Empat Belas~

6 7 1
                                    

Terimakasih masih mengikuti ceritanya hingga ke chapter ini❤️

Happy enjoyed

Tidak sesuai dengan ekspektasi. Setelah membeli es cream Zen meminta untuk pulang entah kenapa mood nya begitu cepat berubah harapanku duduk di pohon rindang memakan es cream yang dingin hingga sore namun semuanya di patahkan oleh Zen. Tidak ada pilihan aku menuruti keinginannya alhasil kita makan es cream sambil jalan pulang kerumah di bawah terik matahari.

“buruan makan ntar cair” sahutku saat melihat Zen hanya diam tak membuka bungkus es creamnya.

Zen menatapku “buat Lo aja deh gue tiba-tiba ga selera” ujarnya menyodorkan black Cornetto yang ku beli beberapa menit yang lalu. Aku menghela nafas pendek membalas tatapan Zen yang terlihat gelisah.

“Kenapa sih Zen?”

Zen menggeleng pelan sambil tersenyum ia mengambil tanganku meletakkan es cream tadi “kapan-kapan gue cerita sekarang gue males. Gue pulang duluan yaa” Zen berlari menjauhiku rumahnya sudah terlihat hanya butuh waktu 5 menit jika ia berlari untuk sampai di rumahnya sedangkan rumah ku masih sedikit jauh kesana dan aku tak berniat untuk berlari karena terik matahari membuatku lelah dan kehausan.

Zen melambaikan tangannya lalu membungkuk seperti orang Jepang memberi salam.

Aku sekarang sendirian dengan dua es cream di tanganku. Aku melihat sekitar jalan yang terlihat sepi mataku berhenti terlihat ada dua kursi yang sedikit usang di bawah pohon dekat rumah tak berpenghuni sedikit menyeramkan namun tidak ada pilihan makan es cream sambil berdiri sungguh sangat tidak menikmati.

Aku duduk di kursi itu sambil menikmati es cream yang sudah hampir meleleh ini. Dari arah taman tadi aku melihat Fiki berlari ia mengenakan hoodie hitam dan celana training yang juga senada dengan hoodienya. Aku menatapnya heran bukan karna pakaiannya yang terlihat begitu santai tapi apa yang dilakukannya siang-siang seperti ini berlari seperti sedang joging.

“Eh”

Fiki menghentikan langkahnya ia mendekatiku dengan wajah merah dan rambut setengah basah oleh keringat. Aku akui Fiki memang sangat sangat tampan apalagi saat seperti ini ia menyisir rambut nya ke belakang sambil tersenyum manis.

“kebetulan banget lagi panas-panas gini Lo bawain es cream buat gue” ujar Fiki dengan tenang mengambil es cream milik Zen tadi dari tanganku. Aku terkejut saat ia duduk di sampingku reflek aku menciptakan jarak seolah mengerti Fiki juga menggeser duduknya sedikit menjauhiku.

“sendirian?”

Aku diam tak menjawab menurutku pertanyaan seperti itu terlalu basi untuk mengawali percakapan seharusnya Fiki tak menanyakan hal sepele seperti itu atau dia boleh saja langsung pergi dari hadapanku setelah mengambil es cream tadi.

“UMM.. es creamnya udah mulai meleleh” celetuknya sambil menjilati es cream yang sudah tak berbentuk lagi.

“Fiki sini ga Lo bangsat!” teriakan itu terdengar dari arah taman seorang perempuan dengan rambut ikal yg di kucir mengenakan baju santai menatap kerah Fiki nyalang. Risa berjongkok mengatur nafasnya.

“Sini bagi gue” Risa merampas es cream milik Fiki ia memakannya dengan rakus wajahnya yang memerah seketika memadam seperti api di siram air.

“Apa sih main rampas aja”

“Tadi kenapa Lo lari hah? Lo ninggalin gue di taman sendirian tai”

Risa berkacak pinggang menatap Fiki yang hanya tersenyum geli memperlihatkan wajah tanpa dosa menurutku begitu ummm... Menggemaskan. Eh?
Aku menggeleng pelan mencoba menghapus pikiran bodoh tadi membuat Risa dan Fiki menatapku heran.

