDHANI [ On-going ]Where stories live. Discover now