“eh penguntit! Kok Lo bisa Disni?” tanya Risa berdiri disamping Fiki

Aku menoleh menatap Risa kesal panggilannya kepadaku begitu buruk. Aku menghela nafas tak mempedulikan pertanyaan itu, es cream yang ku genggam tadi sudah mencair mengenai tanganku. sangat disayangkan bahkan aku hanya menjilatinya beberapa kali saja, es cream nya sudah lenyap menyisakan rasa lengket dijemariku.

“Ga boleh gitu sa, kalo nanya tuh yang baik” ujar Fiki menimpali

Risa memutar bola mata malas “gue ga kayak lo! Kebanyakan basa basi”

Aku berdiri dari dudukku setelah melihat mereka berseteru hanya karna masalah sepele. Dimana-mana rasanya semua orang mempermasalahkan hal-hal yang tak begitu penting, apalagi mereka berdua berpacaran jangan sampai mereka bertengkar hebat seperti ibu dan kak Eni Cuma karena soal basa basi ini. Aku menghela nafas pelan menatap mereka bergantian. Aku bahkan tak percaya jika Risa benar-benar kekasih Fiki atau memang seperti ini cara mereka berpacaran? Aah siapa yang peduli soal itu.
Aku melangkah pergi menjauh sebelum mereka benar-benar bertengkar. Namun tanganku langsung di cekal oleh Risa menarikku kembali mendekati tempat duduk tadi.

Risa bersidekap sambil memainkan rambutnya “lo ga punya mulut buat jawab pertanyaan gue?” Risa mendekatiku satu langkah “waaah benar-benar menyebalkan.. Lo bahkan ninggalin kami yang lagi berantem gara-gara Lo!” ucap Risa tak percaya menatapku yang masih diam

Fiki menarik tangan Risa menjauhi ku beberapa jengkal.

"Udah deh sa, kita pulang yu" ajak Fiki namun Risa tak mengindahkan ucapan itu.

“Apa pentingnya menjawab pertanyaanmu?” Ujarku kesal

“waaw Lo ternyata emang pintar bikin gue emosi yaa dari pertama ketemu Lo selalu ngeluarin kata-kata sampah itu”

Aku mengerutkan dahi pura-pura bingung “apa kita pernah ketemu sebelumnya?” aku sengaja mengucapkan hal itu hanya untuk menyadarkan gadis sombong ini bahwa tak semua orang terkesan bertemu dengannya.

What?!”

Risa seolah tak percaya dengan apa yang aku ucapkan tangannya mengibaskan tangan Fiki yang menggenggam tangan nya tadi “baru kali ini gue diginiin Fik” cercanya menatap Fiki dan aku bergantian. Fiki menatapku sambil tersenyum miring lalu pergi tanpa mempedulikan Risa yang masih setia berdiri di depanku.

“jangan berlagak sok kenal!” aku pergi dari hadapannya namun hanya beberapa langkah Risa kembali mengeluarkan kata menjengkelkan sehingga membuatku berbalik menatapnya kembali.

“ Seharusnya Lo sadar diri”

Apa maksudnya? Apa yang sudah kulakukan kepada nenek sihir itu? Ucapannya seolah-olah mengingatkan status sosialku yang tak seperti dia dan Fiki. Memang terlihat jelas aku hanya seorang anak karyawan perusahaan yang baru di pecat beberapa bulan yang lalu sedangkan dia anak pejabat dan pengusaha kaya tidak heran dia memperlakukanku seperti itu tanpa pikir panjang aku pergi meninggalkan nya sendirian. Lagi-lagi pertemuan yang tak terduga menyisakan pertengkaran kecil yang tak ada habisnya.

Vote dan komennya kakak.. thank u

Ily❤️

ARDHANI [ On-going ]Where stories live. Discover now